Opini

Mas’ud Tegur Mas’ud

Kaltim Today
24 Juli 2025 10:07
Mas’ud Tegur Mas’ud
Hj Syahariah Mas’ud yang menegur Gubernur Rudy Mas’ud.

Catatan Rizal Effendi 

BOLEH juga keberanian Hj Syahariah Mas’ud, SE (48). Anggota DPRD Kaltim ini melontarkan protes atau mengkritik ketidakhadiran Gubernur Rudy Mas’ud (33) dalam Rapat Paripurna ke-25 DPRD Kaltim, Senin (21/7).

Menurut Syahariah, bukan sekali ini saja Gubernur Rudy tak hadir. “Rasanya sudah 5 kali. Bukan berarti saya tak terima diwakili staf ahli, tapi harusnya kalau Gubernur tak bisa hadir instruksikan kepada wakilnya, kalau juga tidak bisa, ya sekdanya,” katanya.

Dia menegaskan kehadiran Gubernur sangat penting  dan strategis. “Ini juga menyangkut soal etika pemerintahan dan penghormatan terhadap lembaga legislatif. Minimal hadir wakil gubernur, sekda atau asisten bukan staf ahli,” tandasnya.

Yang diprotes Syahariah bukan sekadar gubernur, tapi Rudy Mas’ud adalah saudara kandung Syahariah yang juga adalah ketua DPD Golkar Kaltim. Syahariah sendiri adalah anggota Fraksi Golkar dari Dapil Penajam Paser Utara (PPU). Jadi di partai beringin itu, Rudy adalah atasan Syahariah.

Makin seru lagi karena ketua DPRD Kaltim sekarang adalah Hasanuddin Mas’ud (51). Hasan adalah saudara  sulung dari keluarga Bani Mas’ud. Baru Syahariah, Rahmad Mas’ud (Wali Kota Balikpapan), Hj Yuliana Mas’ud, Hj Siti Aisyah Mas’ud, Hijrah Mas’ud, dan Abdul Gafur Mas’ud (mantan bupati PPU).

Meski bersaudara, Syahariah pun menegaskan kritiknya soal tegurannya kepada Gubernur di Rapat Paripurna tidak ada hubungan dengan soal pribadi atau keluarga. “Ini murni menyangkut tanggung jawab kita sebagai wakil rakyat. Kalau ada kebiasaan yang keliru jangan kita biarkan berulang,” ucapnya dengan wajah serius.

Yang dikritik Syahariah tidak saja Gubernur, tapi juga para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau kepala dinas. “Saya minta lain kali kepala OPD wajib hadir dan ikut bertanggung jawab. Ini bukan hanya kerja DPRD, tapi kerja bersama kita semua,” tandasnya.

Syahariah yang akrab dipanggil Umi Putri sarat pengalaman di kursi Dewan. Sebelum ke Kaltim dia pernah menjadi anggota DPRD Sulawesi Barat dan pernah mengikuti Pilkada di Kabupaten Majene, Sulbar tahun 2020.

Dalam Rapat Paripurna ke-18 bulan Juni lalu, sorotan soal ketidakhadiran Gubernur Rudy Mas’ud yang dikenal  dengan sebutan “HARUM” pernah disampaikan Makmur HAPK, anggota Komisi IV DPRD Kaltim dari Fraksi Gerindra. 

Menurut Makmur, gubernur yang hanya diwakili staf ahli saja tidak mencerminkan penghargaan yang layak terhadap lembaga legislatif. Apalagi saat itu adalah rapat strategis membahas pertanggungjawaban APBD. 

“Mohon maaf, saya bukan tidak menghargai staf ahli. Tapi ini rapat penting, seharusnya dihadiri langsung oleh pejabat utama seperti gubernur atau wakil gubernur atau sekda,” kata Makmur, yang pernah menjadi ketua DPRD Kaltim dari Golkar.

Dalam keterangan terpisah, Gubernur Rudy menjelaskan bahwa dia dan Wagub pada saat yang sama tengah menghadiri launching Koperasi Merah Putih di Kelurahan Lempake, Samarinda. Itu acara nasional yang berlangsung serentak di seluruh Indonesia mulai pukul 08.00 pagi sampai 15.00 Wita. “Jadi kita mau korbankan tidak mungkin,” katanya.

Gubernur tidak menjelaskan kenapa dia tidak berbagi atau menunjuk Wagub atau Sekda yang hadir ke DPRD. Dia malah menyinggung perlunya komunikasi dan koordinasi antara eksekutif dan legislatif agar tidak terjadi kesalahpahaman terkait jadwal dan kehadiran.

Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud mengingatkan, dalam tata tertib DPRD Kaltim, jika gubernur tidak bisa hadir dalam rapat resmi seperti paripurna, kehadiran harus didelegasikan secara berjenjang kepada wakil gubernur, sekda atau pejabat struktural seperti asisten I, II atau III.

“Jadi kalau gubernur tidak bisa, ya wakil. Kalau wakil tidak bisa juga, ya Sekda atau Asisten. Ruang sidang tidak boleh kosong dari unsur eksekutif,” jelasnya.

Ke depan, tambahnya, harus ada pejabat tinggi dari eksekutif yang hadir secara fisik. “Ini bukan hanya soal protokol, tapi menyangkut penghormatan terhadap lembaga  legislatif.”

BERBUNTUT INTIMIDASI

Soal ketidakhadiran Gubernur Rudy di Rapat Paripurna DPRD berbuntut adanya kejadian beraroma intimidasi kepada para wartawan atau awak media oleh staf di sekeliling Rudy.

Itu  gara-gara wartawan sempat mencegat Gubernur untuk dimintai penjelasannya soal ketidakhadiran di Rapat Paripurna DPRD. Ada ajudan atau asisten pribadi Rudy yang sempat menghentikan wawancara dan melontarkan kata-kata: “Kutandai mas ini.” Maksudnya wartawan yang masih melontarkan pertanyaan.

Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Samarinda dan PWI Kaltim mengeluarkan kecaman atas tindakan itu. Apalagi sebelumnya juga terjadi di Musda Golkar sesaat setelah Rudy terpilih kembali menjadi DPD Golkar Kaltim.

AJI menuntut Gubernur meminta maaf dan menegur ajudan atau asistennya yang bersikap represif kepada awak media karena hal itu ancaman bagi masyarakat pers yang dijamin undang-undang.

Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda Kaltim, Syarifah Alawiyah sempat menjelaskan sikap asisten pribadi gubernur itu untuk membantu pimpinannya yang tengah kelelahan. “Bapak sudah capek seharian, juga belum makan dan belum salat. Jadi sudah disampaikan agar wawancara dihentikan,” jelasnya.

Penjelasan Syarifah ini banyak mendapat tanggapan negatif di media sosial. “Jadi pemimpin itu memang melelahkan. Kalau tidak mau lelah, ya jangan mencalonkan diri jadi pemimpin,” kata mereka.

Gubernur sendiri sudah menyampaikan permintaan maaf kepada insan media, insan pers maupun insan medsos. “Saya mohon maaf ya, itu di luar kontrol saya karena sifatnya adalah spontan,” ucapnya ketika dicegat di depan kantornya, Rabu (23/7) seperti diberitakan katakaltim.com.

Seorang wartawan muda menanyakan sikap saya sebagai wartawan dan pernah menjadi Wali Kota Balikpapan. Saya bilang sebagai pejabat kita harus paham kerja wartawan atau awak media punya dua sisi. Di satu pihak pers bisa memuji dan mempromosikan kerja kita, tapi di sisi lain dia juga punya tugas mengkritik jika ada hal yang tidak sesuai. Jika dia mengkritik, memang tidak nyaman bagi seorang pejabat, tetapi kita tak boleh mengalang-alangi apalagi mengancam.

Menurut saya, adanya kasus perintangan terhadap kerja wartawan tidak perlu juga ditanggapi berlebihan. Justru itu menjadi tantangan tersendiri dan dinamika menarik dalam menjalankan tugas di dunia pers. Yang penting jangan sampai terjadi serangan fisik yang berbahaya bagi awak media.

Ketika menjadi wartawan Jawa Pos, saya pernah dilarang meliput tim Persiba Balikpapan oleh Wali Kota Balikpapan Kol CZI Syarifuddin Yoes di tahun 1980-an. Gara-gara Pak Yoes tidak terima ada pemberitaan yang dianggap melecehkan Persiba. Setiap ada jumpa pers saya dilarang masuk. Tapi gara-gara itu juga Pak Yoes membantu melahirkan koran harian pertama di Kaltim, Harian Manuntung atau Kaltim Post dan memberi jalan kepada saya jadi wali kota seperti dia.(*)


*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp 



Berita Lainnya