Samarinda

Bias Optimisme di Tengah Pandemi, Cenderung Abaikan Prokes

Kaltim Today
23 Januari 2021 19:36
Bias Optimisme di Tengah Pandemi, Cenderung Abaikan Prokes
Psikolog klinis dan akademisi Unmul, Lisda Sofia.

Kaltimtoday.co, Samarinda - Jumlah kasus positif Covid-19 di Kaltim masih meluas. Meski protokol kesehatan (prokes) sudah diperintahkan, namun masih ada sebagian orang yang cenderung abai. Psikolog klinis, Lisda Sofia memberikan tanggapannya terkait hal tersebut.

Menurut Lisda, seseorang akan cenderung disiplin menerapkan prokes jika ada keyakinan bahwa dengan demikian akan menghindarkannya dari penyakit. Sebaliknya, orang yang cenderung abai terhadap prokes bisa dikatakan tak yakin untuk menjaga kesehatannya sendiri.

Kedua, bisa pula seandainya ada seseorang yang tertular virus, namun tetap berkeyakinan bahwa kondisinya baik-baik saja. Lisda menyebutkan, ada yang disebut bias optimisme atau optimisme yang salah. Bias optimisme itu banyak fenomenanya.

Sebagai contoh, dari awal pandemi, seseorang kerap berpikiran positif. Dalam artian yakin tapi terkadang penempatannya kurang tepat. Misal, pergi ke acara yang tak begitu penting namun tetap dipaksakan karena merasa dirinya baik-baik saja. Bicara soal perilaku khusus Covid-19 pun banyak juga yang dikaitkan dengan social circle.

"Di psikologi, social circle itu akan menentukan keyakinan-keyakinan terhadap prokes ini. Misalnya, orang yang bergaul dengan lingkungan yang prokesnya ketat, maka akan ketat juga saat menjalankan prokes," ungkap Lisda saat ditemui di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unmul.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Kaltim Today (@kaltimtoday.co)

Tak dapat dimungkiri bahwa, kejenuhan memang bisa menimpa banyak orang. Terlebih soal prokes. Namun, Lisda menjelaskan, ada sesuatu yang disebut health belief. Seandainya seseorang mempunyai keyakinan jika prokes itu bisa menjaganya dari virus, tentu hal itu mampu menangkal kejenuhan dalam melaksanakan prokes.

Sehingga, jika ingin memengaruhi lingkungan sosial untuk terapkan prokes, maka harus mendekati orang-orang sekitar terlebih dahulu. Oleh sebab itu, tindakan konsekuensi yang tegas bagi pelanggar prokes pun harus ada.

"Pendekatan kebijakan lebih tepat. Tidak bisa lagi menggunakan pendekatan personal atau keluarga. Misalnya, kebijakan pemerintah daerah akan sangat memengaruhi orang untuk jalankan prokes," lanjut Kaprodi Psikologi Unmul itu.

Menurut Lisda, manusia adalah makhluk yang dinamis. Tidak bisa monoton dalam satu situasi tertentu. Hal itu dinilai manusiawi. Namun, saat ini situasi diperparah dengan lingkungan yang cenderung berkerumun.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi orang mulai abai dengan prokes. Salah satunya soal pengetahuan. Jika diamati secara kualitatif acak, orang yang cenderung abai itu karena tak memiliki informasi yang banyak soal Covid-19. Mulai bahayanya virus hingga pencegahan. Alhasil, banyak yang tak paham.

"Pemerintah pasti punya kebijakan-kebijakan general yang berusaha untuk tidak merugikan banyak pihak. Jadi kalau merasa kesehatan tidak prima, lebih baik saling menjaga. Jangan egois," tandas Lisda.

[YMD | RWT]


Related Posts


Berita Lainnya