Opini

Balikpapan Melawan Pusat Jilid II

Kaltim Today
12 Juni 2020 13:15
Balikpapan Melawan Pusat Jilid II

Oleh: Djumriah Lina Johan (Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam)

Untuk kedua kalinya Pemerintah Kota Balikpapan melawan kebijakan pemerintah pusat yakni Kementerian Perhubungan. Pada perlawanan sebelumnya, Pemkot Balikpapan bersikeras untuk tetap menutup Bandara SAMS namun akibat tekanan dari pusat akhirnya pemkot mengikuti kebijakan tersebut. Kali ini adanya relaksasi syarat bagi penumpang penerbangan domestik dengan hanya melampirkan rapid test tanpa tes PCR dilawan Pemkot Balikpapan. Akankah sekali lagi pemkot tumbang?

Dilansir dari tirto.id pada Selasa (9/6/2020) Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menghapus ketentuan pembatasan penumpang pada transportasi umum dan kendaraan pribadi. Dengan begitu, tidak ada lagi pembatasan jumlah penumpang maksimal 50% kapasitas kendaraan. Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permenhub 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Mencegah Penyebaran COVID-19. Budi menekan Permenhub tersebut kemarin, Senin (8/6/2020).

Menurut Budi, dibukanya kembali akses transportasi dengan kapasitas yang lebih besar akan membuat aktivitas ekonomi bergeliat.

“Pengendalian transportasi yang dilakukan menitikberatkan pada aspek kesehatan, karena kami berupaya untuk menyediakan transportasi agar masyarakat baik itu petugas transportasi, maupun penumpang tetap bisa produktif namun tetap aman dari penularan Covid-19,” ujarnya.

Dalam pemberitaan Kumparan.com pada Selasa (9/6/2020), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melonggarkan aturan bagi masyarakat yang akan bepergian menggunakan pesawat pada masa normal baru (new normal) pandemi COVID-19. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, calon penumpang tidak perlu memiliki hasil tes PCR tetapi cukup rapid test.

“Jadi, kami tidak ingin bahwa syarat-syarat terlalu ketat apalagi PCR biayanya mahal daripada ke Yogyakarta dan Surabaya. Jadi, jelas aturan Gugus Tugas itu untuk dalam negeri cukup rapid, luar negeri PCR,” kata Budi Karya seperti dilansir dari Antara, Selasa, (9/6/2020).

“Dengan penetapan ini, dilakukan kembali aktivitas ekonomi yang akan berdampak pada peningkatan aktivitas perjalanan, pergerakan orang melalui transportasi. Oleh karenanya, perlu dilakukan penyempurnaan aturan pengendalian transportasi dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19 di sektor transportasi,” ujar Budi Karya.

Diwartakan dari SKH Kaltim Post pada edisi Kamis (11/6/2020), Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi mengatakan, terkait kabar perubahan persyaratan penerbangan, Balikpapan masih menggunakan syarat PCR bagi mereka yang masuk Balikpapan. Syarat ini berlaku bagi warga KTP luar Kaltim yang ingin masuk wilayah Balikpapan.

Rizal menegaskan, langkah ini harus dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Sebab, jika melihat 90 kasus positif di Balikpapan. Sebagian kasus, yakni 40 orang merupakan pekerja migas dan tambang. Maka, pihaknya tetap memperketat dengan syarat PCR yang berlaku hingga akhir Juni sesuai Surat Edaran Wali Kota Balikpapan.

Adanya pernyataan Menhub bahwa PCR tidak wajib, dinilai tidak tegas. Perlu diketahui, dalam relaksasi persyaratan calon penumpang pesawat dalam negeri yang telah direvisi selain tidak wajib menggunakan PCR juga boleh hanya dengan menunjukkan surat keterangan bebas gejala influenza yang dikeluarkan oleh dokter rumah sakit/puskesmas.

Apa yang telah dilakukan oleh Pemkot Balikpapan patut untuk mendapatkan standing applause. Namun, sekali lagi tidak ada jaminan bahwa kebijakan pemkot yang berseberangan dengan pusat akan bertahan lama seperti perlawanan pemkot yang pertama.

Dari sini, seharusnya semakin membuka mata kita bagaimana negara ini diatur dengan aturan yang amburadul. Regulasi dibuat hanya demi menyenangkan korporasi. Hal ini jelas terlihat dengan adanya relaksasi transportasi terbaru penumpang penerbangan domestik akan kembali ramai semisal sebelum wabah menyerang.

Apalagi jika melihat sepak terjang perpolitikan dan kebijakan yang lahir selama ini. Adanya wabah corona bahkan semakin menelanjangi bagaimana hubungan gelap yang terjalin antara rezim dengan lingkaran elit politik dari kalangan para kapitalis.

Maka, perubahan kebijakan pada moda transportasi jelas membawa kepentingan para pengusaha besar. Ungkapan penyempurnaan aturan pengendalian transportasi dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 di sektor transportasi pun hanyalah pemanis buatan semata. Realitasnya nihil. Revisi regulasi ini malah mendorong lajunya penyebaran wabah hingga ke titik yang tak dapat diprediksi lagi.

Relaksasi demi geliat pertumbuhan ekonomi juga hanya membawa kepentingan korporasi. Bukan untuk kemaslahatan rakyat. Sebab, yang dirugikan akibat kebijakan PSBB adalah para pengusaha besar. Sehingga mereka pula yang berada di balik revisi kebijakan di sektor ini.

Indonesia adalah negara pengekor yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler warisan para penjajah. Sehingga tidak mengherankan bila lebih mengutamakan perputaran roda perekonomian daripada keselamatan dan kesehatan warga negaranya.

Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif lain untuk mengeluarkan rakyat dari nestapa. Islam sebagai sistem yang berasaskan akidah yang bersumber dari Allah SWT memiliki solusi tuntas atas setiap permasalahan kehidupan. Tak akan didapati dalam sistem pemerintahan Islam adanya kebijakan yang lebih mementingkan ekonomi dibanding nyawa rakyat. Dari sini jelaslah bahwa Indonesia butuh Islam sebagai new system agar new normal life dapat terwujud tanpa harus mengorbankan keselamatan umat. Wallahu a’lam bish-shawab.(*)

*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co


Related Posts


Berita Lainnya