Kaltim

Dukung Iuran Naik, BPJS Kesehatan Samarinda Berutang Rp 184 Miliar

Kaltim Today
09 September 2019 19:17
Dukung Iuran Naik, BPJS Kesehatan Samarinda Berutang Rp 184 Miliar
Kepala BPJS Kesehatan cabang Samarinda, Oktavianus Ramba saat menjelaskan permasalahan lembaga kesehatan pada awak media. (Zulkifli/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Rencana pemerintah menaikkan tarif iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan diklaim harus disegerakan. Karena bila tak dilakukan defisit lembaga penjamin kesehatan warga Indonesi ini akan semakin bertambah. Pasalnya, kenaikan ini hanya akan dilakukan penyesuaian pada kelas I dan kelas II, dan akan diefektifkan per 1 Januari 2020 mendatang.

Dari Informasi yang berhasil dihimpun, tercatat pada 2014,  defisit kas BPJS Kesehatan mencapai Rp 3,8 triliun. Kemudian melonjak tajam pada 2015 menjadi Rp5,9 triliun. Lalu tahun selanjutnya kian bertambah menjadi Rp 9 triliun. Sementara pada 2017 angka defisit kian melebar hingga menembus Rp 16,5 triliun.

Namun diketahui pemerintah tidak tinggal diam begitu saja. Suntikan dana diberikan. Sebanyak Rp 5,6 triliun dialirkan ke dalam tubuh lembaga kesehatan ini. Namun pemerintah kemudian mencairkannya dua tahap pada Desember 2018. Pada 2017 juga demikian, ada dana Rp 10 triliun lebih menjadi penumpu. Uang tersebut sebagian besar digunakan BPJS Kesehatan untuk membayar klaim tagihan rumah sakit.

Tidak hanya di skala nasional, seperti yang dijelaskan Kepala BPJS Kesehatan Cabang Utama  Samarinda Octavianus Ramba, Mulai dari Samarinda, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Bontang kemudian Kabupaten Mahakam Ulu juga mengalami kendala serupa.

Untuk urusan utang saja per Agustus 2019, BPJS Kantor Cabang Samarinda berutang Rp 184 miliar ke sejumlah rumah sakit. Sementara dalam periode Juli­-Agustus 2019 saja jumlahnya mencapai Rp 163 miliar lebih.

"Makanya kenaikan itu setidaknya bisa mengurangi beban defisit," kata Ramba.

Namun angka tersebut bisa berubah seiring masuknya tagihan pembayaran dari setiap rumah sakit, klinik, puskesmas dan dokter, dari lebih kurang 30 rumah sakit yang menjalin kerjasama dengan pihaknya.

[irp posts="4836" name="Defisit BPJS Kesehatan Terjadi Sejak 2014, Iuran Peserta Wajib Dinaikan?"]

Perlu diingat, kata Octa, yang menunggak itu tak hanya pembayaran BPJS Kesehatan ke rumah sakit tapi juga iuran dari peserta itu sendiri. Sebab ini gotong royong, otomatis iurannya juga demikian sehingga saat ada yang sakit dana selalu tersedia. Namun nyatanya tidak, dari total peserta mandiri dalam naungan BPJS Kesehatan Samarinda saja ada 586.775 orang. Dari total tersebut yang menunggak pembayarannya ada 228.361 jiwa.

"Mungkin lupa membayar jadinya menumpuk, selain itu faktor ekonomi juga menjadi penentu," ucapnya.

Dia menekankan kembali, jika kewajiban membayar iuran mestinya harus ditingkatkan, terutama bagi peserta mandiri. Agar angka defisit tidak terus bertambah. Sebenarnya, peserta BPJS Kesehatan yang belum membayar iuran bisa diberikan sanksi, yakni administrasi dalam pengurusan surat izin mengemudi (SIM), kartu tanda penduduk (KTP), atau pun paspor misalnya.

"Tapi kebijakan ini belum banyak diketahui sebab minimnya sosialisasi. Besar harapan kami ada sinergitas dengan pemerintah daerah," pungkasnya. [JRO]



Berita Lainnya