Uncategorized

Jaga Kearifan Lokal, Mandau Jumbo Raih Rekor MURI, Ditawar Hingga Miliaran Rupiah

Kaltim Today
28 Mei 2022 19:43
Jaga Kearifan Lokal, Mandau Jumbo Raih Rekor MURI, Ditawar Hingga Miliaran Rupiah

Kaltimtoday.co, Tenggarong - Kalau bukan kita, siapa lagi? Itu kata-kata yang masih diyakini oleh Aji Ahmad Ismail. Pria asal Bukit Meratus, Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam membudayakan kearifan lokal Dayak di Kalimantan. Salah satunya parang atau kerap disebut mandau oleh orang-orang dari suku Dayak.

Ya, tepat di tengah ruang Balai Pertemuan Umum (BPU) Desa Loh Sumber, Loa Kulu, belum lama ini, terjejer puluhan mandau hingga memenuhi meja dengan panjang kira-kira 10 meter. Itupun tidak muat hingga ada yang terpaksa ditaruh di lantai. Terutama ukuran sedang sekitar 1-1,5 meter.

Puluhan mandau itu sengaja dibawa oleh Aji Ahmad Ismail dan rekannya sesama pembuat mandau. Mereka memang ambil bagian saat Pencanangan Bulan Bhakti Gotong Royong ke-19 Kukar, Rabu (26/5/2022) lalu. Jumlah itu hanya sebagian kecil dari ribuan karya buah tangan dirinya dan rekannya dalam beberapa tahun terakhir, dari tempat yang dia namakan Lamin 1001 Mandau, di Desa Margasari, Loa Kulu.

Unik memang Aji Ahmad Ismail ini. Sengaja membuat beberapa mandau ukuran "jumbo". Terlintas terpikir, untuk apa membuat mandau jumbo yang harus diangkat puluhan orang? Bagi pengunjung yang kebetulan melintas di stand pameran miliknya. Ada alasannya. Menarik perhatian jadi salah satu makna yang ingin disampaikannya.

"Ini budaya khas kita Kalimantan, mandau. Kalau kita bikin kecil-kecil kapan orang mau liat. Umumnya agar dilihat bangsa negara lain, bahwa budaya Kalimantan begitu tinggi," ujar Aji.

Bupati dan Wakil Bupati Kukar saat menghampiri stand Aji cs yang memamerkan mandau
Bupati dan Wakil Bupati Kukar saat menghampiri stand Aji cs yang memamerkan mandau "jumbo".

Koleksi paling jumbo yang dibuat oleh Aji Ahmad Ismail cs, yakni mencapai 6 meter. Dengan bahan baja asli dari sparepart alat berat tak terpakai lagi. Perlu 2 tahun lebih, Mandau tersebut diolah dengan kekuatan 13 orang pengrajin dan penempa. Tentunya dengan keahlian membuat pola dan ukiran asli Dayak Kalimantan.

Kebanyakan pola yang dipakai merupakan pola Dayak Kenyah. Tetapi juga membuat ukiran dari Dayak Kalimantan lainnya. Beratnya pun tidak main-main, diperkirakan mencapai setengah ton lebih. Perlu 30 orang untuk mengangkatnya. Bikin geleng-geleng kepala orang yang datang.

Kebanyakan, pola yang dipakai Aji cs untuk membuat mandau merupakan pola Dayak Kenyah. 
Kebanyakan, pola yang dipakai Aji cs untuk membuat mandau merupakan pola Dayak Kenyah. 

Hasil tidak mengkhianati proses. Mandau yang dibuat dengan modal mencapai Rp 40 juta dari hasil patungan dengan ukuran 6 meter itupun berhasil meraih rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai mandau terbesar di Indonesia pada 8 Mei 2022 lalu, di Big Mall Samarinda atas bantuan dan support dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) di Kaltim. Bahkan karena pencapaian rekor MURI itu, mandau sepanjang 6 meter sempat ditawar hingga Rp 1 miliar lebih.

"Ke depan memecahkan (rekor) MURI sendiri, mungkin nanti saya buat umumnya (ukiran) Dayak, saya ingin budaya ini bukan bersaing tapi memajukan dan menonjolkan untuk anak cucu kita nanti bisa melihat," ungkap Aji Ahmad Ismail lagi.

Keberhasilan mendapat rekor MURI, bukan satu-satunya kesempatan yang didapat Aji Ahmad Ismail cs. Tawaran mengisi pameran tingkat lokal hingga luar negeri pernah masuk. Namun masalah klasik, modal support belum sepenuhnya berpihak kepada mereka. Bermodal nekat dan tekad untuk memajukan budaya kearifan lokal pun jadi pilihan. Praktis, hanya bisa mengisi pameran lokal saja. Sekitaran Kecamatan Loa Kulu. Jumlah dan ukuran yang besar jadi pertimbangan mereka tidak bisa memenuhi panggilan pameran.

Aji pun sejauh ini baru bisa memenuhi undangan ke Samarinda dan Tenggarong, padahal ia pernah diundang ke Batam, Dumai (Riau), Pekanbaru, hingga Sulawesi. Bahkan sempat ada ajakan dari orang Jepang untuk menghadiri event, namun terkendala dana.

Awalnya, ungkapan pesimistis juga dirasakan oleh pria yang sehari-hari bekerja sebagai salah satu karyawan tambang batu bara di Desa Jembayan tersebut. Bukan dari orang sekitarnya, saudaranya sendiri diakuinya sempat meremehkan. Namun karena ketidakpeduliannya dengan omongan lain, demi semangat memajukan budayanya, apa yang dirasakannya saat ini adalah hasilnya.

"Dengan penuh perjuangan susah payah, dihina hingga dicaci. Tapi saya sudah tidak peduli, namanya orang budaya harus menerima konsekuensi. Tapi saya tidak peduli, karena orang budaya harus gila. Kalau tidak gila tidak kan mencapai kesuksesan dan keberanian," tutupnya.

[AFI | RWT]

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya