Kaltim

Perang Buzzer Isran-Hadi vs Rudy-Seno Jelang Pilkada, Pengamat Sebut Strategi Giring Opini dan Menarik Atensi Masyarakat Kaltim

Defrico Alfan Saputra — Kaltim Today 03 Oktober 2024 12:02
Perang Buzzer Isran-Hadi vs Rudy-Seno Jelang Pilkada, Pengamat Sebut Strategi Giring Opini dan Menarik Atensi Masyarakat Kaltim
Potret Paslon 01 Isran-Hadi dan Paslon 02 Rudy-Seno saat pencabutan nomor urut di KPU Kaltim. (Defrico/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Perang buzzer antara kubu Isran Noor-Hadi Mulyadi, dan Rudy Mas'ud-Seno Aji kian marak di media sosial. Apalagi, tahapan kampanye sudah dimulai sejak 25 September 2024 lalu. 

Terkait hal itu, Pengamat Politik dari Dosen FISIP Universitas Mulawarman Syaiful Bachtiar menyoroti fenomena buzzer politik, yang secara umum sering terjadi mendekati kontestasi politik Pilkada serentak ini. 

Menurutnya, ada dua kategori buzzer dalam Pilkada. Pertama, buzzer dari simpatisan paslon. Kedua, buzz yang sengaja dibentuk untuk menggiring opini masyarakat dalam mengubah arah pilih ke paslon tertentu (dikondisikan).

"Buzzer ini merupakan strategi yang bisa menggiring opini, atau mendongkrak perhatian masyarakat ke calon tertentu. Itu juga sebagai cara memaksimalkan dukungan untuk memilih paslon tersebut," ungkap Syaiful.

Terlepas bagaimana buzzer itu bekerja, Syaiful menilai bahwa buzzer sendiri bisa membawa pengaruh positif maupun negatif. Ada yang gencar menyampaikan visi-misi salah satu paslon, ada pula yang membuat kebisingan di media sosial dengan mendiskreditkan paslon tertentu.

"Perlu ada batasan batasan atau rambu-rambu kepada para buzzer, terkait dengan ketentuan dalam kampanye," tuturnya.

Rambu-rambu yang dimaksud mengarah pada diskriminasi, hoax, negatif atau black campaign, dan lain sebagainya. Bawaslu sendiri juga punya tugas pengawasan untuk menciptakan kondusifitas Pilkada yang damai, jujur, dan adil.

Jika salah satu paslon merasa dirugikan oleh oknum atau buzzer tertentu, maka mereka bisa melaporkan kepada Bawaslu dengan alat bukti yang cukup, hingga dilakukan proses penanganan dugaan pelanggaran. 

"Pelanggaran bisa termuat dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 mengenai Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, dan Wali Kota," jelasnya.

Meski begitu, Syaiful menilai bahwa kerja-kerja buzzer tentu sulit untuk diawasi secara maksimal. Terlebih, penggunaan internet dan teknologi saat ini sangat mudah diakses oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun. Menyambut kontestasi Pilkada serentak, Syaiful meminta agar kedua paslon tetap bersaing dengan menjunjung tinggi sportifitas, tanpa kecurangan.

"Bagi para buzzer, selama kebisingan di media sosial untuk memperkaya wawasan pengetahuan masyarakat terhadap para calon, itu jauh lebih posistif. Ketimbang buzzer yang mendiskriminasi, memotong video diluar batas kewajaran, dan bisa merugikan paslon tertentu," tutupnya.

[RWT]



Berita Lainnya