Opini
Hasto dan Tom Lembong

Catatan Rizal Effendi
HARI Jumat (18/7) pagi saya ke Jakarta. Selain memang ada agenda khusus, saya juga ingin nonton Timnas 23 berlaga melawan Filipina di Stadion Gelora Bung Karno (GBK). Pertandingannya malam hari, jadi siangnya ada waktu lowong.
Dari Bandara Soekarno-Hatta saya putuskan mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat di Jalan Bungur Besar Raya No 24, Gunung Sahari. PN Jakpus ini juga berfungsi sebagai pengadilan bidang perkara khusus tindak pidana korupsi (Tipikor).
Di tempat ini tengah berlangsung dua sidang yang sangat menarik perhatian orang banyak. Yaitu sidang perkara Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (59) dan sidang mantan menteri perdagangan Tom Trikasih Lembong atau Tom Lembong (54).
Hasto dituduh jaksa merintangi penyidikan dan menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan penetapan PAW (pergantian antar waktu) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku. Sedang Tom Lembong dituduh menyalahgunakan wewenang dengan memberikan persetujuan impor gula kristal mentah kepada pihak swasta untuk diolah menjadi gula kristal putih tanpa berkoordinasi dengan kementerian terkait lainnya.
Sidang perkara Hasto memasuki babak penyampaian duplik, pembelaan tahap kedua. Dia baru akan divonis 25 Juli nanti. “Saya akan datang bersama teman-teman pada 25 Juli untuk memberikan dukungan moral,” kata Ketua PDIP Balikpapan Budiono. Sedang sidang Tom, Jumat kemarin memasuki babak penting, yaitu sidang pembacaan vonis majelis hakim.
Banyak pihak menilai dua perkara ini sarat dengan muatan politik. Tidak murni perkara hukum. Karena itu menarik perhatian dan menjadi sorotan berbagai pihak. Untuk mengantisipasi hal yang tidak terduga, polisi menurunkan tidak kurang seribu personel.
Hasto mengaku sebelum dirinya ditersangkakan, dia sempat dihubungi seseorang agar mengundurkan diri dari kursi sekjen PDIP. Hasto dianggap kelewat vokal dan kritis karena itu harus dipinggirkan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Tom Lembong. Dia bakal dijerat kasus hukum gara-gara waktu Pilpres lalu menjadi tim pendukung Anies Baswedan. Tapi jaksa KPK menegaskan bahwa perkara ini murni perkara hukum.
Uniknya kedua terdakwa ini sama-sama dituntut hukuman penjara selama 7 tahun. Tuntutan untuk Hasto ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan. Sedang tambahan untuk Tom Lembong yaitu pidana denda Rp750 juta atau diganti kurungan 6 bulan.
“Itu tuntutan pesanan atau order dari pihak luar bukan dari hati nurani jaksa, jadi penuh rekayasa,” kata Hasto menuding. Karena itu dia minta hakim memberikan putusan bebas. Selain juga tidak ada kerugian negara. Hal yang sama juga disampaikan Tom Lembong.
Ketika saya masuk ke halaman PN Jakpus, sudah disambut aksi massa. Setidaknya ada 4 kelompok massa melakukan aksi demo. Tiga yang mendukung pembebasan Hasto dan satu yang mendukung pengadilan Hasto.
Tiga pendukung Hasto itu adalah Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), Koalisi Rakyat Menggugat Demokrasi (KARAM Demokrasi) serta Masyarakat Pecinta Keadilan. Sedang yang mendukung pengadilan Hasto adalah Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi.
Sidang Hasto berlangsung di lantai 1 Prof Dr M Hatta Ali sejak pukul 09.00 pagi. Sedang sidang Tom di ruang sidang 2 berlangsung pukul 14.00 siang. Saya sempat ikut salat Jumat di masjid belakang kantor PN Jakpus. Udaranya sejuk. Di situ berbaur hakim, jaksa, polisi, wartawan, dan pendukung terdakwa mendengarkan khotbah khatib.
Tidak gampang masuk ke ruang sidang. Maklum tempatnya terbatas. Jadi harus sanggup berdesak-desakan. Tangan saya sempat memar dan terluka gara-gara tergencet. Pintu ruang sidang juga sempat rusak. Polisi dan tentara berjaga-jaga. Sangat ketat.
Saya lihat di ruang sidang ada sejumlah tokoh memberikan dukungan buat Hasto. Di antaranya mantan gubernur Sumut Letjen TNI (Purn) Eddy Rahmayadi, mantan wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris, anggota Komisi I Nico Siahaan serta mantan menteri lingkungan hidup Alexander Sonny Keraf.
Oegroseno dan Sonny Keraf juga hadir di sidang vonis Tom Lembong. Di situ juga ada mantan capres Anies Baswedan, Said Didu, mantan wakil ketua KPK Saut Situmorang, pengacara dan pakar hukum tata negara Refly Harun serta ahli filsafat dan komentator politik terkenal Rocky Gerung. Saya duduk persis di samping kanan mereka berbaur dengan puluhan wartawan.
DIDUKUNG EMAK-EMAK
Vonis Tom Lembong berlangsung dalam suasana dramatis. Ketika majelis hakim yang diketuai Dennie Arsan Fatrika, SH, MH menyatakan Tom Lembong tetap bersalah dan dijatuhi hukum penjara 4 tahun 6 bulan serta denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan, pengunjung sidang langsung berteriak “huhhhh.” Malah ada emak-emak yang nyeletuk: “Ingat mati, Pak Hakim!”
Ratusan emak-emak hadir di sidang Tom Lembong untuk memberikan dukungan. “Mulai tahun 2024 di awal persidangan kami hadir terus. Pak Tom orang baik, dia tidak bersalah,” kata Ibu Rukiyah dari Jakarta Selatan penuh emosional.
Puluhan kamera wartawan mengabadikan Saut Situmorang yang lemas di pundak Anies. Dia sangat kecewa atas putusan hakim. Apalagi hakim sendiri menyatakan bahwa tidak ada aliran dana yang masuk ke kantong Tom Lembong. Malah hakim memerintahkan jaksa mengembalikan iPad dan MacBook yang sempat disita.
Istri Tom, Francisca Wihardja atau Ciska langsung menghampiri Tom seusai pembacaan vonis. Dia menyemangati suaminya. Dulu Ciska sempat mengingatkan suaminya agar fokus di bisnis saja. Itu sudah lebih dari cukup. Tapi Tom mengaku ada panggilan hati masuk ke wilayah politik. Dia ikut membantu Presiden Jokowi dan lanjut ke Anies Baswedan. Pidato fenomenal Jokowi di sidang tahunan IMF di Bali yang diambil dari istilah serial Game of Thrones kabarnya dibuat oleh Tom.
Wajah Tom yang bersih dan rapi tetap tenang ketika mendengar vonis hakim. “Selama di dalam sel penjara saya diingatkan oleh tahanan beragama Islam agar tetap tawakal,” katanya. Tom sendiri beragama Katolik. Saya hampir menitikkan air mata melihat ketabahan dan ketenangan wajah ayah dua anak itu. Tidak menerima uang apa pun dari tuduhan korupsi, tapi tetap dianggap bersalah.
Di depan hakim, Tom menyatakan pikir-pikir dulu atas putusan yang dijatuhkan. Tapi saya dengar terakhir Tom bersama tim penasihat hukumannya akan mengajukan banding. Di luar sidang emak-emak menyambutnya “Free Tom…Free Tom” sambil mengacungkan ratusan poster kebebasan dan ketidakadilan. Dia keluar ruang sidang diiringi lagu “Maju Tak Gentar” yang dinyanyikan pengunjung sidang.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp