Kaltimtoday.co,  Jakarta - Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kaltim berpotensi mengubah karakter provinsi itu yang awalnya mengandalkan pertanian dan pertambangan, menjadi jasa dan perdagangan.

Hal itu disampaikan Konsultan Data Indonesia Herry Gunawan. Herry mengatakan,  lazimnya sebuah ibu kota, jenis lapangan kerja yang kemungkinan dominan adalah sektor jasa, perdagangan, dan pengolahan.

Data Badan Pusat Statistik pada Februari 2019 misalnya mencatat di DKI Jakarta yang selama ini menjadi pusat pemerintahan dan ibu kota, sektor lapangan usaha perdagangan memiliki proporsi 25,59 persen sebagai penyerap tenaga kerja. Kemudian disusul penyediaan akomodasi 13,95 persen.

“Data itu juga menyebut jasa lainnya, seperti jasa perusahaan, administrasi pemerintahan, keuangan dan asuransi sekitar 10 persen. Ini menjelaskan sektor jasa sangat dominan di ibu kota,” ujarnya dikutip dari keterangan resminya, Rabu (4/9/2019).

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Pemindahan ibu kota negara ke Kaltim bakal berdampak pada permintaan tenaga kerja, khususnya di bidang jasa dan perdagangan. Warga Kaltim siap enggak nih? - Selengkapnya kunjungi www.kaltimtoday.co - #samarinda #balikpapan #penajam #kukar #tenggarong #ibukotabaru #ibukotanegara

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kaltim Today (@kaltimtoday.co) pada 5 Sep 2019 jam 4:06 PDT

Kondisi berbeda terjadi pada Kaltim. Pada periode yang sama, lapangan usaha paling dominan di wilayah yang akan menjadi ibu kota tersebut mayoritas pertanian yang mencapai 20,52 persen. Ditambah lagi oleh pertambangan yang mencapai 1,94 persen.

“Itulah lapangan usaha penampung tenaga kerja di Kaltim,” ujar Herry.

Mencermati perbandingan itu, Herry menuturkan akan ada pergeseran tenaga kerja dari yang selama ini di wilayah pertanian dan pertambangan.

Satu sisi, perubahan itu dinilai tidak akan mudah terjadi di Kaltim mengingat yang bekerja di provinsi tersebut mayoritas lulusan Sekolan Menengah Umum ke bawah.

Dari data BPS, sekitar 70 tenaga kerja di Kaltim memiliki tingkat pendidikan SMU, bahkan yang masuk kategori SD ke bawah mencapai 31,29 persen.

Kondisi ini, kata Herry, berpeluang terjadinya urbanisasi.

“Akan ada penyerapan tenaga kerja baru dari wilayah lain yang akan masuk ke Kaltim, bahkan bisa besar-besaran. Inilah yang perlu diwaspadai oleh pemerintah,” katanya.

Urbanisasi yang muncul dari konsekuensi perpindahan ibu kota tersebut, setidaknya dapat menimbulkan kesenjangan sosial. Bahkan, jika masyarakat desa berbondong-bondong ke pusat ibu kota tersebut, peluang terjadinya kantong-kantong kemiskinan di ibu kota akan sangat besar.

“Kondisi tersebut lahir karena ada ekspektasi dari masyarakat setempat bahwa ibu kota menjanjikan pekerjaan lebih baik. Pada saat bersamaan, kebutuhan tenaga kerja terdidik yang segera membuat hadirnya tenaga kerja ‘impor’ dari daerah lain sulit dielakkan,” pungkasnya.

[TOS | SOLOPOS]