Opini

Konsep Tazkiyatun Nafs, Upaya Mewujudkan UU Sisdiknas dalam Lingkaran Covid-19

Kaltim Today
17 April 2020 20:40
Konsep Tazkiyatun Nafs, Upaya Mewujudkan UU Sisdiknas dalam Lingkaran Covid-19

Oleh : Husnaini Nasution (Mahasiswa Hukum UMKT)

Sebagian besar, orang meyakini bahwa kisah awal penyebaran virus Corona (Covid-19) bermula di akhir 2019 ketika seseorang terjangkit virus Corona dari hewan yang diperdagangkan di pasar seafood Hunan, Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kisah tersebut kemudian berkembang menjadi tragedi memilukan dalam sejarah umat manusia di era kekinian. Bermula dari infeksi di Wuhan, Covid-19 kini telah menyebar ke seluruh dunia dan menewaskan hampir 80.000 orang. Namun, terdapat beberapa aspek misterius tentang asal mula Covid-19 yang masih terus digali oleh para ilmuwan, termasuk spesies hewan apa yang sebenarnya menularkan virus ini kepada manusia. Hal ini menjadi sangat penting, sebab dengan mengetahui aspek penularan dan obat vaksin wabah virus tersebut yang masih simpang-siur hingga saat ini, kemungkinan terjadinya pandemi berikutnya bisa dicegah.

Tanpa terkecuali, virus itu sudah masuk ke negara yang kita cintai, Indonesia. Dari awal berita, ada beberapa orang yang terinfeksi, semakin hari semakin bertambah dan meluas hingga menghancurkan berbagai sendi-sendi kehidupan dalam negara, berbagai aspek menjadi dampak keganasan virus ini. Kemudian yang lebih memilukan lagi, dunia pendidikan harus ikut serta menjerit, ini adalah yang membahayakan apapun yang terjadi pendidikan tidak boleh berhenti, maka jika pendidikan terhenti kita hanya akan tinggal menunggu hancurnya peradaban, jelas ada undang-undang tentang sistem pendidikan nasional No 20/2003 pada bab 2 pasal 3 dijelaskan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam pasal tersebut, jelas bahwa ada kewajiban mencerdaskan kemudian membentuk watak agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Tentu di tengah wabah yang sampai hari ini belum ada kepastian kapan berakhir mengharuskan siswa belajar di rumah dengan sistem jarak jauh, sekalipun ini sangat tidak efektif namun memang harus kita akui itulah cara yang terbaik yang bisa dilakukan saat ini. Tetapi untuk jalinan kedekatan emosional antara pendidik dan peserta didik yang saling berinteraksi , bertegur sapa, bercanda ria akan sulit terjadi. Sebab belajar itu tidak sekedar transfer knowledge tetapi juga transfer character.

Akademik barangkali bisa kita kejar namun pembentukan karakter sangat sulit bisa dilakukan karena tentu terbatas pada sisi keteladanan seorang pendidik. Maka dalam hal ini, perlu solusi untuk mengatasi persoalan tersebut yakni dengan mengajarkan untuk mensucikan jiwa dan hati peserta didik dengan jalan tazkiyatun nafs karena manusia diciptakan oleh Allah dalam dua dimensi jiwa. Dimensi jiwa dalam kehidupan manusia sangat berpengaruh dalam membina perjalanan keimanan, keislaman dan keihsanan seorang muslim. Pentingnya wahana ruhani tersebut, dalam hal ini, jiwa merupakan eksistensi terdalam yang senantiasa membutuhkan konsumsi spiritual agar berkembang tumbuh sehat dan mandiri. Sebab pendidikan seorang muslim tidak akan berhasil secara maksimal apabila tidak mengolah rasa jiwannya sampai pada tahap kesucian, kemuliaan, dan keluhuran.

Untuk mencapai tahap keluhuran, maka harus dimulai dari tahap pertama yaitu tahap penyucian jiwa. Tahap inilah yang dalam istilah bahasa arab disebut tazkiyatun nafs. Tazkiyah dimaksudkan sebagai cara untuk memperbaiki seseorang dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi dalam hal sikap, sifat, kepribadian dan karakter. Alqur’an menyeru manusia untuk mengamati dirinya dan juga untuk mensucikannya dalam hal usaha memahami dan menjelaskan isi kandungan Alqur’an seperti yang dikehendaki oleh Allah.

Setelah melakukan kajian yang mendalam, diketahui bahwasanya dalam surat Asy-Syams ayat 9-10 yaitu sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. Dari ayat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa konsep tazkiyatun nafs adalah proses penyucian pengembangan jiwa manusia serta proses pertumbuhan, pembinaan dan pengembangan akhlakul karimah dalam diri dan kehidupan manusia dan dengan menyeimbangkan pendidikan jasmani dan rohani, pendidikan Islam sesungguhnya menganut prinsip yang disebut “pendidikan manusia seutuhnya”. Dan pada akhirnya terciptalah kesempurnaan insani yang merupakan tujuan pendidikan Islam.

Sebagaimana manusia ingin menjadi yang beruntung, mesti gemar membersihkan jiwa dan berusaha sekuat tenaga menjauhkan diri dari hal-hal yang akan mengotorinya. Adapun tahap yang ditempuh dalam proses penyucian jiwa adalah sebagai berikut:

Tathahharu (Penyucian Jiwa)

Tathahharu artinya mengangkat dan membersihkan jiwa dari segala penyakit. Contoh-contoh penyakit hati adalah kufur, nifak, kefasikan,bid’ah, riya’, cinta kedudukan dan kepemimpinan, kedengkian, ujub, kesombongan, kebakhilan, keterpedayaan, marah yang zhalim, cinta dunia dan mengikuti hawa nafsu. Oleh karena itu, beberapa penyakit hati yang telah disebutkan di atas sudah tidak asing lagi bagi orang awam maupun khusus, karena setiap muslim berkewajiban menghindari penyakit-penyakit ini dan berusaha untuk terbebas darinya. Pembersihan diri diawali dengan taubat. Taubat adalah penyesalan yang melahirkan kesungguhan tekad dan niat untuk kembali dari kemaksiatan kepada ketaatan.

Tahaqquq

Tahaqquq yaitu memasukkan atau menghiasi segala sesuatu yang selayaknya berada di dalam jiwa. Contoh-contoh tahaqquq antara lain, tauhid dan ubudiyah, ikhlas, shidiq kepada Allah, zuhud, tawakkal, mahabbatullah, takut dan harap, takwa dan wara’, syukur, sabar,taslim, ridha, muqarabah, musyahadah (ihsan) dan taubat secara terus menerus.

Takhalluq

Takhaluk berarti berakhlak dengan nama-nama Allah yang indah dan meneladani Rasulullah. Sebagaimana sebagian nama-nama Allah yang bagus juga bisa dijadikan sebagai acuan akhlak manusia, seperti kedermawanan, kemurahan, kesantunan, kasih sayang, sabar, syukur, dan adil. Dari sinilah para ahli perjalanan spiritual kepada Allah berarti\berakhlak dengan apa yang seharusnya dijadikan sebagai akhlak dari nama-nama Allah yang indah dengan tetap menyadari bahwa hanya milik Allah keteladanan yang tinggi. Oleh karena itu, jika manusia berakhlak dengan nama-nama Allah maka dengan hal itu dapat dikatakan sebagai peningkatan derajat kemanusiaan. Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Munqiz min al-Dhalal mengatakan bahwa, proses pengamalan nilai-nilai spiritual dapat ditempuh oleh seorang spiritualis melalui tiga strategi dasar, yaitu pertama, menyucikan qalbu secara total dari selain Allah. Kedua, melakukan dzikir kepada Allah secara total. Ketiga, lebur dalam zat Allah.

Dengan demikian konsep tazkiyatun nafs adalah menjadi penting bagi terwujudnya karakter di tengah kondisi seperti ini agar duniawi dan ukhrowi nya dapat tercapai, jika pembelajaran jarak jauh menjadi sulit mebentuk karakter maka arahkan untuk melakukan tazkiyatun nafs di rumah sebagai upaya melangsungkan UU sisdiknas tetap berjalan dalam mencerdaskan dan membentuk watak atau karakter.(*)

*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co



Berita Lainnya