Kaltim
Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Kaltim Meningkat Tajam Selama Pandemi Covid-19
Kaltimtoday.co, Samarinda - Selama pandemi kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat drastis. Bahkan beberapa kasus hingga berujung perceraian.
Kondisi itu diungkapkan Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim yang mengaku banyak menerima laporan terkait kekerasan terhadap perempuan selama dua tahun terakhir.
Kasi Perlindungan Perempuan DKP3A Kaltim, Fachmi Rozano mengatakan, selama pandemi, pihaknya terus berupaya untuk memudahkan masyarakat dalam hal melaporkan kasus-kasus kekerasan. Sehingga ada beberapa orang yang memutuskan untuk datang langsung ke kantor dan menyampaikan masalah yang dialami.
"Ada juga beberapa yang menelepon. Tapi kalau memang diperlukan untuk hadir, maka ditangani Tim Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak secara langsung. Kami kasih penjelasan dan pengarahan apa yang harus dilakukan," kata Fachmi saat ditemui, Selasa (31/8/2021).
Mereka yang datang langsung juga harus menerapkan protokol kesehatan ketat. Pelapor yang datang kebanyakan dari kalangan perempuan. Masalah yang tergolong berat dan biasanya dilaporkan adalah seputar kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Sedangkan masalah lainnya seperti perebutan hak asuh anak dan perceraian. Khusus 2 masalah tersebut, ditegaskan Fachmi bahwa pihaknya sekadar memberikan saran dan masukan saja.
"Masalahnya itu beragam dan macam-macam. Selama pandemi jauh lebih banyak. Pergerakannya cukup signifikan antara sebelum pandemi dan sesudah. Di tengah pandemi, paling banyak memang kasus perceraian," lanjutnya.
Lazimnya, tiap pelapor diminta untuk mengisi formulir dan kronologis masalah. Kemudian, tim satgas akan melihat kebutuhan dari si pelapor. Namun, dia mengaku penanganan psikis lebih banyak ditemukan. Sehingga melibatkan peran psikolog. Waktu yang dibutuhkan juga tidak sebentar. Mereka yang masalah psikisnya ditangani, harus konsultasi dengan psikolog untuk beberapa kali.
"Kami kan juga punya UPTD. Untuk sementara penanganan di sini dulu. Tapi nanti kami lihat dulu, apakah masalahnya perlu dirujuk. Tergantung TKP kasusnya di mana," tambahnya.
Terpenting, Tim Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak akan mengkaji terlebih dahulu apa yang sebenarnya menjadi keperluan dan kebutuhan si pelapor. Misalkan perlu pendampingan psikologis, maka akan dipertemukan dengan psikolog. Begitu pula jika membutuhkan pendampingan hukum, maka akan melibatkan lembaga bantuan hukum (LBH) yang sudah menjalin kerja sama dengan DKP3A Kaltim.
Jika yang datang justru melaporkan kasus kekerasan, maka pihak satgas akan bertanya untuk memastikan bahwa kasus tersebut benar-benar ingin diajukan. Kemudian pelapor akan diberikan surat pernyataan. Sebab banyak juga kejadian yang pada akhirnya laporan tersebut ditarik oleh pelapor karena berbagai macam alasan.
"Kami menyebarkan informasi mengenai hal tersebut. Kami sosialisasikan ke masyarakat. Kalau masyarakat datang ke kantor, nanti ada diarahkan," tandasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Data Kekerasan Kaltim DKP3A per 1 Agustus 2021, tercatat ada 203 kasus. Paling banyak ditemukan di Samarinda sebanyak 99 kasus. Disusul Bontang dengan 39 kasus, Balikpapan 28 kasus, Paser 17 kasus, Berau dan Kubar masing-masing 7 kasus, Kutim 3 kasus, PPU 2 kasus, Kukar 1 kasus, dan Mahulu 0 kasus. Sedangkan total jumlah korban mencapai 215 orang.
[YMD | TOS]
Related Posts
- Jalan Panjang Masyarakat Adat Kaltim Mencari Pengakuan: Mulai Penolakan hingga Ancaman Kekerasan
- Timnas Indonesia Gagal ke Semifinal Piala AFF 2024, Begini Jawaban Shin Tae-yong
- Polresta Samarinda Tetapkan Ayah dan Anak Jadi Tersangka Pembunuhan, Satu Wakar Tewas
- BRIDA Jaring Pelajar Potensial untuk Persiapkan Generasi Periset dan Peneliti di Wilayah Kaltim
- Tarif Pajak Kendaraan di Kaltim Terendah se-Indonesia, Bapenda Sebut Upaya Ringankan Beban Masyarakat