Kaltim

Untuk Terbang Tinggi Unmul Harus Membumi

Kaltim Today
26 Juni 2022 14:00
Untuk Terbang Tinggi Unmul Harus Membumi
Caoin Rektor Baru Unmul: Irwan Gani

MENJABAT sebagai ketua senat  sejak 2019, Irwan Gani, paham betul masalah yang dihadapi Unmul saat ini. Berangkat dari kesadaran tersebut, pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ini memutuskan untuk maju sebagai salah satu kandidat dalam Pemilihan Rektor Unmul 2022. 

Beberapa masalah yang akan dia selesaikan jika terpilih sebagai rektor misalnya lulusan mendapat pekerjaan. Selama ini, menurutnya, hal tersebut belum mendapati perhatian serius. Padahal lulusan yang mendapat pekerjaan setelah menyelesaikan studi dan mendapat gaji layak menjadi salah satu indikator penting keberhasilan perguruan tinggi.

Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar ini juga mengaku bakal mendorong kemandirian sumber daya untuk menopang keuangan Unmul. Sehingga meski masih berstatus perguruan tinggi badan layanan umum (PTN BLU), Unmul secara finansial lebih mapan dan tidak bergantung hanya dari pemasukan uang kuliah tunggal yang dibayar mahasiswa.

Berikut perbincangan lengkap wartawan Kaltim Today dengan calon rektor baru Unmul, Irwan Gani, ditemui di tengah persiapan  jelang penyampaian visi, misi, dan program kerja pada 28 Juni mendatang.

Sebagai ketua senat yang selama ini mengawasi kinerja rektor. Sekarang mencalonkan diri sebagai rektor, apa alasannya?

Saya berkepentingan karena demokrasi kampus itu harus jadi teladan bagi organisasi. Kampus tempat orang belajar tapi bukan masalah keilmuan saja, tapi juga hal-hal yang muncul dan berkembang di masyarakat.

Demokrasi menurut saya ukurannya adalah semakin banyaknya calon, walaupun dalam peraturan menteri tentang pemilihan pimpinan perguruan tinggi itu sudah diatur juga, minimal 4 calon. Nah dalam perkembangannya, beberapa periode yang lalu, kita memang kesulitan mencari calon. Jadi, kadang-kadang hanya muncul dua, apalagi kalau masih ada incumbent dan lain sebagainya. Panitia kasian, nyari-nyari kandidat bakal calon.

Di posisi itu tentu saja semakin banyak calon itu menunjukkan demokrasi yang semakin baik. Selain memang dari sisi kualitas calon pun harus beragam. Karena sesungguhnya di kampus punya banyak identitas. Ada dosen, mahasiswa, tenaga pendidikan, pengelola, para pejabat, dan lain sebagainya.

Saya melihat ketika didominasi oleh para pejabat ini menjadi pilihan yang beragam. Jadi tidak hanya dari jumlah tapi dari kualitas jumlahnya. Dari kualitas calon juga harusnya beragam.

Dari situlah saya berpikiran, didukung teman-teman, kenapa kita tidak memberikan alternatif (pilihan). Tujuannya tidak lain dan tidak bukan memberi contoh dan teladan bagaimana demokrasi yang sehat dan berkualitas.

Apa yang Anda akan tawarkan kepada seluruh civitas akademika di Unmul kalau terpilih menjadi rektor? Visi misi dan program kerja untuk Unmul?

Bisa diakumulasi dalam satu tagline "Membumi untuk Terbang Tinggi". Membumi artinya di sini bahwa kita punya sumber daya. Banyak keberhasilan dari rektor sebelumnya. Prestasi akreditasi sudah A. Infrastruktur banyak dibangun. Kemudian kita nomor satu di riset bidang energi.

Kita sekarang juga peringkat 14 dari 34 PTN BLU. Ada PTN Satker. Itu yang paling rendah statusnya. Ada PTN BLU. Diatasnya ada PTN BH. Nah kita PTN BLU ada di peringkat 11 dari 34. Tentunya capaian-capain ini ada juga kelemahan-kelemahan yang kita hadapi. Misalnya katakanlah komposisi dosen. Komposisi dosen itu masih terlalu berat di posisi lektor ke bawah. Ada 4 jabatan, asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan guru besar. Ternyata kita gendut di lektor kepala.

Jadi jenjang ini agak lambat?

Iya. Ini sebuah masalah. Kemudian berbicara tentang research. Research eksak bagus, tapi ada gap dengan sosial humaniora. Sehingga dengan adanya gap itu, berarti juga ada masalah. Di depan mata juga ada masalah. Ada 1.500 tenaga honorer yang akan dihapuskan pada 2023. Jangan lupa.

Honorer 2023 sudah dihapuskan. Bagaimana tindak lanjutnya dan sebagainya ini juga jadi masalah. Harus dicarikan jalan keluarnya. Terus ada juga masalah di remunerasi. Saya terlibat di posisi awal remunerasi ini sampai sekarang permasalahan utamanya kan karena tingkat pendapatan yang kecil. Terlalu bertumpu kepada UKT. Sementara kita sudah PTN BLU. Saya tidak terlalu optimis dengan kondisi harus ada unit bisnis dan sebagainya, karena status kita masih PTN BLU. Tidak boleh menjadikan bisnis. Sehingga yang bisa kita lakukan adalah melakukan KSO. Kerjasama Operasi dengan pemodal dan pengusaha.

Kita sendiri punya sumber daya sebenarnya. Kita punya dokter, tenaga ahli perencana, teknis sipil, dosen-dosen muda dan lain sebagainya, ini yang belum termanfaatkan. Kita punya gedung mangkrak. Ada sekitar 14 kalau tidak salah. Itu semua belum diselesaikan.

Infografik Calon Rektor Baru Unmul: Irwan Gani
Infografik Calon Rektor Baru Unmul: Irwan Gani

Di sisi lain, mahasiswa juga banyak yang menjerit dengan UKT. Yang saya tangkap dari posisi saya sebagai dosen dan dekat dengan mahasiswa adalah bukan besarannya yang dikeluhkan mahasiswa tapi jumlah kuotanya. Bidik Misi 5 persen dari sekitar 30.000 mahasiswa yang aktif. Sekitar 5 persen dari 30.000, itu bagi mahasiswa hanya 1.500. Itu terlalu kecil. Sementara masih banyak yang tidak mampu. Ini juga menjadi masalah kan. Jadi di saat pendapatan kita kecil, sementara kita juga tidak boleh bertumpu ke UKT. Nah, inilah yang tidak bisa harus dilakukan diversifikasi usaha. Jadi bukan hanya usaha pendidikan dan pengajaran, tapi juga usaha lain seperti penelitian dan pengabdian ke masyarakat, plus kerjasama operasi dengan para pengusaha, pemodal dan sebagainya.

Fakultas di Unmul itu ada 13. Fakultas Perikanan misalnya, mereka punya keahlian di bidang perikanan, kenapa tidak setiap fakultasnya memiliki sebuah fokus kegiatan yang bisa menghasilkan uang. Tentu saja kerja sama dengan eksternal. Selain juga posisi untuk menjadi media kepada masyarakat untuk belajar, dosen juga bisa melakukan penelitian dan pengabdian.

Memang tidak mudah, karena dari PTN BLU, itu memang masih belum ketemu formulasi yang pas bagaimana bisa melancarkan sektor bisnis ini jadi sektor pendapatan yang stabil bagi universitas. Tapi saya pikir ini bagus untuk jadi percontohan-percontohan.

Misal ada gedung di depan pintu gerbang Unmul di Jalan M Yamin. Itu mangkrak itu. Kenapa tidak kita coba tawarkan ke pengusaha. Dia selesaikan, mau dijadikan apa, kita kontrak, kerjasama, berapa sharingnya. Berapa ke Unmul. Berapa puluh tahun dikembalikan gedung itu. Itu kan sangat strategis. Di pinggir jalan. Minimarket. SPBU.

SPBU itu potensinya luar biasa. Berapa mahasiswa yang punya motor di kampus dan lain sebagainya. Belum lagi kalau kita mau berpikir sedikit idealis, misalnya dijadikan sentra usaha-usaha kecil yang diusahakan oleh mahasiswa. Jadi arena pameran, teknik informatika. Semua tipe software dan aplikasi yang mereka hasilkan dipajang dan lain sebagainya.

Kita harus bicara dengan dengan KADIN. Bicara dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Kita harus bicara dengan pemerintah daerah. Sementara di pusat, kita juga memiliki program-program yang terkait dengan itu. Ada MBKM. Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Ini yang seharusnya yang bisa kita kejar dalam posisi itu. Cuma memang seperti saya bilang, membumi dulu, harus perbaiki dulu kampus kita. Kualitas dosen diperbaiki. S3 masih 40 persen. Masih rendah. Harus di atas 50 persen. Sementara kita tahu, banyak dosen yang lanjut kuliah tidak mendapat bantuan dari kampus. Kemudian afirmasi mahasiswa juga masih kurang. Yang memiliki kemampuan olahraga dan lain sebagainya yang ada itu kan cuma mencaplok atlet yang kuliah di kampus. Tidak dalam posisi membina dan melahirkan.

Nah ketika kita sudah punya nama dan sebagainya, maka tentunya kita bisa menjual Unmul sebagai sebuah lembaga yang memiliki simbiosis mutualisme dengan dunia usaha dan industri. Dalam posisi inilah, ada harapan universitas kita ini bisa sejajar dengan universitas-universitas yang sudah maju, yang salah satu indikator berapa persen share UKT dengan pendapatan kampus.

Apa program yang akan Anda fokus kejar pada awal kepemimpinan jika terpilih sebagai rektor?

Tagline membumi untuk terbang tinggi. Membumi tadi membenahi. Banyak, ada beberapa masalah. Tata cara pengelola keuangan, SDM dosen dan tenaga pendidikannya. Ketika saya bilang tadi ada 1.500 tenaga honorer yang kemungkinan dihapuskan, harus diperbaiki itu.

Kemudian jaringan dengan pemerintahan daerah dan pusat, bahkan dengan institusi-institusi luar negeri.

Kemudian menerapkan MBKM secara full. MBKM kita kan selama ini masih masa transisi. Maksudnya adalah sembari kita melengkapi semua regulasi yang ada, kita pasti mengambil sisi-sisi yang merupakan combine dengan pola pendidikan konvensional. Harus menghabiskan mata kuliah. Harus menyelesaikan berapa SKS, kurikulumnya dan sebagainya. Belum lagi ribut dengan konversinya. Ribut dengan perubahan nama dan sebagainya. Belum lagi aplikasi. Ketika mahasiswa luar masuk ke kita, bisakah langsung ada nilainya di transkip, di aplikasi web pendidikan luar, atau sebaliknya.

Di posisi inilah, maka kita perlu membumi dulu. Dalam arti memperbaiki semua kelemahan itu, plus memenuhi semua suprastruktur pendukung pelaksanaan MBKM. Karena 10 kegiatan di MBKM itu, pada intinya adalah mengakselerasi perkembangan universitas. Kalau kita cermati, 8 kegiatan MBKM itu sesungguhnya mengakselerasi perguruan tinggi untuk bisa sejajar dengan universitas di Pulau Jawa dan luar negeri.

Misalnya dosen kita harus mengajar di luar, dosen luar mengajar di kita. Mahasiswa kita belajar ke luar, mahasiswa luar belajar ke kita. Penelitian yang melibatkan mahasiswa. Ada magang. Ada desa binaan. Ada dosen tamu industri, praktisi. Ada 8 kegiatan. Ada wartawan seharusnya bisa memberi kuliah di PTN. Kenapa? Ini yang dituntut. Selama ini kan kita masih transisi, akibatnya  dari delapan indikator MBKM, ada tiga yang tidak terpenuhi. Jadi baru lima. Tiga itu adalah kualitas lulusan kita yang masih rendah, yang mendapatkan pekerjaan dalam 6 bulan dengan gaji  Rp 1,2 juta-UMP. Belum yang lainnya.

Memperbaiki kualitas lulusan. Memperbaiki banyak hal dari kondisi "membumi" tadi. Kita harus kenal diri sendiri dulu. Starting Point kita di mana. Jadi, kita memiliki dasar dan landasan yang kuat. Saya tidak mau kita terbang tinggi, tetapi setengah jalan kita terhempas. Artinya kita dalam satu sampai dua tahun kita harus melengkapi regulasi, memperbaiki kualitas dosen. Beasiswa untuk dosen keluar, untuk biaya pendidikan, beasiswa untuk penelitian, artikel jurnal terindeks scopus, pengabdian masyarakat dan sebagainya. Itu adalah dasar untuk dosen bisa naik pangkat.

Bagaimana Anda meningkatkan peringkat Unmul yang selama ini terbaik di Kalimantan, bisa jadi yang terbaik di level nasional?

Saya komentari itu. Sekarang UNTAG masih seperti ini. Widyagama masih seperti ini. Tapi bayangkan kalau kalau UNTAG disini sama dengan UNTAG Surabaya bagaimana? Itu yang saya paling khawatir. Bagaimana kalau Widyagama itu sekeren Universitas Budi Utomo? Bagaimana UMKT sekarang sekeren UMM?

Maksud saya, tidak menutup kemungkinan, UNTAG dan Widyagama bisa. Kalau kita lengah. Oleh karena itu, maka pemeringkatan sebenarnya bukan tujuan tapi ke hasil, dampak dan akibat. Akibat apa? Dari tata cara pengelolaan kita, sumber daya kita, sistem dan mekanisme kita di dalam adalah sekelas perguruan tinggi yang memenuhi predikat unggul itu. Artinya bukan unggul yang kita kejar, tetapi bagaimana kita bisa mengelola perguruan tinggi dengan taraf, dengan kualitas A atau unggul. Makanya saya bilang, misi visi saya adalah pelopor perguruan tinggi berkualitas berlandaskan tropical rain forest. Ketika kita bicara kualitas, kualitas kan ada beberapa dimensi. Satu fisiknya. Dua respon akademisnya. Tiga insurance. Empat empati. Posisi inilah yang akan kita standart kan.

Saya bilang unggul bukan tujuan. Unggul itu adalah dampak dari proses kita. Karena ketika itu sekadar jadikan prestasi unggul sebagai tujuan, nanti ketika akreditasi kita baru mempersiapkan.  Padahal ketika ini sudah menjadi habitat kita, budaya kita, bahwa tata cara pengelolaan perguruan tinggi yang unggul, mau datang besok, oke. Asesor-asesor itu. Sudah siap. Perubahan mindset inilah yang harus bisa diikuti seluruh warga kampus. Sehingga ketika mereka datang, no problem. Sama seperti ketika saya mau diwawancara, saya oke. Kenapa? karena posisinya, visi misi kita sudah siap sejak jauh hari. Ketika itu datang, kapan, dan sebagainya, ayo kita siap. Kalau nggak kan saya sudah begadang bikin visi misi. Itu kalau tujuan saya adalah wawancara. Tapi kalau tujuan kita bisa menstandarkan kualitas tingkat unggul itu, maka sesungguhnya itu bukan sesuatu yang aneh. Karena ada tujuan kedua, ada dampak kedua. Yaitu PTNBH. Syarat utama dari PTN BH adalah itu adalah memiliki program studi yang unggul dan A 60 persen dari program studi. Kita di Unmul punya 98 program studi  kalau saya tidak salah. Sekarang baru 16 program studi terakreditasi A dan unggul.

Sehingga harus ada peningkatan. Artinya, untuk meningkatkan akreditasi itu, meningkatkan status menjadi PTN BH, kita harus mau tidak mau harus menjadikan kelas atau kualitas kita setingkat dengan perguruan tinggi yang unggul. Instrumennya jelas. Satu pendidikan pengajaran, dua terkait tata cara-cara kampus. Indikatornya jelas ukurannya. Nah jika itu bisa kita lakukan dengan konsisten, saya pikir tidak masalah.

Budaya data. Di media itu data sangat penting. Karena posisinya itu tadi, kalau itu yang saya sampaikan tadi dijadikan tujuan kita tidak memiliki data. Ketika akreditasi baru ribut-ribut cari penelitian dosen. Sekarang penelitian yang dibiayai universitas rugi dia jika tidak serahkan hasil penelitiannya. Karena nanti tidak dibayar.

Ada beasiswa sekolah lanjut. Rugi dia tidak serahkan ijazah nya. Jadi berkontribusi untuk kampus. Saya dosen. Kadang saya kesal, setelah pontang panting lanjut kuliah, enak saja minta ijazah saya, dan itu manusiawi. Makanya saya selalu berkata, saya calon rektor yang bermuara dari dosen. Sekarang, bagaimana caranya agar saya rugi tidak menyerahkan penelitian saya. Artinya, harus ada keterikatan kuat.

Sebagai calon rektor Unmul, bagaimana Anda melihat keberadaan IKN?

Secara kultur, Unmul dan IKN klop. Unmul pola ilmiah pokoknya adalah Tropical Rain Forest. Sedangkan IKN, konsepnya adalah forest city. Apa yang berbeda dari konsep itu? Dari kulturnya sudah sama. Artinya Unmul dan IKN sudah terbentuk dari konsepnya untuk saling melengkapi.

Jadi penguatan pola ilmiah pokok itu, selama ini kan masih ada benturannya. Karena tropical rain forest, dianggap hanya di eksak. Kehutanan, perikanan, pertanian, dan lain sebagainya. Tapi sebenarnya ada satu kata lagi yang tertinggal, tropical rain forest dan lingkungannya. Nah lingkungannya inilah yang peluang besar bagi bagi jurusan-jurusan atau fakultas-fakultas yang non eksak.

Ekonomi misalnya. Saat kita bicara tentang mata kuliah manajemen misalnya, tentu saja harus ada penekanan-penekanan. Manajemen tentang bisnis kehutanan. Manajemen bisnis tentang perikanan.

Manajemen kita berbicara tentang bagaimana manajemen produk-produk khusus untuk pertanian, khusus untuk produk kehutanan misalnya.

Bagaimana membuat digitalisasi produk-produk tas, kerajinan, belum lagi kalau berbicara ekonomi kreatif. Ini yang dari sisi multiplier efek dari adanya IKN. Nah kita belum bicara kebutuhan IKN sendiri. Kebutuhan IKN yang saya tahu, yang pernah saya baca adalah, kebutuhan akan tenaga-tenaga frontliner. Itu sekitar ratusan ribu. Ini jadi penting, jadi peluang pangsa pasar besar. Kelemahan kita adalah lembaga sertifikasi nya seperti apa. Maintenance tenaga kerja. Ada kan maintenance tenaga kerja. Tenaga kerja harus di maintenance. Tidak cukup hanya mengandalkan BLK. Berapa sih kapasitas BLK kita? Belum lagi tenaga kerja menengah. Harus ada tenaga perencanaan. Harus ada akuntan. Tentu saja menjadi penting, Unmul harus bisa cunt in dengan kebutuhan yang ada sekarang ini. Dari aspek tenaga kerjanya, dari aspek sistem dan pengelolanya, dan aspek ide inovasi kreativitas dan sebagainya. Perguruan tinggi tentu saja memiliki peran besar. Bagaimana bisa menyediakan produk-produk terkait dengan pola ilmiah pokok kita.

Pernahkah terpikir karena forest city, sayur-sayuran yang bebas dari pupuk zat-zat kimia.Hidroponik. Ada 700 orang yang akan pindah, kali 2 saja dengan keluarganya, ada 1,4 juta orang yang butuh itu. Itu hal kecil ya. Unmul harus punya grand strategy, untuk mendukung IKN itu. Pada tahap kapan kita harus sudah bisa menyusun ide, kreativitas dan inovasinya. Kapan kita mengembangkan regulasinya kalau fakultas hukum? Kapan kita menyiapkan tenaga kerja dan sebagainya, membantu menyiapkan tenaga kerja.

Bagaimana Anda membangun iklim demokratisasi di kampus. Sebagai rektor jika terpilih, apakah akan memberikan dosen-dosen kebebasan untuk mengkritik  kebijakan-kebijakan pemerintah?

Pasti akan diberikan itu, karena kebebasan akademis itu justru rohnya kampus ya di situ.

Kebebasan akademik, kebebasan berpendapat, itu dijamin di UU guru dan dosen. Clear. Tidak ada satu orang pun yang boleh menghambat itu. Siapapun. Ada UU-nya. Ada punishment kalau itu dilanggar. Tetapi jangan lupa, itu adalah kebebasan berpendapat secara personal. Sekeras apapun perdebatan, ketidaksetujuan, dialektika, dan sebagainya, itu harus kita hargai. Harus diberikan ruang untuk itu. Makanya tidak aneh, kita saja sering berdebat. Apalagi dengan fakultas hukum dan kehutanan. Pembahasan IKN , Fakultas Kehutanan itu sudah beda dengan Fakultas Hukum. Fakultas Ekonomi menerima, Fakultas Hukum menolak.

Kami dari aspek multiplier efek, mereka dari aspek proses pembuatan regulasinya. Masing-masing punya pandangan yang berbeda. Sekali lagi saya bilang, bukankah beras itu semakin putih kalau banyak gesekannya? Tetapi saat rektor sudah bilang Unmul dukung IKN, hilang itu pendapat pribadi dan golongan-golongan yang lebih kecil. Itu yang saya pahami tentang demokrasi, kebebasan berpendapat.

Saat kita sedang memutuskan, berbicara konsep, karena ini adalah ruhnya perguruan tinggi, maka itu harus dilakukan. Kalau perlu dipacu untuk itu. Bukankah inovasi, kreativitas, dan pemahaman orang akan semakin baik kalau seandainya kita memiliki media untuk saling berdebat. Bisa saja, kita berdebat itu untuk berbeda pendapat, tapi karena saya tidak mengerti pikiranmu. Tapi ketika berdebat, kita bisa saja semakin mengerti pikiran lawan bicara kita. Dalam posisi itulah, tidak bisa tidak, sebagai seorang yang mengusung roh keilmuan, dari lahir sekolah sudah bicara keilmuan, dia harus bisa mengakomodir perbedaan pendapat itu. Tetapi ingat, dalam demokrasi ketika keputusan sudah dibuat, kita harus mendukung keputusan tertinggi itu. Kuncinya rektor, ketika rektor sudah mendukung IKN. Sudah berhenti perdebatan itu. Perdebatan di fakultas hukum, Kehutanan, apalagi perdebatan yang sentral itu sudah tidak. Ini yang kita lembagakan.

Kalau jadi rektor, ada target infrastruktur kampus yang bakal dikejar?

Infrastruktur itu investasi jangka panjang. Bahkan sebenarnya infrastruktur itu bisa dibagi dua, fisik dan non fisik. Dengan pengembangan ke depan MBKM, digitalisasi, arus informasi dan ilmu pengetahuan itu sedemikian cepatnya dengan teknologi. Masih pentingkah kita ruang kuliah yang banyak? Infrastruktur yang non fisik itu, jaringan, bandwith, laboratorium yang cikal bakal munculnya ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Sudahkah itu?

MBKM, akreditasi unggul, juga hanya memberikan porsi yang sedikit terkait infrastruktur untuk dinilai. Dia lebih pada substansi, lebih pada mekanisme, sistem, dan outputnya. Makanya outputnya seperti lulusan. Ternyata lulusan itu domain perguruan tinggi juga, karena alumni. Selama ini kan kita belum pernah memberi  infrastruktur atau sarana prasarana kepada alumni. Sudahkah itu? Itu nilainya cukup besar. Inilah yang kita benahi, termasuk juga kewirausahaan. Dalam posisi ini, infrastruktur itu yang kami maksudkan. Definisi kita seperti itu. Oke lah menyelesaikan gedung mangkrak. Ada 14. Oke itu diselesaikan. Untuk kepentingan peningkatan pendapatan misalnya. Perlu di KSO kan. Untuk kepentingan fakultas yang masih kekurangan gedung misalnya. Tetapi sudah saatnya kita berbicara infrastruktur yang bersifat non fisik. Karena kemajuan zaman, jangan sampai membuat perguruan tinggi itu mati seperti kantor pos, mati seperti media cetak. Infrastrukturnya bagus, tetapi baru akan hidup ketika masuk digitalisasi. Karena dalam jangka panjang, mau gak mau kita akan tergerus zaman kalau kita tidak cepat berubah. Ingat, pionir itu akan selangkah lebih maju ketimbang followers. Infrastruktur yang diprioritaskan untuk bidang-bidang keilmuan, untuk alumni, kegiatan dan kemahasiswaan, itu yang harus ditekankan.

Capaian Unmul di Pimnas Unmul rendah, bahkan sedikit sekali yang lolos didanai? Bagaimana supaya ada peningkatan signifikan?

Prestasi level nasional kita punya. Itu lah kita bilang kita harus membumi.

Jadi begini, level Pimnas itu kan banyak. Pimnas memang salah satu barometer. Olimpiadenya mahasiswa. Kalau sampai di Pimnas, itu piala dunia kegiatan kemahasiswaan, terutama yang penalaran. Memang harus diakui prestasi Pimnas Unmul hanya sampai tahap kualifikasi doang. Belum sampai lolos tahap grand final. Khusus Pimnas, hal yang tidak pernah kita lakukan semacam rapat tinjauan manajemen. Yang mana disitu ada situasi evaluasi yang terukur. Untuk menjawab sama seperti ketika bertanya Indonesia kenapa tidak lolos piala dunia? Apa penyebabnya? Di unmul, itu belum dilakukan secara serius. Kalau dilakukan mungkin iya, tapi sekadar untuk memenuhi syarat ada evaluasi. Tapi ketika itu diseriusi, nyatanya data yang dimiliki, nggak ada yang sampai juara Pimnas. Itu artinya, kalau kita bicara general, menyeluruh.

Berangkat dari input proses output. Input berarti kita harus bicara afirmasi terhadap mereka yang calon-calon yang masih anak SMA itu untuk masuk perguruan tinggi dengan akselerasi, dengan insentif. Mau nggak mau, daripada mereka ke perguruan tinggi di Pulau Jawa. Makanya kita punya program talent scout. Jadi cari bibit unggul. Berikan mereka insentif.

Prestasi nasional kita secara nasional tadi ada. Tetapi lebih banyak ke arah hal-hal yang sifatnya diselenggarakan oleh durian runtuh. Diselenggarakan secara parsial, bukan oleh Dikti tapi fakultas ini itu ada. Itu prosesnya pembinaan. Harus kucurkan dana untuk kegiatan itu.

Kalau kita bicara tentang Pimnas, di bidang penelitian, riset dan sebagainya, pernahkah kita melaksanakan kegiatan itu secara nasional. Pernahkah kita jadi tuan rumah. Pernahkah kita membina mahasiswa-mahasiswa itu? Makanya MBKM itu full. Programnya full MBKM. Itu dari proses. Kemudian dari outputnya, kita harus sediakan sarana outputnya. Kenapa kita jadi piala dunia U 20?

Katakan lah kita sekarang menawarkan diri lagi jadi tuan rumah, piala asia. Ada media-media begitu. Kita harus perbaiki inputnya, outputnya. Itu juga terkait dengan anggaran kemahasiswaan. Nah sekarang kita lihat, aturannya bagaimana? Jangan sampai aturan kemahasiswaan ini kurang tepat. Misalnya apakah itu termasuk ke beasiswa atau sebagainya. Harus ternyata tidak. Misalnya. Kita tidak mencermati terlalu jauh itu, tapi konsep berpikir kita adalah bahwa untuk meningkatkan kualitas mahasiswa, ada 8 di MBKM, salah satunya adalah mahasiswa. Harus menyeluruh. Kita perbaiki prosesnya, kita perbaiki juga outputnya. Jadi kurang lebih dengan mahasiswa secara keseluruhan. Kita perbaiki calon mahasiswanya. Kita perbaiki proses belajar mengajarnya. Kita perbaiki lulusannya. Karena ternyata lulusan yang selama ini ada tidak diperhatikan purna jualnya. Padahal harus diperhatikan hal itu.

Lebih detail soal cara mendapatkan pemasukan universitas selain dari UKT, bagaimana cara Anda jika terpilih sebagai rektor?

Tadi saya ada bicara tentang KSO. Kerjasama operasional. Kita masih BLU. Saya membaca kandidat lain. Itu PTN BH. Kita masih belum. Karena 2026, kita harapkan sudah siap PTN BH, sehingga kita bisa membuat sentra bisnis, unit bisnis. Tapi ini berbicara tentang KSOP. Kita punya gedung mangkrak, ada beberapa yang bisa kita jadikan karena tempat strategis dan sebagainya. Kita akan menawarkan ini ke pemodal dan pengusaha. Kita berbicara POM bensin, sentral UMKM. Kafe, kenapa gak punya sendiri. Unmul, punya ribuan mahasiswa. Itu pasar. Selain itu, mahasiswa juga bisa magang disitu.

Kedua, kita punya dosen dokter juga. Kita punya poliklinik. Salah satu contoh kecil, BPJS Kesehatan. Iuran Rp 50 ribu tiap bulan. Satu keluarga punya empat orang.

Bayangkan kalau tenaga pendidikan yang jumlahnya ribuan itu bersama keluarganya BPJS Kesehatannya di Unmul. Belum lagi kalau secara bertahap mahasiswa Unmul yang jumlahnya puluhan ribu. Pindahkan fasilitas kesehatannya ke Unmul. Klinik hidup. Fasilitas kesehatan hidup.

Itu bisa meningkatkan kesejahteraan dosen. Artinya setiap setengah tahun sekali, ada general check up, ada pemberian vitamin, suplemen, itu contoh kecil. Dari situ, UKT bisa turun. Belum kalau kita punya rumah sakit. Peningkatan fasilitas kesehatan itu sudah punya poliklinik. Tapi kalau kita bisa tingkatkan itu jadi rumah sakit, kita punya bangunan di Jalan Flores, Jalan Pahlawan, kalau kita punya rumah sakit, dan salah satu indikator perguruan tinggi besar adalah puna rumah sakit.

Ini yang terkait bidang keilmuan, keahlian, dan sebagainya. Apalagi kalau nanti kita punya lembaga sertifikasi. Ada 300.000 orang butuh sertifikasi. Untuk IKN saja. Itu bisa ditangani satu unit kerja di kampus. Masalah remunerasi, selesai. Remunerasi itu sama kalau kita tidur pakai sarung. Kita tarik ke atas, kaki kelihatan, Kedinginan. itu karena kuenya sama. Selama kita nggak bisa memperbesar kue, pendapatan, masalah nggak selesai. Sentuh akar masalahnya. Makanya dalam visi misi itu, ada masalah, dampak masalah, ada akar masalah. Baru kita bicara tentang berbagai kondisi.

Dokter-dokter kita yang 90 itu, praktik disana, praktek dimana-mana sampai jam 12 malam misalnya. Ketika kita sudah terpusat di sini, bangunan tidak bayar, alat disiapkan, saya kira itu jadi peluang bisnis.

Belum lagi kalau saya bicara ada 1.500 dosen. 2,5 persen dari remunerasi sini masukkan saja ke permodalan katakanlah seperti KSO tadi dengan perusahaan sehingga mereka memiliki share, crowdfunding, urunan modal, prinsipnya sama kaya di bursa efek. Beli saham seperti itu. Kalau ini kita tawarkan ke warga kita. Dan usaha itu kita estimasi jalan 10-20 tahun seperti SPBU, yang memiliki orang Unmul, otomatis yang keuntungan untuk mereka yang punya saham.

Perikanan abon, ikan haruan dan semacamnya. Kehutanan berbicara kosmetik sebagainya. Pertanian, kehutanan, itu produk. Terus pemasarannya gimana? Serahkan ke orang-orang ekonomi, banyak ahlinya di situ. Bagaimana digitalisasinya? Orang IT kan jago-jago. Artinya apa? Saat ingin mengembangkan usaha, cari ahli. Harus pintar kita cari. Kita turun ke bawah cari orang. Jangan cuma bengong. Ahlinya itu pasti sembunyi dan diam, makanya saya bilang saya ini berpikir dari sudut pandang dosen.

Bagaimana strategi Anda jika jadi rektor untuk mengatasi tindak kekerasan seksual di kampus?

Kejahatan seksual sesuai dengan permendikbud, setiap universitas sudah diminta membuat satgas. Saat ini,  sedang berjalan. Setiap universitas diminta satuan tugas untuk menyelesaikan tapi persoalannya tidak hanya pada perspektif ada atau tidaknya satgas. Dari berbagai macam kasus yang kami tangani adalah, satu persoalan utama adalah ketika terjadi degradasi moral, itu akar masalah.

Apa penyebabnya? Pergaulan bebas, media, dan segala macam. Karena pelecehan seksual di kampus tidak hanya dari dosen ke mahasiswa tapi ada juga mahasiswa ke mahasiswa. Tidak hanya tenaga pendidikan ke dosen segala macam. Tapi di antara ketiga unsur ini ada. Sehingga mungkin terdengar klise ya mau gak mau satu-satunya cara adalah melakukan edukasi kepada mereka harus hati-hati karena situasi ini sedang disorot dan ingat, ada ancaman pidananya. Itu yang selalu kami tekankan. Selain edukasi, kami tekankan ancamannya dulu. Kalau ditanya caranya seperti apa, ya edukasi. Itu saja. Ketika edukasi itu dijalankan ya kita berharap semoga edukasi itu berjalan dengan baik. Bisa meminimalisir terjadinya pelecehan seksual. Dalam edukasi tadi yang paling penting adalah menekankan ancamannya.

Pelecehan seksual, itu karena dua sebab. Satu ada kesempatan. Dua ada keinginan. Selain penindakan, kan ada penindakan, ada sosialisasi dan sebagainya. Untuk sosialisasi harus menyasar dua hal itu. Ada medianya, kesempatannya, dan ada keinginan. Keinginan mungkin pada saat ini harkat dan martabat dosen, harkat dan martabat mahasiswa,  harkat dan martabat tenaga kependidikan, itu kita harus betul-betul membuat sebuah konsep perilaku yang memang yang memang menabuhkan kejadian seperti itu. Tentu saja kita harus menyisir potensi-potensi kalau ada kesempatan. Harus ada regulasi itu sehingga semakin kecil kesempatannya, semakin bisa ditekan keinginan itu akan bisa menanggulangi masalah pelecehan seksual bukan dari aspek penindakannya, saya rasa clear, ada aturannya, ada satgasnya, untuk setiap kasusnya ada. Yang bergerak adalah itu tadi kesempatan, mengurangi keinginan.

Soal keterwakilan perempuan, nanti kalau terpilih bakal mengakomodasi keterwakilan perempuan nggak dalam jajaran pimpinan rektorat?

Saya dari awal, sejak di fakultas saya, 3 periode terakhir, dekannya adalah perempuan, saya pengusung utamanya, saya ketua tim suksesnya. Untuk jadi anak buah perempuan, saya bisa dan bersedia. Artinya, afirmasi perempuan, itu bukan lagi dari perempuan memperjuangkan perempuan tapi kita semua perjuangkan perempuan. Makanya saya bilang begini kalau urusan pengisian kabinet ayo perempuan mana sini, tunjukkan prestasimu, kemampuanmu. Kenapa? Saya membuktikan bahwa saya bukan hanya mau, tapi juga rela dipimpin perempuan. Apalagi perempuan jadi bawahan saya. (*)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya