Balikpapan

Pemkot Balikpapan Dilema Tetapkan Harga Rapid Test Rp 150 Ribu

Kaltim Today
09 Juli 2020 19:33
Pemkot Balikpapan Dilema Tetapkan Harga Rapid Test Rp 150 Ribu

Kaltimtoday.co, Balikpapan - Pemkot Balikpapan sedang dilema. Edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/I/2875/2020 terkait batas tarif tertinggi rapid test antibodi untuk Covid-19 yaitu, Rp150 ribu sulit diterapkan. Alasannya, bahan baku lebih mahal dari harga yang ditetapkan tersebut.

"Dulu waktu beli harga bahan baku di atas Rp 150 ribu. Saat ini bahan baku itu belum habis, kalau ditetapkan sekarang, fasilitas kesehatan akan rugi," ujar Rizal Effendi, Kamis (9/7/2020).

Kepala Dinas Kesehatan Balikpapan, dr Andi Sri Juliarty menambahkan, dari semua fasilitas kesehatan yang melaksanakan rapid test di Balikpapan, mulai rumah sakit hingga klinik, membeli bahan baku di atas harga tersebut.

"Sudah ada harga Rp 75 ribu, tapi belum ada di pasaran. Itu baru tersedia Agustus mendatang," ungkapnya.

Sementara itu, Kota Balikpapan hingga kini masih masuk dalam zona merah wabah COVID-19 dengan jumlah pasien positif terus bertambah. Gugus tugas mencatat per 7 Juli 2020 terdapat 240 terkonfirmasi positif dan sebanyak 71 pasien masih menjalani perawatan.

[irp posts="14506" name="Apa yang Terjadi Jika Anda Terpapar Virus Corona?"]

Zona merah adalah bila dalam satu kawasan ditemukan kasus hingga 50 kasus lebih, sementara bila di bawah 50 kasus adalah zona oranye.

Standar itu dibuat oleh Provinsi Kaltim, di mana sempat ramai karena Balikpapan dalam peta grafis di laman Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Kalimantan Timur, diberi warna hitam. Konon hal tersebut sebab akumulasi kasus atau seluruh kasus yang terjadi di Balikpapan dikumpulkan.

“Kalau sekarang yang dilihat hanya kasus yang pasiennya masih dirawat di rumah sakit,” kata dr Juliarty.

Kepala Dinkes Balikpapan juga menjelaskan apa saja upaya menekan angka penambahan kasus terkonfirmasi positif di Balikpapan. Penyumbang terbesar saat ini adalah pekerja luar Balikpapan yang akan bekerja di Balikpapan atau Kaltim dan daerah lainya yang masuk melalui bandara atau pelabuhan.

“Jadi yang sudah kita lakukan itu terutama menggaungkan upaya pencegahan. Kemudian di rumah sakit ada upaya percepat penyembuhan, memperbaiki terapi bagaimana mereka bisa cepat sembuh. Ya semua harus dilakukan upaya pencegahan, upaya pengobatan, dan rehabilitasi,” jelasnya.

Di Balikpapan pasien terlama dirawat yakni 63 hari. “Sudah keluar dan sehat, dia dirawat di RS Tentara,” pungkasnya.

[TOS]


Related Posts


Berita Lainnya