Opini
Balikpapan Waspada Virus Corona, Di Mana Peran Negara?
Oleh : Djumriah Lina Johan, (Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam)
Virus mematikan yang berasal dari Wuhan, Cina ditengarai masuk ke Balikpapan. Hal ini sebagaimana penjelasan Kepala DKK Balikpapan dr. Andi Sri Juliarti. Diwartakan dari kapefm.com, Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan siaga mengantisipasi virus Corona. Hal ini menyusul adanya surat edaran dari Kementerian Kesehatan terkait 19 wilayah di Indonesia yang rawan terserang virus Corona, termasuk Balikpapan.
“Balikpapan termasuk daerah yang dikategorikan waspada terhadap virus Corona. Kewaspadaan itu terkait lokasi Balikpapan yang menjadi pintu gerbang di wilayah Kalimantan Timur, sehingga memiliki risiko untuk terserang virus Corona,” kata Kepala DKK Balikpapan dr. Andi Sri Juliarti, Senin (27/1/2020).
Berdasarkan berita di atas, setidaknya ada empat hal yang perlu dianalisa :
Pertama, kelalaian Pemerintah dengan memberikan kemudahan akses pendatang yang berasal dari Cina. Padahal Cina merupakan tempat berkembangnya virus tersebut. Sehingga harusnya Pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan adanya pendatang dari Cina. Walaupun ada pemeriksaan suhu tubuh di bandara maupun pelabuhan internasional tidak menyentuh persoalan utama yakni masih bebasnya pendatang untuk masuk ke Indonesia, khususnya Balikpapan. Kebebasan ini sama saja dengan upaya Pemerintah untuk memfasilitasi mewabahnya virus tersebut di kota ini.
Kedua, adanya indikasi peremehan virus sehingga upaya yang dilakukan pun cukup terlihat setengah hati. Dimulai dari tak ada larangan pendatang dari Cina, hanya meminta petugas kesehatan memakai masker N95, hingga meminta masyarakat untuk menjaga kesehatan sendiri dengan cara mencuci tangan, dan lain-lain.
Padahal, walaupun virus Corona tidak lebih mematikan daripada SARS dan MERS namun penyebaran virus ini lebih cepat dibanding keduanya. Sehingga dibutuhkan ketegasan dari Pemerintah dan penanganan serius dengan melakukan berbagai upaya agar virus tersebut tidak menjangkiti rakyat negeri ini maupun masyarakat Balikpapan.
Ketiga, ketidaksungguhan Pemerintah dalam upaya pencegahan dengan peningkatan imunitas masyarakat melalui asupan bergizi. Hal ini terlihat dari bagaimana Pemerintah khususnya Kota Beriman hanya meminta masyarakat untuk menjaga kesehatan. Ini hanya berarti satu hal, yakni negara menyuruh masyarakat mengurus dirinya sendiri.
Sejatinya masyarakat Balikpapan secara riil masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan, yakni masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal layak, sanitasi dan air yang bersih, tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup berupa makanan yang bergizi, hingga pakaian yang layak. Maka pertanyaannya, bagaimana mereka menjaga kesehatan sendiri dengan upaya peningkatan imunitas agar tidak tertular penyakit seperti virus Corona?
Keempat, adanya wabah Corona justru semakin membuktikan negara lalai serta berupaya mencuci tangan dengan urusan rakyatnya. Negara hanya berperan sebagai regulator bukan sebagai periayahan urusan umat. Inilah efek paradigma kapitalisme sekuler yang hanya mementingkan bisnis, investasi, dan keuntungan materi semata. Tidak lagi menjadikan ridha Allah SWT sebagai satu-satunya tolok ukur perbuatan.
Ketika paradigma kehidupan yang diadopsi sekarang rusak dan merusak serta tidak mampu bahkan hanya untuk menjamin kesehatan rakyat, maka dibutuhkan solusi untuk mengatasi problematika pokok tersebut. Yaitu dengan mengganti sistem yang mengatur negeri ini dengan sistem yang jelas dan terbukti berhasil menjaga dan menjamin kesehatan umat sekaligus bersumber langsung dari Sang Pencipta, Allah SWT.
Inilah Islam, dengan sudut pandangnya yang khas sebab bersumber langsung dari Allah SWT. Pola hidup bersih dan sehat sesungguhnya merupakan bagian penting yang diperhatikan dalam Islam. Hal ini terwujud dalam sejumlah dalil Al Qur’an dan sabda Rasulullah saw. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam kerusakan." (TQS. Al Baqarah : 195).
Rasulullah saw juga bersabda, “Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.” (HR. Ibnu Majah).
Problem besar yang melekat pada sistem kesehatan saat ini tak hanya dari sisi sistem pelayanan kesehatan, lingkungan dan genetik, tapi juga perilaku. Berbagai penyakit yang saat ini bermunculan tak sedikit yang disebabkan karena faktor perilaku.
Lantas, bagaimana mekanisme khas Islam dalam mencegah munculnya wabah penyakit dan bagaimana kiat Islam untuk mengatasinya?
Kebijakan kesehatan dalam Khilafah sesungguhnya memperhatikan terealisasinya beberapa prinsip. Pertama, pola baku sikap dan perilaku sehat. Kedua, lingkungan sehat dan kondusif. Ketiga, pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau. Keempat, kontrol efektif terhadap patologi sosial.
Pembangunan kesehatan tersebut meliputi keseimbangan aspek promotif preventif, kuratif dan rehabilitatifnya. Promotif ditujukan untuk mendorong sikap dan perilaku sehat. Preventif diprioritaskan pada pencegahan perilaku distortif dan munculnya gangguan kesehatan. Kuratif ditujukan untuk menanggulangi kondisi perilaku dan munculnya gangguan kesehatan. Rehabilitatif diarahkan agar predikat sebagai makhluk bermartabat tetap melekat.
Pembinaan pola baku sehat dan perilaku sehat baik secara fisik, mental maupun sosial pada dasarnya merupakan bagian dari pembinaan kepribadian islam itu sendiri. Islam sangat memperhatikan pola hidup bersih dan sehat, sanitasi yang sehat termasuk pola perilaku konsumsi makanan yang sehat (halalan thoyyiban) yang menjamin gizi seimbang. Dari Ibnu Abbas ra. berkata, “Rasulullah saw melarang dari setiap binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.” (Shahih, Diriwayatkan Muslim 1934).
Adapun upaya penyembuhan bagi yang telah terinfeksi penyakit, maka negara akan memenuhi permintaan masyarakat akan obat dan alat kesehatan. Obat-obatan dan alat kesehatan sendiri merupakan bagian penting dalam aspek kuratif. Khilafah akan berupaya memaksimalkan penemuan obat melalui serangkaian penelitian. Industri kesehatan juga akan didorong untuk menghasilkan produk dari penelitian mengenai obat-obatan dan alat kesehatan dengan biaya penuh dari negara yang diambil dari pos-pos baitul mal.
Adapun untuk penanggulangan saat wabah menyerang suatu wilayah, Islam memiliki mekanisme khas berupa upaya rehabilitatif seperti yang diungkapkan Rasulullah sebagaimana yang dijelaskan dari Abdurrahman bin Auf ra. bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Apabila kalian mendengar wabah tengah mendera suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Dan jika menyerang wilayah kalian, maka janganlah engkau melarikan diri.” (HR. Bukhari)
Hal ini terungkap saat Syam khususnya di daerah Amwas diserang wabah Tha'un. Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat dan meminta pendapat mereka. Saat itu, Gubernur Syam Abu Ubaidah berkata kepada Umar, “Apakah engkau akan lari dari takdir Allah?” Umar menjawab, “Seandainya bukan dirimu yang mengatakannya wahai Abu Ubaidah! Benar, aku lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain.” (Muttafaqun ‘alaih)
Abdurrahman bin Auf saat itu tidak ada, ia tidak tahu musyawarah dan dialog antara Umar dan Abu Ubaidah. Ketika dikabarkan kepadanya, ia berkata, “Saya memiliki ilmu tentang hal ini. Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Jika kalian mendengar suatu negeri dilanda wabah, maka jangan kalian memasukinya. Jika wabah itu terjadi di negeri yang kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar darinya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Ketika Umar ra. mendengar sabda Nabi saw ia merasa tenang, dan bertahmid memuji Allah SWT. Kemudian bersama kafilah kembali ke Madinah, sedangkan gubernur Syam, Abu Ubaidah kembali ke Syam.
Ini merupakan metode karantina yang telah diperintahkan Nabi Muhammad saw untuk mencegah wabah tersebut menjalar ke negara-negara lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Nabi Muhammad mendirikan tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah dan menjanjikan bahwa mereka yang bersabar dan tinggal akan mendapatkan pahala sebagai mujahid di jalan Allah, sedangkan mereka yang melarikan diri dari daerah tersebut diancam malapetaka dan kebinasaan.
Oleh karena itu, hanya Islam yang mampu menjaga serta menjamin kesehatan umat. Maka campakkan sistem yang telah mewabahkan virus ini dan ganti dengan Islam Kaffah. Sungguh tegaknya Islam hanya persoalan waktu. Dan hanya orang-orang beriman dan yakin yang mampu melihat dan mencium wangi kemenangan tersebut. Wallahu a’lam bish shawab.
*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi kaltimtoday.co