Kaltimtoday.co - Puluhan mitra pengemudi ojek online (ojol) yang tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan. Mereka menuntut agar perusahaan aplikator memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi para mitra ojol.

Menanggapi tuntutan tersebut, Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menjelaskan bahwa sistem kemitraan tidak mengenal konsep THR karena pengemudi ojol bekerja secara mandiri.

"Dalam sistem kemitraan, THR tidak diatur karena pengemudi dianggap sebagai pekerja mandiri. Jika tetap dipaksakan, maka harus ada skema khusus dalam perhitungan besaran THR, apakah berdasarkan pendapatan rata-rata atau penghasilan bulan terakhir," ujarnya pada Kamis (20/2/2025).

Nailul menambahkan, apabila perusahaan aplikasi diwajibkan membayar THR untuk mitra ojol, maka perusahaan akan menghadapi tekanan finansial yang besar. Selain itu, pekerja lain yang mengandalkan model kemitraan juga berpotensi menuntut hak serupa.

"Bisa jadi kemitraan lain, seperti penjual di platform daring, juga mengajukan tuntutan yang sama. Jika itu terjadi, maka beban finansial perusahaan aplikasi akan semakin besar, mengingat jutaan mitra yang bekerja di platform tersebut," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, menyatakan bahwa permintaan THR dari mitra ojol adalah hal yang wajar dan masuk akal. Ia mengungkapkan bahwa aplikator saat ini sedang mengkaji opsi pemberian bantuan atau bonus Hari Raya Idul Fitri bagi pengemudi ojol.

"Kami sedang mencari solusi terkait tunjangan hari raya ini. Mungkin dalam bentuk bonus atau skema lain yang dapat membantu para mitra di momen lebaran. Yang jelas, kami ingin ada bentuk apresiasi bagi para mitra ojol," katanya.

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp