Nasional

PB AMAN Kecam Penculikan Lima Warga Adat Sihaporas

Muhammad Razil Fauzan — Kaltim Today 23 Juli 2024 07:59
PB AMAN Kecam Penculikan Lima Warga Adat Sihaporas
Masyarakat Adat Sihaporas bersama kuasa hukum, merumuskan langkah-langkah yang akan dilakukan menyikapi penculikan lima orang Masyarakat Adat Sihaporas. (Istimewa)

Kaltimtoday.co - Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN) mengecam aksi penculikan yang dilakukan oleh puluhan orang tak dikenal terhadap lima warga Masyarakat Adat Sihaporas di Buntu Pangaturan, Desa Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada Senin dini hari, (22/7/2024).

Aksi penculikan yang terjadi sekitar pukul 03.00 WIB tersebut berlangsung saat warga Sihaporas sedang tidur. Para penculik masuk ke beberapa rumah, membangunkan warga dengan memukul kaki mereka, dan kemudian menangkap lima orang tanpa alasan yang jelas.

Kelima warga Masyarakat Adat Sihaporas yang diculik adalah Jonny Ambarita, Thomson Ambarita, Prado Tamba, Gio Ambarita, dan Kwin Ambarita.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi, mengatakan tindakan para penculik sangat tidak berperikemanusiaan. 

"PB AMAN mengutuk cara-cara kekerasan seperti ini, menculik orang disaat sedang tidur tanpa memberi kesempatan membela diri. Ini pelanggaran HAM!" kata Rukka di Jakarta, Senin, (22/7/2024).

Ketua Pengurus Harian Wilayah AMAN Tano Batak, Jhontoni Tarihoran, menyatakan penculikan warga ini terkesan sudah direncanakan. Para penculik mengendarai dua mobil sekuriti milik PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan mendatangi rumah warga saat sedang tidur, lalu menculik mereka. 

"Tindakan penculikan ini sangat biadab. Kami mengutuk keras penculikan yang dilakukan para pelaku," kata Jhontoni.

Jhontoni menyatakan, AMAN Tano Batak telah melaporkan kasus penculikan ini kepada Komnas HAM karena telah melanggar hak asasi manusia. 

"Kasus penculikan ini sudah kami laporkan ke Komnas HAM," tegas Jhontoni.

Kronologi Penculikan

Berdasarkan keterangan yang dikumpulkan PB AMAN, penculikan terjadi sekitar pukul 03.00 WIB dini hari ketika 50 orang tak dikenal mengenakan pakaian bebas mengendarai dua mobil sekuriti PT TPL serta satu truk colt diesel mendatangi warga Sihaporas yang sedang tidur di Buntu Pangaturan, Desa Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Simalungun, Sumatera Utara. 

Orang-orang tak dikenal tersebut membangunkan warga dengan memukul kaki mereka, kemudian menangkap lima orang dari komunitas Masyarakat Adat Sihaporas tanpa alasan dan informasi yang jelas.

Setelah memborgol warga, orang-orang tak dikenal ini melakukan kekerasan fisik, termasuk memukul, menendang dagu, dan kepala, sehingga menyebabkan luka robek di kepala. 

"Lima orang Masyarakat Adat Sihaporas kemudian dibawa keluar kampung dan keberadaan mereka tidak diketahui sampai saat ini," sebut Jhontoni.

Nurinda Napitu, istri dari Jonny Ambarita, salah satu dari lima Masyarakat Adat Sihaporas yang diculik, mengisahkan peristiwa penculikan tersebut. Ia menyebut saat terjadi penculikan, rumah-rumah warga di sekitar lokasi dibakar oleh para penculik. 

Nurinda menuturkan, pada awal kejadian dirinya sempat ditahan dan diborgol, namun kemudian dilepaskan setelah orang-orang tersebut mengetahui bahwa dirinya seorang perempuan.

Nurinda menyebut kasus penculikan yang menimpa sejumlah warga Sihaporas ini merupakan dampak dari perjuangan Masyarakat Adat Sihaporas yang menuntut tanah adat mereka yang telah menjadi areal konsesi PT Toba Pulp Lestari. 

Menurutnya, PT TPL telah merampas tanah adat mereka dengan cara mengklaim secara sepihak tanah adat mereka menjadi areal konsesi PT TPL.

Nurinda menjelaskan sejak tahun 1998, Masyarakat Adat Sihaporas telah menyampaikan persoalan ini kepada pemerintah. Namun hingga kini tidak ada proses penyelesaian. Dalam beberapa tahun terakhir, sebutnya, aparat sering mendatangi warga Sihaporas akibat Masyarakat Adat mengelola wilayah adat mereka dan melarang aktivitas PT TPL di atas wilayah adat. 

"Hak kami mengelola tanah adat milik leluhur, kenapa justru kami diusir dari tanah adat kami. Bahkan, sampai diculik," tuntut Nurinda sambil menangis ditemani anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Nurinda mendesak pemerintah, terutama aparat keamanan untuk segera menemukan para penculik suaminya agar bisa segera dibebaskan. 

"Siapa pun pelakunya, pastinya mereka telah menculik suami saya dari rumah. Ini negara hukum, pelakunya harus ditindak," tandas Nurinda.

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp


Related Posts


Berita Lainnya