Opini
Pengasuh Aniaya Anak: Urgensi Pemeriksaan Psikologis dan Bekal Pengetahuan Hukum Sebagai Upaya Preventif
Oleh: Sheila Maulida Fitri, S.H., M.H (Advokat - Pemerhati Hukum dan Sistem Peradilan Pidana)
JAGAD Nasional lagi-lagi kembali digemparkan dengan kasus yang kembali menimpa anak-anak. Kali ini Indonesia digemparkan dengan adanya kasus penganiayaan yang dilakukan oleh pengasuh terhadap seorang anak selebgram asal Malang berusia di bawah lima tahun yang notabene telah diasuhnya selama kurang lebih satu tahun.
Berdasarkan luka dan bukti cctv yang diunggah sang selebgram, kondisi anak bisa dikatakan mengalami luka berat. Pasalnya, mata sebelah kanan bengkak dan lebam hingga tidak bisa dibuka, telinga dan beberapa organ tubuh lainnya luka-luka, serta yang paling dikhawatirkan adalah kondisi psikologis korban yang berpotensi akan menimbulkan trauma dan mempengaruhi tumbuh kembangnya hingga dewasa nanti. Bagaimana tidak, berdasarkan bukti permulaan rekaman cctv, penganiayaan dilakukan lebih dari 1 jam lamanya.
Kasus penganiayaan/kekerasan terhadap anak sangat massif terjadi di Indonesia. data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menunjukkan pada rentang Januari hingga November 2023 terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak. Tahun 2022 terdapat 16.106 kasus, sedangkan tahun 2021 terdapat sebanyak 14.517 kasus. Data tersebut merupakan jumlah kasus yang terlaporkan, sedangkan kasus yang tidak diketahui atau tidak dilaporkan tentunya masih banyak sehingga dikenal dengan fenomena gunung es. Adapun bentuk kekerasan terhadap anak mencakup berbagai bentuk perbuatan, termasuk namun tidak terbatas pada kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, perdagangan manusia, dan penelantaran.
Ancaman hukuman kekerasan terhadap anak
Indonesia telah memiliki regulasi yang khusus mengatur mengenai perlindungan terhadap para penerus generasi bangsa sejak tahun 2002 melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Yang Kemudian Diubah Dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Dalam konteks penganiayaan terhadap anak, perbuatan ini telah dilarang dalam ketentuan pasal 76C yang berbunyi: “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.” Dengan ancaman pidana yang diatur dalam pasal 80 ayat (1) yaitu pidana penjara paling lama 3 (tiga) Tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).”
Sedangkan apabila luka yang diakibatkan adalah luka berat, maka diatur dan diancam pidana berdasarkan pasal Pasal 80 ayat (2) dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pemeriksaan Psikologis dan Bekal Pengetahuan Hukum oleh Agen Penyalur
Belajar dari kasus tersebut di atas, Maka bagi para stakeholder perlu kiranya melakukan pengawasan bagi para Yayasan atau agen penyalur babysitter dan ART agar dalam system rekrutmennya turut serta mewajibkan adanya pemeriksaan kondisi kejiwaan/psikologis bagi para calon anggotanya yang akan disalurkan kepada client guna mengetahui ada tidaknya kecenderungan melakukan kekerasan, serta mengetahui kondisi kejiwaannya sebelum mempercayakan buah hati pada pengawasan dan di bawah pengurusannya.
Selain itu, seringkali seseorang menjadi pelaku suatu kejahatan dikarenakan ia tidak memiliki cukup pengetahuan hukum dalam bidang yang ia jalankan. Yaitu mengenai do and don’t serta ancaman hukuman yang akan menimpa jika ia melanggar suatu ketentuan. Deterrence effect/ Efek jera sangat bisa timbul apabila seseorang mengetahui ancaman pidana yang akan menanti apabila seseorang melanggar suatu hukum tertentu, sehingga meminimalisir terjadinya suatu kejahtaan di lingkup rumah tangga yang dilakukan oleh oknum Babysitter maupun ART yang sesungguhnya telah banyak terjadi (Upaya preventif).
Hal ini tentunya juga akan turut serta bisa menjaga nama baik yayasan/agen penyalur agar bsia semakin dipercaya oleh konsumen, begitu juga sebaliknya, apabila terdapat kasus yang dilakukan oleh anggotanya hal ini akan menjadikanagen penyalur tersebut kehilangan kepercayaan dari konsumen/client.
Oleh karena itu, pemeriksaan kejiwaan dilakukan bagi para calon babysitter dan/atau ART yang hendak disalurkan serta diberikan penyuluhan hukum sebagai bekal dan pedoman dalam menjalankan tugas. (*)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- DPPKB dan BKKBN Kawal Percepatan Dokumen GDPK 5 Pilar dalam Rencana Pengendalian Kependudukan di Samarinda
- Sudah 80 Persen, DPPKB Samarinda Targetkan Grand Desain Pembangunan Kependudukan Rampung Tahun Ini
- Ciptakan Standar Kualitas Penduduk, DPPKB Ajak OPD dan Stakeholder Lakukan Review Naskah GDPK
- Izin Tinggal Habis, WNI Samarinda Langgar Keimigrasian karena Sembunyikan Suami Siri Asal Pakistan
- Kaltim Tambah Koleksi Medali di Peparnas XVII 2024 Solo