Nasional

MK Tolak Gugatan Penghapusan Kolom Agama di KTP dan KK, Ini Alasannya

Network — Kaltim Today 30 September 2025 08:04
MK Tolak Gugatan Penghapusan Kolom Agama di KTP dan KK, Ini Alasannya
Ilustrasi. (Dok. Beritasatu.com)

Kaltimtoday.co – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menolak permohonan uji materi terkait penghapusan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Dalam sidang putusan perkara Nomor 155/PUU-XXIII/2025, majelis hakim menilai gugatan yang diajukan tidak memiliki dasar hukum kuat dan dianggap kabur.

Ketua MK Suhartoyo menjelaskan, permohonan yang diajukan pemohon, Taufik Umar, tidak konsisten dan tidak dilengkapi argumentasi hukum yang memadai. 

“Pemohon pada petitum angka 4 dan 5 merumuskan permintaan yang tidak lazim, tidak konsisten, dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Tidak ada uraian maupun argumentasi hukum yang mendukung di dalam posita,” tegas Suhartoyo dalam sidang di Jakarta.

Hakim menambahkan, pemohon juga tidak menyebutkan peraturan perundang-undangan yang seharusnya diubah. Padahal, tidak semua regulasi berada dalam kewenangan DPR bersama pemerintah. Karena itu, meskipun MK berwenang memeriksa perkara tersebut, substansi gugatan dinilai tidak relevan.

“Menyatakan permohonan pemohon Nomor 155 tidak dapat diterima,” ujar Suhartoyo.

Dalam gugatannya, Taufik menguji beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Ia meminta agar kolom agama tidak lagi ditampilkan secara terbuka di KTP dan KK, melainkan disimpan dalam chip KTP elektronik seperti data biometrik sidik jari atau iris mata.

Menurut Taufik, pencantuman agama secara eksplisit berpotensi memicu diskriminasi hingga kekerasan, sehingga dinilai bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1) dan (4) UUD 1945.

Kuasa hukum Taufik, Teguh Sugiharto, menuturkan bahwa kliennya pernah menjadi korban diskriminasi saat pemeriksaan KTP di Poso, Sulawesi Tengah.

“Taufik Umar dalam perjalanan dari Poso ke Palu pernah beberapa kali menghadapi sweeping KTP. Pada waktu itu, banyak orang mengalami kekerasan bahkan pembunuhan hanya karena identitas agama yang tercantum di KTP, baik oleh pihak dari kalangan Muslim maupun Kristen,” jelas Teguh saat persidangan 3 September lalu.

[RWT] 



Berita Lainnya