Uncategorized

Tujuh Tahanan Asal Papua di Polda Kaltim Minta Pulang

Kaltim Today
15 November 2019 13:13
Tujuh Tahanan Asal Papua di Polda Kaltim Minta Pulang
Tujuh tahanan Papua di Polda Kaltim.

Kaltimtoday.co, Samarinda - Tujuh orang tahanan yang diduga telah melakukan makar di Papua saat ini sudah berstatus sebahai tersangka dan berada di rumah tahanan Polda Kaltim, sejak dikeluarkannya surat pemindahan mereka dari Polda Papua pada 4 Oktober silam.

Alasan pemindahan itu adalah dilakukan Korps Bhayangkara untuk menjaga keamanan pada proses persidangan nanti. Ketujuh tahanan politik itu adalah Buktar Tabuni, Agus Kossay, Fery Kombo, Alexander Gobay, Steven Itlai, Hengki Hilapok, dan Irwanus Uropmabin.

Meski polisi beralasan demi keamanan. Namun nyatanya ke tujuh tahanan ini berkeinginan agar bisa ke kembalikan ke Papua agar dapat berinteraksi dengan keluarga. Hal tersebut disampaikan Ni Nyoman Suratminingsih, salah satu kuasa hukum tersangka saat dihubungi pada Kamis (14/11/2019) malam tadi, melalui telpon selulernya.

Ni Nyoman bersama rekannya membesuk ke tujuh tahahan politik Papua tersebut di Polda Kaltim, Rabu (13/11/2019) lusa lalu. Pembesukan ini bukanlah yang pertama. Ia sebelumnya juga pernah mengunjungi ke tujuh tahanan ini pada Oktober lalu.

"Mereka semua tertekan secara psikis. Karena jauh dari kampung halaman. Begitupun dengan keluarga. Mereka sangat rindu dan ingin segera bisa berjumpa," bebernya.

Keinginan itu sepertinya harus dikubur dalam-dalam. Karena pihak kepolisian menolak permintaan keluarga untuk memulangkan tujuh tahanan politik Polda Papua. Alasannya, langkah pemindahan ke Kaltim tersebut demi melindungi kepentingan umum yang lebih besar pasca terjadinya kerusuhan di Papua pada Agustus lalu.

Ni Nyoman mengaku akan menghargai keputusan polisi tersebut. Karena bertujuan melindungi kepentingan umum. Akan tetapi keputusan itu juga seharusnya memperhatikan sisi kemanusiaan dan dan kondisi psikologis ke tujuh tersangka ini.

Maklum jarak Papua dan Kaltim itu tak dekat, ada 2.464 kilometer harus dilalui. Biaya dan jarak menjadi alasan keluarga tak bisa berbuat banyak.

"Tidak sekalipun mereka diberikan akses komunikasi langsung. Kecuali, komunikasi itu melewati kuasa hukumnya," imbuhnya.

Ni Nyoman menambahkan sudah sewajarnya jika para tersangka, meminta untuk dipulangkan mengingat sejak awal proses pemindahan dari rutan Polda Papua ke Polda Kaltim pada 4 Oktober 2019 hanya didasarkan surat Direskrimum Polda Papua Nomor :B/816/X/RES.1.24/2019/Direskrimum, tertanggal 4 Oktober 2019. Dan langkah itu menyalahi prosedur sebab jika merujuk pada ketentuan Pasal 84 dan 85 KUHAP bahwa Pengadilan Negeri atau Kejaksaan Negeri memiliki wewenang untuk mengatur pemindahan tahanan.

"Karena itu pemindahan tahanan terhadap klien kami menyalahi prosedur,” jelasnya.

Bahkan, dia menyatakan, selama 1,5 bulan berada di Polda Kaltim, mereka tak mendapatkan akses terhadap rohaniawan. Bahkan akses ibadah Sabtu dan Minggu juga tak diperoleh. Hal tersebut diketahui dari pengakuan para tersangka. Lebih lanjut, ketujuh tahanan politik papua yang ditahan di Rutan Polda Kaltim sebagian besar adalah aktivis. Sekali lagi, harapan mereka hanya satu, bisa pulang ke Papua.

"Kami selaku kuasa hukum berharap pihak kepolisian memulangkan mereka kembali ke Papua untuk menjalani proses hukumya di sana. Karena jika ditahan di Polda Papua sewaktu waktu keluarga bisa berkunjung untuk sekedar melepas rindu dan memberi dukungan moril,” pungkasnya.

[JRO | TOS]



Berita Lainnya