Samarinda

Tata Ritual Ibadah di Kelenteng Thien Ie Kong Diubah, Umat Desak Agar Segera Dikembalikan Seperti Semula

Kaltim Today
10 Mei 2021 17:09
Tata Ritual Ibadah di Kelenteng Thien Ie Kong Diubah, Umat Desak Agar Segera Dikembalikan Seperti Semula
Potret suasana di dalam Kelenteng Thien Ie Kong di Jalan Yos Sudarso Samarinda.

Kaltimtoday.co, Samarinda - Forum Umat Peduli Kelenteng Thien Ie Kong (FUPK-TIK) Samarinda mendesak pengembalian tata ritual. Hal itu disampaikan oleh Ketua sekaligus juru bicara FUPK-TIK, Ali Gunawan.

Ali mengungkapkan bahwa, dia bersama umat yang tergabung ke dalam FUPK-TIK menginginkan agar tata ritual dikembalikan seperti semula. Disebutkan bahwa peniadaan tata ritual persembahyangan dilakukan oleh pengurus.

"Kami sudah suarakan ini sejak 1 tahun lalu, tapi belum juga ditanggapi jajaran pengurus kelenteng," ungkap Ali pada Minggu (9/5/2021).

Oleh sebab itu, pihaknya mendesak pihak pengurus untuk segera mengembalikan tata ritual yang telah berlangsung sejak 116 tahun. Ali menyebut, kesabaran umat sudah habis sebab sejak 1 tahun terakhir tak ada itikad baik dari pengurus kelenteng.

"Kegelisahan yang dirasakan 1 tahun terakhir, membuat umat tidak bisa beribadah dengan hati tentram. Sementara tidak sedikit pun terlihat itikad baik dari pengurus," lanjutnya.

Alhasil, FUP-TIK memberi waktu 4 hari kepada pengurus untuk mengembalikan tata ritual seperti sedia kala. Apabila dalam waktu 4 hari tidak ada tanggapan, dengan terpaksa umat akan bertindak secara mandiri untuk mengembalikannya.

"Apabila dalam waktu 4 hari, terhitung sejak 10 Mei 2021 pengelola kelenteng tidak mengembalikan tata ritual seperti semula, jangan salahkan kami jika bertindak sendiri untuk mengembalikan tata ritual persembahyangan yang telah berlangsung sejak 116 tahun ini," tegasnya.

Selain gelisah, perubahan tata ritual sebenarnya menimbulkan pertanyaan di benak para umat. FUPK-TIK menyebut, hal itu dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan umat dan sejumlah pengurus yang lain.

Peniadaan tata ritual yang dimaksud adalah mengenai atribut atau peralatan peribadatan yang biasa ditemui di masing-masing altar singgasana para Dewa di dalam kelenteng. Atribut justru berubah dan dihilangkan.

Hal itu dinilai berdampak pada suasana kebatinan yang dirasakan umat ketika berdoa di depan Dewa. Sebab tidak dilengkapi dengan atribut seperti dulu.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Kaltim Today (@kaltimtoday.co)

Ali menegaskan bahwa, para pengurus hanya bertugas melayani atau memfasilitasi keperluan atau kepentingan umat untuk urusan peribadahan. Namun tak berhak mengubah ritual peribadatan, apalagi yang sifatnya mendasar.

"Jika hal seperti ini dibiarkan, dikhawatirkan akan berkembang lebih parah dan akan terjadi ritual yang menyimpang," tegas Ali.

Ali menjelaskan, di kelenteng terdapat 7 Dewa dengan kelebihan masing-masing. Salah satunya Dewa Tuan Rumah. Setiap Dewa, biasanya dilengkapi sejumlah atribut yakni tempat dupa, lilin, minyak, serta tempat untuk menaruh sesembahan dari umat.

Namun sejak Juni 2020, semua berubah. Para Dewa tak lagi dilengkapi atribut tersebut. Altar persembahyangan dan perlengkapan yang biasanya ada di dekat Dewa, justru ditiadakan.

"Tata ritual yang selama ini dilakukan oleh para leluhur memegang teguh pada ajaran Tri Dharma dan berpedoman pada Kitab Tao. Termasuk yang dilakukan oleh umat ketika sembahyang di Kelenteng Thien Ie Kong dan itu sudah berlangsung sejak 116 tahun lalu," lanjut Ali.

Menurut informasi yang diperoleh, alasan peniadaan tata ritual yang dilakukan adalah demi keamanan dan mengurangi risiko kebakaran. Efendy, salah satu umat yang tergabung di FUPK-TIK menambahkan bahwa alasan itu tidak mendasar.

Sebab selama ini tak pernah terjadi apapun di kelenteng meski banyak dupa dan lilin yang mengelilingi di sekitar para Dewa. Sehingga banyaknya asap dupa dan bahaya kebakaran yang dijadikan asalan sangat tidak tepat.

"Kelenteng pasti banyak dupa dan asap. Ratusan tahun tak pernah terjadi apa-apa. Tidak ada keluhan juga. Sehingga perubahan yang terjadi terkesan sepihak tanpa melibatkan sejumlah pihak yang berkompeten," tegas Efendy.

Dalam hal ini, FUPK-TIK menilai peniadaan itu melanggar etik beribadah. Serta mengganggu religi dan kebatinan umat ketika memanjatkan doa di hadapan para Dewa yang tak dilengkapi sejumlah atribut lagi. Apalagi setiap aturan dan perlengkapan para Dewa di altar memiliki pertimbangan Feng Shui yang sudah begitu dipercaya.

Sebagai informasi, Feng Shui merupakan ilmu topografi kuno dari Tiongkok yang memercayai bagaimana manusia, surga, dan bumi dapat hidup dalam harmoni untuk membantu memperbaiki kehidupan.

Sementara itu, awak media juga berusaha mengonfirmasi ke pengurus kelenteng pada Senin (10/5/2021). Perwakilan Pengurus Kelenteng Thien Ie Kong, Hansen menyebut masih akan berkomunikasi dengan internal pengurus terkait protes yang disampaikan para umat.

"Akan kami komunikasikan dengan internal pengurus menyikapi hal ini. Sebab, sementara ini pihak pengurus masih disibukkan dengan agenda sosial pembagian sembako jelang hari raya Idul Fitri," pungkas Hansen singkat.

[YMD | RWT]

[related_posts_by_tax taxonomies="post_tag


Related Posts


Berita Lainnya