Kutim

Jalan Babak Belur di Pedalaman Kutim, Dewan Minta Pemkab Inventarisasi

Kaltim Today
15 Juni 2021 08:59
Jalan Babak Belur di Pedalaman Kutim, Dewan Minta Pemkab Inventarisasi
Anggota Komisi C Siang Geah. (Ist)

Kaltimtoday.co, Sangatta - Sulitnya akses transportasi di pedalaman Kutai Timur (Kutim) masih menjadi keluhan utama warga. Terutama jalur darat di kawasan Utara Kutim. Kendaraan kerap alami antrean hingga puluhan kilometer. Terkadang baru bisa melintas setelah menunggu delapan jam lebih.

Lokasi yang dikeluhkan warga itu berada di Kecamatan Muara Bengkal, Muara Ancalong, Long Mesangat, Batu Ampar dan Busang.

Anggota Komisi C DPRD Kutim, Siang Geah kerap merasakan dampak kerusakan jalan tersebut. Apalagi dia merupakan warga dari kawasan utara Kutim.

Politikus PDIP tersebut mengaku prihatin. Dia berharap, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2021-2026 dapat mengarah pada pembangunan yang merata.

“Pembangunan jalan menjadi infrastruktur dasar yang paling diperlukan,” jelas Siang Geah beberapa waktu lalu.

Menurutnya, ada dua permasalahan yang harus diselesaikan. Yakni penyelesaian tata ruang. Sebab, selama ini belum fokus diselesaikan. Terutama mengenai perubahan status kawasan.

Kemudian, fokus bagaimana menginventarisasi jalan yang menjadi milik pemerintah.

“Harus dilakukan sebelum melakukan pembangun infrastruktur. Ada beberapa kawasan di utara yang statusnya bukan hak pemerintah,” paparnya.

Pasalnya, ada kawasan perusahaan yang selama ini beroperasi. Sedangkan jalan yang sering digunakan masyarakat merupakan milik perusahaan. Tak heran, selama ini akses yang sering digunakan adalah sungai.

Sekarang sudah digunakan akses darat dengan maraknya investasi perkebunan kelapa sawit maupun hutan tanaman industri (HTI).

Dalam pemanfaatan jalan, tentunya menjadi polemik di tengah masyarakat. Selain jalan dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari sebagai akses antar kecamatan dan desa tetapi juga digunakan oleh perusahaan. Terutama di Kecamatan Busang, Long Mesangat, Batu Ampar, Muara Ancalong, dan Muara Bengkal.

“Ini yang harus diselesaikan. Pemerintah harus membangun komunikasi dengan pihak ketiga. Dewan pun juga berkomunikasi dengan pihak perusahaan,” jelasnya.

Sejauh ini, pihaknya mendapat laporan bahwa untuk perbaikan jalan sudah ada kesepakatan-kesepakatan. Terutama jalan poros dari Busang menuju Muara Bengkal, Muara Ancalong sampai jalan menuju Kutai Kartanegara (Kukar).

“Sudah ada kesepakatan-kesepakatan. Setiap perusahaan yang menggunakan jalan wajib berkontribusi untuk membayar dan memperbaiki jika ada kerusakan,” ungkapnya.

Kendati demikian, beberapa kendala selalu timbul. Yakni faktor operasional yang diakibatkan situasi di perusahaan. Misalnya yang selalu dikeluhkan pada titik-titik yang rusak parah. Tetapi sudah ada dalam diskusi pihak perusahaan untuk menyelesaikan.

“Nah, pemerintah harus mendorong bagaimana mengubah status kawasan itu supaya menjadi jalan kabupaten. Sekarang ‘kan statusnya bukan milik pemkab,” jelasnya.

Pihaknya mendorong agar status tersebut diubah dalam pembahasan tata ruang. Dia berharap, dapat terselesaikan. Sehingga, bisa dianggarkan melalui APBD, untuk perbaikan jalan. Terutama penyemenan jalan dan pengaspalan di kawasan tersebut.

“Kalau sudah selesai (status kawasan), tidak lagi saling melempar tanggung jawab. Kami bersyukur adanya perusahaan. Mereka sebenarnya sudah berbuat. Tetapi, kadang-kadang tidak dalam bentuk laporan,” ucapnya.

Dia meminta agar semua jalan tersebut diinventarisasi. Baik jalan di dalam perkampungan, akses utama antar kecamatan dan desa atau kabupaten. Meski perusahaan sudah mengambil peran. Tetap perlu didorong agar dilaksanakan dengan baik.

“Makanya pembenahan tata ruang dan perubahan status kawasan penting. Selama ini hanya bisa menganggarkan untuk perbaikan jalan di dalam desa. Tidak bisa untuk jalan utama, karena milik perusahaan. Bupati dan DPRD sudah mendorong agar pihak perusahaan bertanggung jawab. Sambil menunggu perubahan status kawasan,” akunya.

Laporan perusahaan yang memperbaiki jalan harus ada. Jangan tidak sama sekali. Hal tersebut harus diperhatikan. Sehingga cepat berdampak bagi kehidupan dan perekonomian masyarakat. Makanya perlu sinkronisasi antara provinsi dan kabupaten.

“Listrik memang belum merata dengan baik. Kami terus mendorong. Tapi, bagaimana perekonomian masyarakat bisa tumbuh dari hasil perkebunan masyarakat melalui kerja sama CSR harus diperhatikan. Bisa melalui pembinaan masyarakat di desa-desa,” pungkasnya.

[El | NON | ADV DPRD KUTIM]



Berita Lainnya