Kutim

Perubahan Batas Desa, PT SAWA Sebut Sudah Ganti Rugi Lahan Long Bentuq

Kaltim Today
05 Februari 2021 21:02
Perubahan Batas Desa, PT SAWA Sebut Sudah Ganti Rugi Lahan Long Bentuq
Lokasi Perkebunan Sawit Milik PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA). (Ist)

Kaltimtoday.co, Sangatta - Konflik yang terjadi antara PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA) dengan masyarakat adat Long Bentuq yang berbuntut masyarakat turun unjuk rasa di jalan dan melakukan penutupan jalan ditanggapi PT SAWA.

Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA) menyatakan telah memberikan ganti rugi atas seluruh bidang tanah yang dipersoalkan oleh Kepala Adat Desa Long Bentuq, Kecamatan Busang, Kutai Timur (Kutim).

“Pembebasan lahan dilakukan pada 2009-2014, dengan melibatkan Tim 9 dari Pemda dan Kepala Adat Dayak dari 3 desa yakni Desa Long Pejeng, Long Lees dan Long Nyelong, juga Kepala Adat Besar Suku Dayak Kenyah Se-Sei Atan,” kata General Manager Licence & CSR PT SAWA, Angga Rachmat Perdana dalam keterangan tertulisnya kepada media hari ini, Jumat (5/2/2021).

Permasalahan muncul 2015 ketika terjadi perubahan batas desa yang mengakibatkan sebagian wilayah Desa Long Pejeng menjadi wilayah Desa Long Bentuq. Hal mana menimbulkan tuntutan dari Kepala Adat Dayak Long Bentuq agar PT. SAWA membayar denda adat sebesar Rp.15.000.000.000,-.

“Karena lokasi tanah yang dipersoalkan tersebut sudah pernah diganti rugi, tentu kami menolak tuntutan tersebut. Tidak mungkin perusahaan memberikan ganti rugi dua kali atas lahan yang sama. Namun, jika warga Long Bentuq menginginkan kemitraan, perusahaan akan segera merealisasikannya,” jelas Angga Rachmat Perdana.

Areal PT SAWA yang masuk ke dalam wilayah 3 desa di Kecamatan Busang sudah mendapatkan Sertifikat HGU seluas ± 7.343 Ha. Operasi perusahaan juga dilengkapi dengan sejumlah izin seperti Izin Lokasi, Izin Amdal, dan Izin Usaha Perkebunan (IUP).

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Kaltim Today (@kaltimtoday.co)

Menurut Angga, tuntutan Kepala Adat Dayak Long Bentuq tersebut pernah dimediasi oleh Pemkab Kutim di 2015. Kesimpulan saat itu, tuntutan tidak dapat dikabulkan karena perusahaan telah memberi ganti rugi kepada seluruh masyarakat dengan persetujuan Kepala Adat Dayak setempat.

“Dan pada diktum ketiga SK Bupati tahun 2015 tentang perubahan batas desa, telah ditegaskan bahwa hak-hak yang telah ada tetap berlaku dan diakui keberadaannya,” jelasnya.

Angga menambahkan, hasil rapat fasilitasi di Pemkab Kutim 2015 itu juga menyimpulkan, klaim atas hak ulayat masyarakat adat Long Bentuq tidak dapat diakomodir oleh Pemerintah Kabupaten karena keberadaanya belum memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Adat.

Akhir 2020, kata Angga, tuntutan Kepala Adat Dayak Long Bentuq kembali bergulir dengan permintaan denda adat sebesar Rp15 Miliar. Sebagai jalan tengah, PT SAWA menawarkan kerja sama kemitraan bagi masyarakat Desa Long Bentuq seperti percetakan persawahan, tanaman jagung, tanaman kelapa sawit, ternak sapi dan sebagainya.

“Namun tawaran tersebut ditampik oleh Kepala Adat Dayak Long Bentuq. Padahal Kepala Desa Long Bentuq beserta mayoritas masyarakat Desa Long Bentuq sudah menerima baik solusi tersebut,” urai Angga.

Sejak 30 Januari 2021, Kepala Adat Dayak Long Bentuq menutup/memortal akses jalan di Km 16. Menurut Angga, penutupan tersebut menyebabkan PT SAWA tidak dapat menyalurkan produksi sawitnya serta mengganggu aktivitas masyarakat dan perusahaan lain yang biasa menggunakan akses jalan tersebut.

“Hal ini juga mengganggu misi Pemerintah dalam mendorong produktivitas sawit sebagai penopang ekonomi nasional di masa krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19,” pungkasnya.

[El | NON]


Related Posts


Berita Lainnya