Samarinda

Ribut-Ribut Pejabat Ditengarai Hilangnya Dana Aspirasi Dalam APBD Perubahan 2019

Kaltim Today
08 Januari 2020 21:26
Ribut-Ribut Pejabat Ditengarai Hilangnya Dana Aspirasi Dalam APBD Perubahan 2019
Cuplikan video ribut-ribut pejabat pada Oktober silam hingga nyaris terjadi adu jotos.

Kaltimtoday.co, Samarinda - Beredarnya video ribut-ribut para pejabat pada Minggu (5/1/2020) lalu, rupanya memang benar pernah terjadi meskipun, waktu asli dari kejadian tersebut cukup terpaut beberapa bulan silam. Para pejabat di dalam rekaman berdurasi 43 detik itu diketahui, berasal dari pejabat Pemkot Samarinda dengan sejumlah mantan anggota DPRD Samarinda. Silang pendapat hingga nyaris adu jotos itu disebabkan permasalahan anggaran. Sejumlah anggota DPRD disebut tidak terima karena dana aspirasi mereka dicoret Pemkot tanpa penjelasan terperinci.

Saat ditelusuri, seseorang yang mengaku berada dalam pertemuan tersebut berkenan menerangkan duduk persoalannya kepada awak media. Adalah Saiful, mantan anggota Komisi III DPRD Samarinda, yang membeberkan penyebab kericuhan itu. Menurutnya, persitegangan waktu itu ditengarai usulan kegiatan atau pokok pikiran (pokir) reses yang dicoret dalam pembahasan APBD Perubahan 2019 lalu oleh Pemkot Samarinda.

"Waktu itu banyak yang dicoret (pokok pikiran)," jelas Saiful kepada awak media saat dikonfirmasi siang tadi.

Keributan tersebut, juga dikatakan Saiful, terjadi di sebuah rumah makan kawasan Jalan Ir H Juanda, Kecamatan Samarinda Ulu, tepar pada lantai tiga bangunan tersebut. Dia juga menerangkan, kalau waktu kejadian sebenarnya pada Oktober 2019 silam. Lebih jauh dijelaskannya, bahwa anggota dewan periode 2014-2019 telah mengajukan usulan kegiatan setahun sebelumnya atau pada 2018. Itu berarti, dalam pandangan mereka, usulan semestinya masuk pembahasan anggaran 2019. Belakangan, usulan tersebut lenyap dalam pembahasan. Kemarahan bermula ketika sejumlah anggota DPRD mengonfirmasi alasan pencoretan usulan kegiatan kepada sekkot, ketua DPRD, dan wali kota. Namun, menurut Saiful, jawaban ketiganya tidak sinkron.

"Semacam dipingpong. Itu yang bikin mereka (sejumlah anggota DPRD periode 2014-2019) emosi. Padahal, pokok pikiran itu kan punya dasar hukum," beber Saiful.

Usulan kegiatan ini disebut sudah melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbang) di setiap kecamatan. Dalam perjalanan, usulan kegiatan tiba-tiba hilang atau dicoret begitu masuk ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atau Bappeda Samarinda.

"Alasan pencoretan itu yang tidak dijelaskan pemerintah kota," ulang Saiful.

Seorang anggota DPRD periode 2014-2019 yang tak mau namanya ditulis menambahkan keterangan yang lain. Keributan itu, katanya, bermula karena setiap anggota DPRD seharusnya memiliki jatah Rp 1 miliar untuk hasil setiap reses. Disebut sebagai dana aspirasi. Dari Rp 1 miliar tersebut, biasanya dibagi menjadi lima peket usulan atau proyek pekerjaan yang berlokasi di daerah pemilihan masing-masing-masing. Adapun unsur pimpinan, menerima dana aspirasi di atas Rp 5 miliar.

Dalam perjalanannya, dana aspirasi anggota DPRD yang tidak terpilih di periode 2019-2024 dicoret dalam daftar APBD Perubahan 2019. Itulah yang membuat sejumlah anggota dewan tadi berang. Adu mulut dan urat pun terjadi. Gelas-gelas pecah dan gebrakan meja terdengar, seperti terekam di dalam video.

Selain itu, mantan anggota dewan periode 2014-2019 lainnya bernama Datuk Hairil Usman yang terlibat selisih paham mengakui bahwa, keributan memang tengah membahas pokir.

"Bukan anggaran. Tapi kami pertanyakan pokir, kenapa tiba-tiba diganti dengan kegiatan yang lain," jelasnya.

Tak ingin ada keselahpahaman, Hairil pun langsung menyambangi ruang kerja Sekretaris Kota (Sekkot) Samarinda Sugeng Chairuddin, di Balaikota, Selasa (7/1/2020).

Dia bersama enam anggota dewan periode sebelumnya tetap bersikukuh kepada Pemkot Samarinda, agar pokir mereka bisa diwujudkan. Sebab hal ini menjadi janji mereka saat masih menjabat sebagai wakil rakyat.

"Karena saya sudah janji kepada masyarakat. Meskipun tidak menjabat lagi, tapi saya merasa tidak enak dengan masyarakat kalau tidak ada realisasinya," beber Hairil yang dulunya menjadi perwakilan dapil Sungai Kunjang.

Kedepannya dia menyarankan, kepada Sugeng selaku ketua TAPD untuk mewujudkan pokir yang harusnya ada dalam APBD tahun lalu. Sebab jika kegiatan berubah, bisa dianggap melanggar aturan.

"Sudah jelas ada dalam APBD. Kan kami yang mengesahkan. Tiba-tiba hilang itu kan jelas ada pelanggaran. Kami akan tetap mendorong pokir kami," pungkasnya.

[JRO | RWT]


Related Posts


Berita Lainnya