Kaltim

Ketersediaan Air Baku Ancam Ibu Kota Negara di Kaltim

Kaltim Today
12 Februari 2020 14:31
Ketersediaan Air Baku Ancam Ibu Kota Negara di Kaltim

Kaltimtoday.co, Jakarta - Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kaltim mendapat sorotan dari pakar hingga aktivis lingkungan. Salah satu yang menjadi sorotan, yakni terkait ketersediaan air baku untuk konsumsi warga.

Untuk memastikan hal tersebut, pakar hingga aktivis lingkungan menyarankan pemerintah untuk mempersiapkan skenario terburuk saat membahas hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN di Kaltim.

Dosen Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr KPH Bagas Pujilaksono Widyakanigara dalam Dialog Nasional VI Ibu Kota Negara Menuju Ibu Kota Negara Lestari yang Berkelanjutan di Bappenas, Jakarta, Selasa, seperti dilansir dari Antara mengatakan, harus ada feasibility study (FS) lebih detil soal air, tidak hanya untuk kehidupan tapi misalnya juga untuk kebutuhan energi.

IKN, kata Bagas, merupakan simbol negara yang harus disiapkan lebih bagus dari Jakarta sehingga harus ada skenario paling ekstrem untuk persoalan ketersediaan air.

“Apakah perlu desalinasi air laut, mengingat air tanah tidak begitu memungkinkan, begitu juga air permukaan. Kalau tidak ada air beneran bagaimana?” ujar dia.

Sedangkan terkait energi, Bagas justru mengatakan opsi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) mau tidak mau harus dipikirkan, apalagi penggunaan PLTU dengan batu bara tidak bisa digunakan karena Indonesia terikat dengan Paris Agreement.

“Kalau tidak ada angin bagaimana? Mau pakai hidro tapi katanya air tidak begitu banyak. Bagaimanapun ketersediaan listrik harus besar, tidak mungkin Ibu Kota Negara mati lampu seminggu dua kali,” ujar Bagas.

Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi mengatakan ada 109 lubang tambang di lokasi Ibu Kota Negara. “Skenario pemerintah seperti apa menyelesaikannya?” tanyanya.

Zenzi mengatakan jangan sampai justru menutupnya, malah membebani IKN atau justru daerah lain di luar Kalimantan Timur terdampak karena ada permintaan land swap.

Sementara itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor Prof Bambang Hero Saharjo mengatakan pemerintah perlu mempersiapkan skenario terburuk berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang dapat membawa bencana asap untuk IKN.

“Saya turun ke lapangan di Kutai Kertanegara terkait karhutla. Sudah bisa diprediksi untuk karhutla, maka perlu ada manajemen dalam kondisi ekstrem seperti apa sehingga bisa diatasi,” ujar dia.

Karhutla di Australia yang terjadi sejak Juli 2019 hingga saat ini harus menjadi pelajaran juga untuk Indonesia, terlebih api merambah hingga mendekati Ibu Kota Negara Canberra. Sementara emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sampai mencapai 1,2 miliar ton setara karbondioksida.

[ANT | TOS]


Related Posts


Berita Lainnya