Samarinda

Pemuda Muhammadiyah Wilayah Kaltim Menyatakan Sikap Menolak RKUHP Bermasalah

Kaltim Today
27 September 2019 08:35
Pemuda Muhammadiyah Wilayah Kaltim Menyatakan Sikap Menolak RKUHP Bermasalah
Pemuda Muhammadiyah Pimpinan Wilayah Kaltim

Kaltimtoday.co, Samarinda- Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Kalimantan Timur, turut andil dalam menyatakan sikap terkait produk rancangan undang-undang maupun pengesahan UU KPK yang dinilai kontroversial, lantaran ada beberapa pasal-pasal dalam produk UU dianggap melemahkan tupoksi KPK.

Tidak hanya itu, setidaknya ada enam poin tuntutan PWPM Kaltim, diantaranya menolak UU KPK, RUU ketenagakerjaan yang dianggap merugikan pihak buruh, pengusutan tuntas terhadap oknum yang merusak lingkungan (Karhutla), mendesak DPR RI agar kembali mencermati pasal-pasal yang kiranya bermasalah. PWPM Kaltim juga meminta kepada aparat kepolisian agar tidak melakukan tindakan represifitas kepada mahasiswa-mahasiswi yang melakukan aksi.

"Kami sangat menyayangkan tindakan represif berlebihan yang dilakukan oleh aparat terhadap para mahasiswa. Mahasiswa bukanlah musuh bagi aparat, bukan juga musuh bagi negara. Mahasiswa adalah pengawal demokrasi, aksi yang mereka lakukan di berbagai daerah dengan semangat idealismenya merupakan salah satu upaya mereka dalam mengawal negeri ini dari pemimpin yang dianggap tidak berpihak kepada kepentingan rakyat," ujar Ketua PMPW Kaltim Kusyanto via whatsapp, Jum'at, (27/09/2019).

PWPM Kaltim dalam press release menyatakan, 1998 merupakan satu tonggak sejarah penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. 21 tahun lalu, kekuasaan rezim militer Soeharto telah runtuh selama 32 tahun berkuasa. Peristiwa tersebut merupakan penanda adanya semangat perlawanan dari masyarakat terutama dari elemen masyarakat sipil tentang pentingnya demokrasi bagi rakyat Indonesia. Kritik besar terhadap sentralisasi kekuasaan Orde Baru, kemudian memunculkan tuntutan terbukanya keran-keran dan saluran demokrasi bagi lebih banyak pihak.

Tuntutan amanat reformasi yang di suarakan oleh Gerakan Masyarakat Sipil dalam gerakan 1998 adalah, pertama, developmentalisme yang menjadi penyebab semakin meningginya jurang kemiskinan. Kedua, semangat membebaskan masyarakat dari cengkraman ketidak pastian hukum, menghapuskan korupsi, penyelewengan kekuasaan. Disisi lain reformasi juga menjadi pintu pembuka tata kelola negara yang lebih partisipatif.

Reformasi 1998, dalam konteks relasinya dengan kondisi saat ini, menjelaskan kepada kita bahwa patutlah ini dijadikan refleksi bersama melihat peristiwa-peristiwa politik di Indonesia saat ini. Disahkannya UU KPK pada 17 September 2019 menjadi paradoks besar atas salah satu agenda reformasi untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu, supremasi hukum sebagai salah satu agenda reformasi juga menemui jalan buntu. Revisi UU KUHP pun tidak luput dari persoalan, dimana teradapat beberapa pasal yang mengekang kebebasan masyarakat sipil.

Berangkat dari persoalan sosial politik yang akhir-akhir ini menjadi isu panas, maka PMPW Kaltim menyatakan sikap bahwa:

1. Mendesak kepada Pemerintah dan DPR untuk mencermati kembali pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP, dan melibatkan publik seluas-luasnya dalam melakukan analisa.

2. Menolak dengan tegas pelemahan lembaga anti rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi.

3. Mendesak kepada Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perpu pembatalan UU KPK yang telah disahkan, karena akan melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia

4. Menuntut Negara agar mengusut aktor-aktor yang melakukan perusakan lingkungan.

5. Menolak dengan keras RUU ketenagakerjaan yang tidak banyak berpihak kepada tenaga kerja/buruh

6. Mendesak kepada aparat kepolisian untuk tidak bertindak represif demi menjamin keselamatan dan Hak Asasi Demonstran.

"UU KPK Revisi yg telah disahkan justru mengkebiri kewenangan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. KPK harus tetap menjadi lembaga anti rasuah yang independen dalam memberantas korupsi yang masih merajalela. Begitupun dengan RKUHP di mana terdapat pasal-pasal yang kontroversial, presiden dan DPR harus mencermati kembali hal ini," tambah Kusyanto.

Dalam pernyataan sikap ini, merupakan suatu langkah PWPM Kaltim untuk memberikan teguran kepada DPR RI agar kiranya dalam melaksanakan fungsi dewan terkait legislasi, dan juga dapat mempertimbangkan hal-hal yang dapat memberikan kemashalatan seluruh rakyat Indonesia, bukan menjadikan produk UU tersebut menjadi kepentingan politik maupun golongan tertentu, namun berdampak pada kemudharatan rakyat Indonesia.

[SDH | RWT]


Related Posts


Berita Lainnya