Samarinda

BPJS Kesehatan Naik, Sri Puji Astuti: Seluruh Negara Memiliki Persoalan Serupa

Kaltim Today
14 September 2019 00:53
BPJS Kesehatan Naik, Sri Puji Astuti: Seluruh Negara Memiliki Persoalan Serupa
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti.

Kaltimtoday.co, Samarinda - Rencana pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Sri Mulyani, beberapa waktu lalu, mengusulkan BPJS kesehatan di berbagai kelas akan dinaikan hingga seratus persen. Hal ini karena BPJS kesehatan mengalami peningkatan defisit sebanyak 14 triliun. Pemerintah mengusulkan, iuran BPJS kesehatan kelas mandiri I naik 100 persen, yang akan diberlakukan 1 Januari 2020 mendatang. Dengan kenaikan ini, berarti peserta yang tadinya membayar iuran Rp 80.000 akan naik menjadi Rp160.000 per bulan.

Untuk kelas mandiri II, pemerintah mengusulkan iuran dinaikkan dari Rp 59.000 per bulan menjadi Rp110.000. Sementara, kelas mandiri III yang sebelumnya Rp 25.500 per bulan menjadi Rp  42.000. Kenaikan kelas III ini sebesar RP 16.500.

Terkait kenaikan BPJS kesehatan, anggota DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti mengatakan, BPJS termasuk masalah yang dihadapi di seluruh negara, bukan Indonesia saja.

"Ini merupakan masalah yang sangat komplit dihadapi. Bukan di Indonesia saja, melainkan seluruh negara memiliki persoalan yang serupa," kata Sri Puji Astuti di ruang komisi III, Gedung DPRD Samarinda, Kamis (12/09/2019).

Politisi Demokrat tersebut mengatakan, BPJS kesehatan sebagai asuransi semesta, sama halnya diberbagai negara Eropa dengan sistem pembayaran dari pemerintah. Dia beranggapan, bahwa sistem tesebut sama diberlakukan di Indonesia.

"Sebenarnya BPJS kesehatan ini menganut sistem mengedepankan kegotong-royongan dari masyarakat, yang mana sebagai peserta kesehatan tersebut," kata Sri Puji Astuti.

Sri Puji Astuti yang juga berlatar belakang sebagai seorang dokter membeberkan, persoalan defisitnya BPJS kesehatan lantaran sebagian masyarakat tidak memahami dan menyadari sistem kegotong-royongan, sehingga peserta hanya membayar BPJS ketika mengalami sakit saja.

"Persoalan yang dihadapi bersama masyarakat saat ini, tingkat pemahaman dan kesadaran dari sistem kegotong-royongan masyarakat masih minim. Jadi, orang berpikir membayar BPJS itu ketika dia sakit saja, karena mereka merasa tidak bertanggung jawab kepada peserta lain," ungkapnya.

Dia juga mengatakan, salah satu penyebab BPJS mengalami defisit adalah kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat.

"Selama ini, masyarakat belum dipahamkan terkait manfaat dari membayar BPJS itu untuk apa, jadi perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sehingga peserta yang dulunya berpikir hanya membayar saat sakit saja, ini salah satu problem terkait defisitnya BPJS kesehatan" ungkap Sri Puji Astuti.

Selain itu, menurut Sri Puji Astuti, persoalan pola hidup masyarakat yang tidak sehat juga menjadi masalah.

"Misalnya, ketika seseorang merokok, efek yang sebenarnya adalah udara yang tidak sehat dan menganggu orang lain, ini salah satu perbuatan yang tidak mengindahkan pola hidup sehat mulai diri pribadi, padahal  sebenarnya ini tanggung jawab bersama," ujar Puji.

"Sehingga ketika masyarakat itu berobat ke rumah sakit, sebenarnya dia mempunyai tanggung jawab kepada negara, kerena dia keluar dari rumah sakit setelah berobat itu mereka masih memiliki utang kepada negara yang perlu dibayar (menyicil perbulan) kepada negara," jelasnya.

Terkait persoalan BPJS kesehatan ini, Sri Puji Astuti mengatakan, peserta BPJS harus membayar iuran dan bagi pemerintah sudah semestinya bertanggung jawab.

"Persoalan BPJS ini perlu peran pemerintah, seperti melakukan berbagai edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat agar paham terkait dengan pelayanan BPJS kesehatan. Pemerintah bisa menjalankannya melalui program Germas (Gerakan masyarakat hidup sehat)," tutupnya.

[SDH | RWT | ADV]


Related Posts


Berita Lainnya