Opini
Menimbang Keabsahan SK Bupati No 10/2025 tentang Penetapan Tarif Air Minum
Oleh: Abidinsyah S. (Tokoh Warga Tanjung Redeb)
Kegelisahan masyarakat, khususnya pelanggan air minum, atas kenaikan tarif oleh Perumda Batiwakkal yang meroket beberapa waktu lalu cukup melelahkan. Sejumlah elemen masyarakat, pemuda, dan mahasiswa bereaksi dengan melakukan unjuk rasa.
Bahkan, menyuarakan hal tersebut pula, Kesatuan Pelajar dan Mahasiswa Kabupaten Berau (KPMKB) melakukan unjuk rasa di Kantor Gubernur Kaltim, Kantor Ombudsman, dan terakhir di Kantor Kejaksaan Tinggi Kaltim. Tuntutan mereka agar Bupati Berau membatalkan keputusan yang menyebabkan kenaikan tarif air minum yang dianggap di luar jangkauan masyarakat, dan jika ada unsur pidananya, dilanjutkan sesuai hukum yang berlaku.
Polemik sempat berkembang karena Bupati Berau, Sri Juniarsih, menyatakan tidak pernah mengeluarkan keputusan kenaikan tarif dan itu adalah fitnah, kebodohan, serta provokasi. Kemudian berujung dengan pelaporan ke Polres Berau tentang keputusan kenaikan tarif SK 705, yang oleh Bupati diakui tidak pernah ditandatangani karena waktu itu sedang cuti mengikuti kegiatan pemilihan kepala daerah.
Rentetan sikap terhadap persoalan ini juga disuarakan oleh elemen masyarakat, pemuda, dan mahasiswa dengan unjuk rasa di depan Kantor DPRD Berau, Selasa (7/1/2025) lalu. Menyikapi tuntutan tersebut, Komisi II DPRD Berau telah mengadakan pertemuan dengan Direktur Utama dan manajemen Perumda Batiwakkal guna membahas kenaikan tarif air minum yang meroket serta membuat keputusan bersama untuk disampaikan kepada pengunjuk rasa di hari yang sama.
Secara garis besar, DPRD Berau menolak kenaikan tarif air minum yang dikeluhkan masyarakat serta meminta agar unsur pidananya dilanjutkan ke Polres Berau.
Memperhatikan keresahan masyarakat, Bupati Berau segera mengambil sikap dengan menerbitkan Surat Keputusan Bupati Berau No. 10 Tahun 2025 tentang Penetapan Tarif Air Minum yang dikelola Perumda Batiwakkal. Keputusan tersebut sangat melegakan karena isi keputusannya berkaitan dengan pengembalian tarif ke semula, yang berarti tidak ada kenaikan tarif.
"Mengenai Keputusan Bupati Berau tentang tarif air minum tersebut mengingatkan saya dengan peristiwa di awal tahun 1980-an di zaman Orde Baru, di mana saat itu merebak korupsi, terutama pungutan liar yang meresahkan masyarakat," ujar Abidinsyah selaku penulis.
Pada waktu itu, Panglima Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) yang dipimpin Jenderal TNI AL Sudomo atas perintah presiden melakukan pemberangusan dan penertiban terhadap korupsi serta pungutan liar (pungli). Di setiap kantor inspektorat provinsi ditempatkan seorang inspektur operasi tertib (opstib) dengan pangkat letnan kolonel yang diberi kebebasan memeriksa di daerah. Sasaran utama opstib adalah pemberantasan korupsi dan pungutan liar.
Mengapa pungutan liar? Karena kala itu dianggap sudah sangat meresahkan masyarakat. Pungutan yang dilaksanakan oleh bupati atau kepala dinas digolongkan sebagai pungutan liar jika hanya berbentuk surat keputusan bupati atau putusan kepala dinas, tanpa pernah dibahas dengan DPRD dan tanpa dasar hukum yang sah.
Jika dibahas dan mendapat persetujuan DPRD, maka bentuknya berupa peraturan daerah, bukan surat keputusan bupati atau kepala dinas. Filosofinya adalah bahwa dalam negara demokrasi, bukan diktator, setiap pungutan kepada rakyat harus dimusyawarahkan dan mendapat persetujuan masyarakat yang diwakili oleh DPRD.
Bagaimana dengan Surat Keputusan Bupati Berau No. 10 Tahun 2025 tentang Tarif Air Minum yang diterbitkan sepihak tanpa sepengetahuan DPRD Berau? Tentu perlu didukung alasan formal yang kuat agar tidak termasuk kategori pungutan liar, seperti:
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 71 Tahun 2016 tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum menyebutkan bahwa kepala daerah menetapkan tarif air minum paling lambat bulan November setiap tahun (Pasal 25).
Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut juga disebutkan dalam pertimbangan Surat Keputusan Bupati Berau No. 10 Tahun 2025 tentang Penetapan Tarif Air Minum.
"Mungkin kita perlu menyimak hierarki atau urutan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," sambung Abidinsyah.
Dalam perundang-undangan tersebut ditetapkan jenis dan hierarki peraturan sebagai berikut:
- Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
- Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
- Peraturan Pemerintah.
- Peraturan Presiden.
- Peraturan Daerah Provinsi.
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Hierarki undang-undang tersebut menjadi landasan hukum untuk menguji apakah Keputusan Bupati Berau No. 10 Tahun 2025 tentang Tarif Air Minum absah dan memiliki landasan hukum yang kuat.
Pembahasan selanjutnya dikaitkan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 71 Tahun 2016 tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum.
Selain itu, Peraturan Daerah Kabupaten Berau No. 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan penerapan Undang-Undang No. 1 Tahun 2022. Dalam hierarki undang-undang tersebut, tidak disebutkan Peraturan Menteri. Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah hanya mengatur air tanah tetapi ironisnya tidak mengatur air permukaan, yang menjadi topik permasalahan karena tarifnya melonjak.
Surat Keputusan Bupati Berau No. 10 Tahun 2025 dengan dasar hukumnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2021 menyebutkan bahwa tarif air minum ditetapkan oleh kepala daerah. Namun, keputusan ini batal demi hukum karena bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, yang menyebutkan bahwa penetapan tarif air minum harus dibentuk dengan peraturan daerah. Pungutan yang tidak didasarkan pada hukum yang sah berpotensi menjadi pungutan liar.
Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa Surat Keputusan Bupati Berau No. 10 Tahun 2025 tentang Tarif Air Minum tidak sah dan batal demi hukum karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 2022. Oleh karena itu, keputusan Bupati Berau perlu ditinjau kembali.
Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, jelas disebutkan bahwa tarif air minum harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Artinya, harus dibahas dan mendapat persetujuan DPRD sebagai wakil rakyat yang mewakili pelanggan air minum.
Apakah analisa penulis di atas benar? Belum tentu. Mungkin keliru atau salah semuanya. Karena ini hanya pendapat pribadi sebagai bentuk kepedulian. Perlu ada tanggapan dari Pemkab Berau sebagai penyelenggara pemerintahan daerah dan DPRD Berau sebagai pengawas jalannya pemerintahan.
Mungkin mereka berbeda pendapat. Namun, harus diingat bahwa perbedaan pendapat adalah rahmat yang harus disyukuri karena dapat mendorong pengembangan ilmu pengetahuan. (*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp
Related Posts
- Pekerja Perusahaan Sawit di Berau Ditemukan Meninggal Saat Pergi Memancing di Laut
- Bupati Berau Sri Juniarsih Janji Bakal Renovasi Gedung SDN 001 Tepian Buah
- Pemkab Berau Kembali Buka Beasiswa Khusus Siswa SD Kurang Mampu, Dialokasikan Anggaran Sebesar Rp 195 Miliar
- Pemkab Berau Bakal Evaluasi Kinerja Direktur Baru Perusda Bhakti Praja Selama 6 Bulan
- Pemadaman Listrik di Berau Terus Terjadi, Massa Aksi Gelar Demo di Depan Kantor PT PLN UP3