Kutim

Kutim Catat 350 Kasus Perceraian, Panitera PA: Salah Satu Pemicunya Adalah Faktor Ekonomi

Kaltim Today
01 September 2020 20:17
Kutim Catat 350 Kasus Perceraian, Panitera PA: Salah Satu Pemicunya Adalah Faktor Ekonomi
Panitera PA Sangatta, Iman Sahlani. (Ramlah/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Sangatta - Angka perceraian di Kabupaten Kutai Timur meningkat drastis. Data di Pengadilan Agama Sangatta mencatat, jumlah kasus perceraian yang masuk dan ditangani sepanjang tahun 2020 periode Januari - Agustus sebanyak 350 perkara. Dihitung secara akumulatif kasus ini diprediksi akan terus meningkat hingga akhir 2020.

Berdasarkan data dari Pengadilan Agama (PA) Sangatta, disepanjang tahun 2019 kasus perceraian mencapai 700 perkara.

“Sepanjang 2019, 700 perkara yang masuk ke PA sementara 2020 hingga Agustus ini saja sudah mencapai 350 perkara. Jadi tak menutup kemungkinan kasus perceraian di Kutim akan sama seperti tahun lalu bahkan akan lebih,” jelas Panitera PA Sangatta, Iman Sahlani saat ditemui, Selasa (1/9/2020).

Dari jumlah kasus perceraian tersebut, perkara cerai gugat cukup tinggi dibandingkan cerai talak.

Menurut Iman, melonjaknya perkara perceraian tidak terlepas dari kondisi pandemi COVID-19. Adapun pemicu utama perceraian, disebutkan pula adalah faktor ekonomi keluarga.

“Terutama dari cerai gugat, berawal karena istri merasa nafkah yang dikasih suaminya kurang, tidak cukup, atau suaminya sama sekali tidak menafkahi. Bahkan, kelebihan harta juga bisa memicu perceraian,” terang Iman.

Selain ekonomi, faktor moralitas atau akhlak juga cukup tinggi menjadi penyebab gugatan cerai. Pasangan yang berselingkuh hingga berujung kekerasan dalam rumah tangga menjadi pemicu keretakan hingga kemeja hijau.

“Pasangan yang berselingkuh hingga berujung pada terjadinya kekerasan dalam rumah tangga,” ujarnya.

Sementara kasus perceraian terbanyak terjadi di Kecamatan Sangatta Utara. Rentannya perceraian akibat kondisi ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga dan perselingkuhan ini, menurutnya lebih karena faktor moralitas atau akhlak serta mentalitas kedua pasangan.

“Di sinilah kemudian perlunya saling memahami tugas dan kewajiban masing-masing. Respek terhadap pasangan juga sangat penting,” pungkasnya.

[EI | RWT]


Related Posts


Berita Lainnya