Samarinda
Mahasiswa Demo Bakal Disanksi, Castro: Kembali ke Orba!
Kaltimtoday.co, Samarinda - Pernyataan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir, mengingatkan rektor dan dosen yang menggerakan aksi demo mahasiswa disejumlah wilayah, harus diberikan. Pernyataan ini, pasalnya mendapat penolakan dari sejumlah dosen di Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH), Unmul, Herdiansyah Hamzah mengatakan, pernyataan Menristekdikti sebagai pembatasan kebebasan akademik, yang justru seharusnya dilindungi.
Argumentasi pembatasan, kata dia adalah politik birokrasi untuk meredam gelombang unjuk rasa mahasiswa, termasuk dosen dan civitas akademika lainnya.
"Ini mirip gaya orde baru ketika menerapkan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) yang diterapkan rezim otoritarian Soeharto," ungkapnya.
Selain itu, bentuk ancaman tersebut adalah pembatasan hak melanggar, hak konstitusional setiap warga negara, untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagaimana yang disebutkan secara eksplisit dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
"Tugas Presiden dan Menristekdikti seharusnya menjamin agar kebebasan tersebut terpenuhi dengan baik, bukan justru membatasinya," jelasnya.
Lebih dijelaskannya, ancaman pembatasan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip kebebasan akademik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 dan 9 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang secara lugas menyebutkan bahwa kebebasan akademik merupakan kebebasan civitas akademika dalam Pendidikan Tinggi untuk mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma.
"Pembatasan kebebasan akademik dengan menggunakan cara-cara ala orde baru seperti ini, menandakan demokrasi kampus sedang didesak mundur. Kritik yang dibungkam dengan cara-cara otoriter. Ini menandakan Negara telah gagal membangun tradisi berpikir kritis di lingkungan kampus," tegasnya.
Mestinya, unjuk rasa mahasiswa dan aktivitas akademika lainnya, harus dilindungi dengan sebaik-baiknya. Tidak boleh ada pembatasan dan intimidasi.
"Ketika upaya-upaya intimidatif terus dijadikan pilihan kebijakan oleh Negara, niscaya embrio otoritarian akan terus berkembang dan jadi benalu bagi keberlangsungan demokrasi kita," jelas dia.
Sebelumnya, ancaman sanksi disampaikan Menrestikdik usai menggelar pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/9/2019). Secara umum, ada dua poin yang disampaikan Natsir.
Dia mengatakan, Presiden meminta Menristekdikti untuk menghimbau mahasiswa agar tidak turun ke jalan karena akan dibuka ruang dialog. Kemudian, Natsir memastikan akan ada sanksi bagi rektor yang tak bisa meredam gerakan mahasiswanya.
Bahkan termasuk dosen yang memperbolehkan atau mengarahkan mahasiswanya untuk ikut berunjuk rasa, juga tak luput dari ancaman sanksi mulai dari surat peringatan pertama dan dua. Apabila dalam aksinya menyebabkan kerugian negara dan sebagainya, maka bisa dikenakan hukuman pidana.
[JRO | RWT]