Opini

Keluarga Berencana sebagai Asa Pembangunan Manusia Kaltim

Kaltim Today
27 Juli 2020 12:46
Keluarga Berencana sebagai Asa Pembangunan Manusia Kaltim

Oleh: Sanjaya Abdillah Karim, S.Tr.Stat., (Statistisi BPS Kabupaten Penajam Paser Utara)

Keluarga Berencana atau yang biasa disingkat dengan KB merupakan istilah yang sering kita dengar di tengah masyarakat. Wajar saja, istilah tersebut sudah digalakkan pemerintah sejak era 1970-an. Jargon yang ditampilkan pemerintah saat itu, “Dua Anak Cukup” semakin membuat program KB tersebut mudah dimengerti dan diterima masyarakat luas.

Berbicara mengenai KB sebagai salah satu gerakan berbasis kependudukan, akan sangat erat kaitannya dengan kualitas manusia di dalamnya. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, Povinsi Kalimantan Timur meraih peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi ketiga di Indonesia, setelah DKI Jakarta dan D.I Yogyakarta. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan pemerintah dalam upaya membangun kualitas hidup manusia yang terdiri dari 3 aspek, yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup layak. Namun, apakah IPM yang tinggi secara otomatis menjamin kualitas kesehatan masyarakat yang baik? Lalu, adakah kaitan antara kualitas kesehatan baik dengan sukses tidaknya program KB?

Jika melihat data tahun 2019, dari total 3.721.389 penduduk Kaltim, 2.125.598 di antaranya berusia 15-49 tahun, terdiri dari 1.117.140 laki laki dan 1.008.458 perempuan. Lebih rincinya, ada sekitar 641.301 Pasangan Usia Subur (PUS). Maksud dari Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur antara 15 sampai 49 tahun (Ida Bagoes Mantra, 2003:151). Itu artinya, sekitar 34,47% penduduk Kaltim adalah pasangan suami istri usia produktif dan menjadi sasaran utama dari program KB. Sejak 2015, jumlah PUS tersebut terus mengalami peningkatan drastis seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. 

Lebih jauh lagi, Pasangan Usia Subur (PUS) yang telah mendaftarkan diri dan mengikuti program KB akan tercatat sebagai peserta KB. Dari semua peserta KB tersebut dapat dibagi lagi menjadi dua klasifikasi lagi, yaitu Peserta KB Aktif dan Peserta KB Baru. Peserta KB Aktif adalah PUS yang saat ini telah menggunakan salah satu alat kontrasepsi tanpa diselingi kehamilan. Sedangkan Peserta KB Baru adalah PUS yang baru pertama kali menggunakan alat/cara kontrasepsi dan atau PUS yang kembali menggunakan metode kontrasepsi setelah melahirkan/keguguran. Bila disandingkan dengan data BPS, tercatat 459.764 orang sebagai peserta KB aktif, sedangkan peserta KB baru di tahun 2019 mencapai 64.495 orang. Hal ini semakin menunjukkan bahwa, peserta KB, sebagai pondasi terbentuknya suatu keluarga dapat dijadikan sasaran strategis untuk menyukseskan berbagai program pembangunan manusia. 

Melihat jumlah peserta KB yang besar, tak terlepaskan dari penggunaan alat kontrasepsi. Alat kontrasepsi yang dimaksud adalah metode atau perangkat yang digunakan untuk mencegah atau menunda kehamilan saat berhubungan suami istri, seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya. Tercatat 459.764 orang atau sekitar 71.69% dari PUS menggunakan alat KB, dengan rincian 50.970 (11,1%) IUD, 12.550 (2,7%) MOW, 1.146 (0,2%) MOP, 15.076 (3,3%) kondom, 32.219 (7%) Implant, 211.726 (46,1%) suntikan, dan 136.077 (29,6%) pil. Jumlah pengguna alat KB yang besar ini menunjukkan peran aktif dan antusiasme pasangan usia subur dalam menjaga kesehatan reproduksi mereka.

Membahas mengenai penggunaan alat KB, tentunya harus ditunjang dengan tenaga kesehatan berkualitas dan fasilitas memadai. Setidaknya telah terdapat 234 Klinik Keluarga Berencana (KKB) milik pemerintah serta 102 KKB swasta di Kaltim. Selain itu, juga terdapat 984 Pos Pelayanan Keluarga Berencana Desa (PPKBD) dan 7069 Sub PPKBD yang tersebar di seluruh kabupaten/kota. Sedangkan untuk jumlah tenaga kesehatan, paling tidak ada 78 Dokter Praktek Swasta (DPS), 372 Bidan Praktek Mandiri (BPM), serta 675 tenaga kesehatan pada fasilitas kesehatan di tingkat Desa yang dapat membantu masyarakat dalam mengikuti program KB.

Berkaca dari berbagai aspek di atas, seperti jumlah PUS yang besar, peran aktif PUS dalam mengikuti program KB, serta tersedianya berbagai fasilitas maupun tenaga kesehatan yang memadai, pada dasarnya dapat dijadikan sebagai modal awal dalam penyusunan strategi pembangunan manusia. Bagaimana tidak, dibalik program dianggap sebelah mata ini, terdapat berbagai macam manfaat dan dampak positif yang dapat dipetik, mulai dari aspek demografi, sosial, lingkungan, ekonomi, bahkan hingga ketahanan dan stabilitas nasional. 

Pertama, manfaat Keluarga Berencana tak hanya sebatas mengendalikan jumlah kelahiran, seperti yang sudah kebanyakan orang ketahui. Penyuluhan dan konseling yang diberikan oleh petugas KB akan meningkatkan kesehatan reproduksi, pengetahuan dan mental sang ibu, sehingga akan mengurangi risiko anak lahir mati maupun anak kurang gizi. Di samping itu, mental ibu dan calon ibu yang baik, dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam merawat anak.

Selain pengetahuan tentang reproduksi, program KB juga menekankan pada pengaturan jarak kelahiran anak. Jarak kelahiran erat kaitannya dengan kemampuan orangtua dalam membesarkan sang buah hati. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan finansial maupun kemampuan psikologis dan mental. Kemampuan finansial terkait dengan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan kemampuan psikologis dan mental lebih menekankan pada kemampuan membagi waktu antara pekerjaan dan mengurus rumah tangga dan anak. Dengan demikian, adanya jarak kelahiran yang sesuai dengan kemampuan, akan membuat mereka lebih fokus dalam merawat dan menemani tumbuh kembang anak-anaknya.

Bila didalami lagi, dari sisi lingkungan, fungsi pengendalian jumlah penduduk dari program KB akan menekan angka pertumbuhan penduduk. Hal ini penting, karena bila pertumbuhan penduduk dapat ditekan, maka kepadatan penduduk pada suatu wilayah juga dapat dikendalikan. Berbagai dampak buruk terhadap lingkungan yang tercipta dari lingkungan padat penduduk dapat dihindari, seperti berkurangnya pemukiman kumuh, terkendalinya sampah rumah tangga, hingga bertambahnya luas lahan terbuka sebagai tempat meresapnya air.

Selanjutnya, dampak pada sisi sosial dan ekonomi tak kalah menarik untuk dibahas. Secara tidak langsung, jumlah pertumbuhan penduduk yang terkendali, akan memudahkan pemerintah dalam melakukan kontrol berbagai program yang dijalankan, seperti bantuan sosial, penyediaan lapangan pekerjaan, pelayanan kesehatan, hingga program berbasis pendidikan. Apabila berbagai program penunjang pembangunan manusia tersebut berjalan lancar, angka kriminalitas, pengangguran, dan kematian akibat penyakit akan dapat ditekan, yang berarti secara tidak langsung dapat memperkuat stabilias ketahanan masyarakat secara nasional. 

Meskipun kita ketahui bersama, setiap kali membahas mengenai program KB, yang ada di pikiran kita sebatas penggunaan alat kontrasepsi untuk mengatur jumlah anak dalam sebuah keluarga. Padahal jauh dari itu, seperti yang sudah kita bedah di atas, banyak manfaat yang dapat diambil. Program KB yang sukses, akan berdampak pada ketahanan keluarga sebagai sebuah institusi terkecil untuk menjamin keberlangsungan kehidupan yang layak. Melihat kondisi ini, dan tentunya setelah melihat data lain dari berbagai sektor, dapat digunakan bagi pemangku kebijakan dalam memutuskan arah pembangunan ke depan. Terlebih lagi, melihat Kaltim dijadikan sebagai ibu kota negara yang baru, tentunya berbagai program pembangunan jangka menengah dan panjang penting untuk dimulai dari sekarang. Karena pada dasarnya, semua pembangunan yang dilakukan adalah bersumber dan ditujukan untuk kesejahteraan manusia di dalamnya.(*)

*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co 


Related Posts


Berita Lainnya