Kaltim

UU Cipta Kerja Disahkan Jokowi, Aliansi Akademisi: Suara Rakyat Tidak Didengar!

Kaltim Today
03 November 2020 16:17
UU Cipta Kerja Disahkan Jokowi, Aliansi Akademisi: Suara Rakyat Tidak Didengar!

Kaltimtoday.co, Samarinda - Omnibus Law UU Cipta Kerja resmi ditanda tangani oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (2/11/2020) lalu. Kini beleid tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja. UU Cipta Kerja itu sudah bisa diakses oleh publik, berjumlah sebanyak 1.187 halaman dan diunggah ke situs resmi Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).

Padahal, unjuk rasa penolakan terhadap UU Cipta Kerja itu telah mewarnai Tanah Air selama Oktober silam. Namun, pemerintah tetap mengesahkannya. Berdasarkan pada momen semalam, Aliansi Akademisi Tolak Omnibus Law turut buka suara dan menyatakan siaran persnya kepada awak media melalui zoom meeting pada Selasa (3/11/2020) pukul 13.00 Wita. Menurut mereka, negara memaksakan hukum yang ditolak oleh rakyat.

Haris Retno Susmiyati, akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Mulawarman menyampaikan bahwa pengesahan yang dilakukan kemarin dilakukan di tengah gelombang aksi penolakan rakyat yang luar biasa. Terjadi hampir di seluruh daerah. Pengesahan juga dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19 yang meresahkan masyarakat. Sehingga menjadi beban.

Aliansi Akademisi mencatat beberapa persoalan. Mulai awal perancangan yang sudah muncul banyak penolakan, disahkan oleh DPR RI, hingga puncaknya ketika mendorong serangkaian aksi di tengah masyarakat. Pertama, pengesahan UU Nomor 11/2020 ini dilaksanakan ketika represi hak menyampaikan pendapat itu terjadi di mana-mana. Penolakan yang dilayangkan masyarakat justru direspons dengan tindak kekerasan di lapangan. Represi merupakan tindakan brutal negara dan mencederai hak menyatakan pendapat yang seharusnya dilindungi oleh UU.

Represi tersebut juga dipicu oleh kebijakan Mabes Polri yang memerintahkan tindakan-tindakan pada masyarakat. Khususnya bagi mereka yang melakukan aksi penolakan terhadap Omnibus Law. Menurut Aliansi Akademisi, ini menjadi catatan buram terhadap pengesahan UU Nomor 11/2020.

"Pembungkaman kebebasan berekspresi, berpendapat melalui aksi demonstrasi juga menyasar banyak kalangan. Ini menjadi 1 catatan kita ketika pengesahan undang-undang ini," ungkap Retno.

Situasi tersebut juga melanggar konstitusi Indonesia, UUD Pasal 28 1945 secara jelas menyebutkan bahwa setiap warga negara punya hak untuk menyuarakan pendapat. Sebagai satu bentuk penegakan nilai konstitusional, Aliansi Akademisi telah menyelenggarakan seri Kuliah Bersama Rakyat. Dilakukan sejak 14 Oktober hingga 2 November. Substansi kritik dilakukan secara mendasar, komprehensif, detail dengan menganalisis pengesahan yang dilakukan oleh DPR RI. Meskipun versinya kerap berubah-ubah, Aliansi Akademisi tetap coba menelusuri, mengkaji secara akademik. Dilakukan dari hari ke hari, tanpa jeda, bahkan tetap dilaksanakan meski hari libur.

[irp posts="21183" name="Kapan Pencairan Beasiswa Kaltim Tuntas? Ini Penjelasan Pemprov Kaltim"]

"Perubahan dokumen UU Cipta Kerja itu juga merupakan salah 1 catatan buram dalam proses pembentukan UU ini. Namun nyatanya, draft UU ini tetap disahkan presiden melalui UU Nomor 11/2020," lanjut Retno.

Menurut Aliansi Akademisi, mereka jadi bertanya-tanya mengapa pemerintah dan presiden terkesan nampak memaksakan hukum yang jelas-jelas ditolak oleh rakyatnya. Sehingga menjadi tanda tanya besar terkait kepentingan siapa yang dibawa oleh Joko Widodo dan Ma'ruf Amin selaku pemimpin negeri ini. Jika memang untuk kepentingan rakyat, lantas agak janggal ketika suara-suara masyarakat justru tidak didengar. Menurut kajian Aliansi Akademisi menunjukkan bahwa terjadi penguatan tirani hukum kekuasaan yang hanya menguntungkan kekuasaan oligarki hingga menebalkan masalah korupsi.

"Bukan tidak mungkin kalau Indonesia saat ini sedang mengarah kepada bukan lagi negara hukum, tapi negara kekuasaan di bawah pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Kami dari Aliansi Akademisi ingin mengingatkan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara itu bertujuan untuk proses mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, membangun fondasi kuat demokrasi yang konstitusional sesuai dengan prinsip negara hukum Indonesia," beber Retno.

Namun, rezim hari ini sedang mengarah kepada kuasa kapitalisme oligarki. Sudah seharusnya presiden mengambil sikap yang bijak. Bukan malah mengesahkan UU yang banyak ditolak oleh rakyat sendiri. Sudah seharusnya, UU Nomor 11/2020 ini dibatalkan. Upaya-upaya represi kepada warga yang mengkritik dengan aksi penolakan sudah seharusnya dihentikan.

"Pernyataan ini dilakukan oleh 322 akademisi yang meliputi 119 universitas yang tergabung di dalamnya," tandasnya.

[YMD | TOS]


Related Posts


Berita Lainnya