Samarinda

Bawaslu Samarinda Tetap Ingin Dapatkan Form A.B-KWK, Muin: Anggap PKD seperti Masyarakat Biasa Itu Keliru

Kaltim Today
12 September 2020 21:33
Bawaslu Samarinda Tetap Ingin Dapatkan Form A.B-KWK, Muin: Anggap PKD seperti Masyarakat Biasa Itu Keliru
Ketua Bawaslu Samarinda, Abdul Muin. (Yasmin/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Ketika KPU Samarinda menggelar rapat pleno terbuka terkait rekapitulasi Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) dan penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) pada Selasa (8/9/2020) silam, Bawaslu Samarinda sempat mempertanyakan kepada KPU Samarinda terkait Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang tidak memberikan form A.B-KWK berisi data pribadi pemilih seperti NIK dan NKK kepada Pengawas Kelurahan dan Desa (PKD).

Bahkan beberapa hari yang lalu, Bawaslu Samarinda sempat memanggil para PPS di 57 kelurahan yang tidak menyerahkan form A.B-KWK itu untuk memberi klarifikasi. Disampaikan Abdul Muin selaku Ketua Bawaslu Samarinda, rupanya tak semua PPS tersebut hadir meski sudah diberikan undangan. Pihaknya pun tak memiliki kewenangan apalagi memaksa semuanya untuk datang.

Pria yang akrab disapa Muin itu menjelaskan, Bawaslu Samarinda hanya ingin berkomunikasi dan mengetahui terkait apa yang sesungguhnya terjadi di tingkat PPS saat melaksanakan rapat pleno pada 1 September 2020. Pemanggilan tersebut pun dilakukan karena menurut Bawaslu Samarinda, ada dugaan terkait pelanggaran administrasi.

"Ini mengarah pada form A.B-KWK ya. Di dalam melakukan pengawasan, termasuk juga dengan PKD kita bahwa kalau memang ada data yang menurut kita penting untuk didapatkan ya harusnya kan didapat," ungkap Muin saat ditemui di Kantor Bawaslu Samarinda pada Kamis (10/9/2020) lalu.

Perbincangan antara KPU dan Bawaslu Samarinda berawal dari PKPU Nomor 6/2020 yang kemudian disinkronisasi dengan SE KPU Nomor 20/2020. Maka terkait PKPU Nomor 19/2019, Pasal 12 Ayat 11, Bawaslu Samarinda hanya ingin memastikan bahwa surat edaran itu harus diwujudkan dalam bentuk pemberian form A.B-KWK kepada PKD. Muin menegaskan agar memahami bahwa PKD merupakan bagian dari Bawaslu selaku penyelenggara. Oleh sebab itu, PKD bertugas menjalankan pengawasan di tingkat kelurahan.

"PKD itu adalah perpanjangan tangan dari Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan (Panwascam). Menurut Undang-Undang Pemilu maupun pemilihan, yang jadi penyelenggara itu Bawaslu. Sifatnya sudah permanen. Kemudian ada Panwascam dan PKD. Sehingga, PKD itu bagian dari penyelenggara ad hoc yang ditugaskan untuk mengawasi di tingkat kelurahan," beber Muin.

Menurut Muin, form A.B-KWK itu harusnya didapatkan oleh PKD. Jika PKD dianggap seperti masyarakat biasa, maka sudah pasti keliru. Kepentingannya bukan untuk apapun. Melainkan hanya untuk pelaksanaan Pilkada saja. Perihal kekhawatiran bocornya data kependukukan, Muin menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mungkin membocorkan itu.

"Di rapat pleno PPS pada 1 September 2020 itu, PKD kami kan hadir. Tentunya berharap sekiranya bisa mendapat form A.B-KWK itu. Itu saja," imbuhnya.

Dijelaskan Muin, Bawaslu Samarinda juga sudah melakukan klarifikasi dengan para PKD sekaligus menghimpun informasi. Dari hasil pertemuan tersebut, tentu akan diplenokan secara internal bersama pimpinan Bawaslu. Tujuannya untuk menentukan jenis pelanggaran spesifik yang akan diberikan.

Dia menegaskan, menurut Peraturan Bawaslu Nomor 14/2017 dijelaskan bahwa terkait temuan maupun laporan, disampaikan paling lama 7 hari sejak ditemukan atau diketahui. Sehingga, penanganan setelah itu berlaku 3 plus 2. Total waktu yang dimiliki Bawaslu Samarinda sebanyak 12 hari. Muin juga menambahkan bahwasanya Bawaslu memiliki kewenangan di dalam melakukan pengawasan terhadap semua tahapan yang ada.

"Disebabkan Bawaslu punya keterbatasan untuk mengawasi di tingkat kelurahan, di sana lah kami punya ad hoc. Maka dia lah yang kami beri amanah untuk mengawasi di situ. Termasuk saat rapat pleno di tingkat PPS," ucapnya.

Berkaca pada Pilpres, Pilgub, maupun Pileg sebelumnya, Muin menyebut terkait pendataan itu tidak ada masalah. Sepengetahuannya, apa yang terjadi saat ini baru terjadi pada 2020 saja. Meskipun pada pemilihan sebelumnya tak melulu disebut dengan istilah A.B-KWK, Muin menegaskan bahwa hal serupa yang mirip dengan form itu selalu didapatkan Bawaslu.

Muin memahami bahwa polemik saat ini timbul karena sifat dari surat edaran itu yang instruksional. PKPU Nomor 19/2019, Pasal 12 Ayat 11 itu masih ada dan berlaku sampai sekarang. Apalagi makin diperkuat di PKPU Nomor 6/2020 Pasal 98. Sehingga pihaknya cukup menyayangkan kejadian ini.

"Secara spesifik, di surat edaran itu tidak ada menyebutkan bahwa tidak boleh menyerahkan form A.B-KWK ke PKD. Sedangkan di PKPU Nomor 6/2020 yang disebutkan itu hanya form A.B.1-KWK. Tapi tidak disinggung mengenai A.B-KWK karena itu sudah masuk di PKPU Nomor 19/2019," tegasnya.

Jika ditarik kesimpulan, mengacu pada PKPU Nomor 19/2019 dan PKPU Nomor 6/2020, hak para PKD di PKPU Nomor 19/2019 mesti diberikan form A.B-KWK. Kemudian di PKPU Nomor 6/2020, PKD mesti menerima form A.B.1-KWK yang merupakan rekapitulasi daftar pemilih hasil pemutakhiran desa atau kelurahan. Berarti, kedua form tersebut memang layak diberikan. Sedangkan sejauh ini, yang baru diberikan hanyalah form A.B.1-KWK.

[YMD | RWT]


Related Posts


Berita Lainnya