Samarinda
Ibu Kota Negara Dipindah, Sektor Properti Kembali Bergairah
Kaltimtoday.co, Samarinda - Dalam lima tahun mendatang ibu kota negara perlahan-lahan akan pindah ke Kaltim. Seperti yang telah disebutkan Presiden Jokowi Senin (26/08/2019) lalu. Dengan pengumuman tersebut, perlahan sektor ekonomi Benua Etam akan ikut meningkat. Hal itu berbanding lurus dengan pertumbuhan sektor properti yang dalam lima tahun terakhir sedang lesu, namun akan bergairah kembali.
Dikatakan Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Kaltim, Bagus Susetyo, di kantornya, Jalan Siradj Salman pada Kamis (29/08/2019), sore lalu. Kepada awak media, dia mengatakan, lesunya harga properti itu disebabkan sektor tambang di Kaltim yang tak terlalu baik. Saat ibu kota akan berpindah, sektor properti dipastikan perlahan tumbuh kembali. Karena yang membutuhkan rumah pasti tak sedikit. Maklum yang pindah bukan lagi ratusan orang, tapi 1,5 juta penduduk eksodus ke Benua Etam. Itu sebabnya, Bagus mengharapkan pemindahan ibu kota bisa mendongkrak pembelian properti di Samarinda, Balikpapan, Kutai Kertanegara (Kukar) dan Penajam Paser Utara (PPU).
"Kami optimistis dengan hal tersebut," ucapnya.
Dia tak menampik, Indeks Harga Properti (IHP) di Kota Minyak maupun Kota Tepian tak mengalami perubahan dalam triwulan pertama 2019. Bahkan penjualan rumah menengah atas merosot hingga 80 persen. Walau demikian, politikus Gerindra itu tetap yakin sektor properti tetap dimininati sebab keuntungan yang diperoleh itu berganda, dari kenaikan harga tanah atau capital gain dan kenaikan harga penggunaan atau sewa per tahun.
"Apalagi ada pemindahan ibu kota," imbuhnya.
Dia mengaku, setelah Presiden Jokowi mengumumkan ibu kota negara pindah ke Kaltim, banyak pengembang yang sudah siap membangun hunian di Bumi Mulawarman, baik itu di Balikpapan dan Samarinda. Sejumlah nama besar turut dalam proyek tersebut, misalnya Agung Podomoro Group, Ciputra Development hingga Sinar Mas Land.
"Duet pengembang lokal dan nasional tentu lebih dari cukup untuk mempersiapkan IKN (Ibu Kota Negara)," terangnya.
Baik Agung Podomoro, Ciputra dan Sinar Mas sudah lama membangun properti di Kaltim. Mereka sudah ada sejak 10 tahun lalu. Untuk kemampuan penyediaan lahan, biasanya pengembang lokal itu mampu menyediakan lahan seluas 40 hektare sedangkan skala masif seluas 200 hektare itu pengembang besar. Wajar saja bila sejumlah perusahaan properti sedang menuju ke tiga wilayah yang dibidik jadi pusat pembangunan seperti Kecamatan Samboja, Kecamatan Muara Jawa, dan Kecamatan Sepaku.
"Itu lumrah, jika pengembang dan non pengembang sedang mengarah ke sana. Tapi kami masih hati-hati, ini berkaitan dengan harga dan spekulan. Jadi kami memilih senyap," terangnya.
Dia menambahkan, saat ini pengembang yang berada di payung REI Kaltim ada sebanyak 70 pengembang. Dulu terhitung ada 147 anggota, lantaran sektor tambang lesu akhirnya menyusut hingga setengahnya. Namun dia tak mempersoalkan urusan tersebut, sebab saat ketika ibu kota mulai pindah anggota juga ikut bertambah. Hal tersebut selalu berkaitan dengan pertumbuhan sektor properti.
"Harga (rumah) bisa naik karena permintaan juga banyak," ujarnya.
Namun, kata dia, untuk generasi muda alias milenial tak perlu khawatir sebab pengembang maupun perbankan tak henti-hentinya mencari skema terbaik, agar para milenial juga bisa dapatkan rumah tanpa perlu merasa terbenani. Bahkan jangka pelunasan cicilan (tenor) bisa bervariasi, mulai dari 5-25 tahun. Tempo itu menyesuaikan kemampuan.
"Sehingga ketika ibu kota pindah mereka juga punya kesempatan mendapatkan rumah," pungkasnya.
[JRO | RWT]