Kaltim
40 Korban Tambang, Pengamat: Abai Reklamasi, Pemegang Izin Pertambangan Wajib Dipidanakan
Kaltimtoday.co, Samarinda - Sudah 40 orang di Kaltim meregang nyawa di kolam bekas tambang batu bara. Parahnya, kejadian memilukan ini terjadi kurang dari 10 tahun.
Kejadian memilukan ini tidak terlepas dari banyaknya pemegang izin konsesi tambang batu bara yang abai menjalankan tanggungjawabnya untuk melakukan reklamasi dan pascatambang.
Padahal, reklamasi dan pascatambang jelas merupakan kewajiban mutlak perusahaan. Pihak-pihak yang abai dengan kewajiban itu jelas telah melakukan kejahatan yang berkonsekuensi pidana.
Ditegaskan Pengamat Hukum dari Universitas Mulawarman Herdiansya Hamzah, dalam ketentuan Pasal 161B Ayat 1 Undang-Undang (UU) 3/2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Minerba, disebutkan secara eksplisit bahwa, setiap orang yang memiliki IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi dan/atau pascatambang; dan/atau penempatan dana jaminan reklamasi dan/atau dana jaminan pascatambang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 miliar rupiah.
Bahkan dalam ketentuan Pasal 164 UU a quo, disebutkan Herdiansyah, pelaku tindak pidana juga dapat dikenai hukuman tambahan berupa perampasan barang, perampasan keuntunhan, dan kewajiban membayar biaya yang ditimbulkan akibat tindak pidana tersebut.
Batas waktu pelaksanaan reklamasi sendiri, dikatakan Herdiansyah, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 21 PP 78/2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, adalah paling lambat 30 hari kalender sejak kegiatan usaha pertambangan selesai dilakukan.
Adapaun, batas waktu untuk pelaksanaan pascatambang adalah paling lambat 30 hari kalender setelah sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan berakhir (lihat Pasal 25 ayat (3) PP 78/2010).
"Faktanya rata-rata perusahaan tambang di kaltim, urung melakukan kewajiban reklamasi ini, bahkan hingga berpuluh tahun. Ini yang berkontribusi besar terhadap 40 korban yang kehilangan nyawa di lubang tambang," tegas pria yang akrab disapa Castro itu kepada Kaltimtoday.co.
Atas dasar itu, menurut Castro, tidak ada alasan bagi aparat kepolisian untuk tidak melakukan proses hukum terhadap perusahaan yang abai dengan kewajiban reklamasi dan pascatambang.
Bahkan, bukan hanya terhadap perusahaan yang wilayah konsesinya memakan korban nyawa manusia, tapi proses hukum ijuga harus dilakukan terhadap seluruh perusahaan pertambangan batu bara yang abai atau tidak melakukan reklamasi dan pascatambang.
Pemerintah daerah, sebut dia, juga punya tanggung jawab untuk memastikan proses hukum berjalan. Apalagi gubernur dalam kapasitas wakil pemerintah pusat di daerah, juga diberikan tugas untuk memastikan nyawa dan keselamatan warganya, termasuk atas pelanggaran reklamasi yang memakan korban.
"Ini yang tidak didipahami dan dijalankan dengan baik. Jangan menutup mata dan telinga terhadap kejahatan serius ini," desaknya.
Dipaparkan Castro, daerah bahkan punya insrumen hukum yang progresif sejak 2013 melalui Perda 8/2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang. Namun sayangnya, dua rezim pemerintah daerah, baik dimasa Awang Faroek Ishak maupun dimasa Isran Noor, substansi Perda tersebut gagal dijalankan sesuai dengan kepentingan dan harapan warga, khususnya bagi para keluarga korban.
"Dampaknya, kejahatan dalam bentuk ketidakpatuhan reklamasi dan pascatambang ini semakin meluas, dan terus menerus memakan korban. Jika aparat kepolisian, termasuk pemerintah, tidak serius dan memiliki komitmen kuat menyelesaikan persoalan ini, maka biscaya korban akan terus berjatuhan," tuturnya.
[TOS]
Related Posts
- Isran Noor Bertekad Tingkatkan Ekonomi Kaltim dan Tekan Angka Pengangguran
- Survei Pilgub Kaltim 2024: Rudy-Seno Unggul Jauh dari Isran-Hadi
- Pemprov Kaltim Evaluasi DAK 2024 untuk Tingkatkan Pembangunan Daerah
- Berupaya Wujudkan SPBE, Diskominfo Kaltim Gelar Sosialisasi Pemanfaatan Email Dinas
- Diskominfo Kaltim Gelar Seleksi Calon Komisioner Komisi Informasi Periode 2024-2028