Opini
Rasisme Menggerus Nilai Sportivitas dalam Dunia Olahraga
Oleh: Dzaky Hilmy Majid (Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia)
Rasisme merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan karena efeknya dapat menimbulkan masalah sosial yang berujung pada perpecahan. Adanya tindakan rasisme memunculkan sikap diskriminatif dalam diri individu ataupun kelompok. Perasaan lebih superior, memandang rendah, serta membeda-bedakan perlakuan lekat adanya dengan sikap rasisme. Rasisme hampir terjadi di berbagai belahan dunia sekalipun di negara yang melahirkan para tokoh pejuang rasisme.
Tampaknya rasisme menjadi suatu hal yang sulit untuk dipisahkan dalam kehidupan. Bisa dikatakan bahwa rasisme adalah aktivitas yang sering dilakukan oleh manusia tanpa disadari. Anggapan bahwa manusia terlahir rasis menurut saya adalah benar adanya. Karena sejak kecil kita sudah dipaparkan oleh hal–hal berbau rasisme. Seperti memanggil teman dengan ciri khas fisik mereka, memperlakukan teman dengan tidak baik karena tidak berasal dari RAS yang sama.
Hal-hal seperti demikian merupakan hal yang terbentuk dari keadaan lingkungan sosial sekitar. Namun, lingkungan sosial juga memiliki pilihan untuk menghentikan segala bentuk budaya rasis yang ada. Dengan melihat kondisi yang sekarang ini, dimana sangat susah sekali untuk menghilangkan budaya rasisme. Hal ini dikarenakan telah terkonstruksi secara sosial di dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga memperkuat pendapat saya bahwa sebenarnya manusia memang terlahir rasis.
Adapun tindakan rasisme baik secara perkataan maupun perlakuan menurut saya adalah melanggar HAM. Karena setiap manusia memiliki hak untuk dihormati, dipandang baik dan diperlakukan secara adil. Perkataan berbau rasis dapat merendahkan derajat dan martabat manusia. Sementara itu, perlakuan rasisme dapat menghambat manusia dalam melakukan sesuatu atau mengakses sesuatu. Dewasa ini, perkataan maupun perlakuan rasisme kerap kali ditemukan pada ranah olahraga.
Tindakan Rasisme dalam Olahraga
Olahraga adalah salah satu alat untuk mempersatukan semua manusia tanpa memandang RAS atau apapun itu. Namun, saat ini tindakan rasisme justru sering terjadi di olahraga, seperti sikap diskriminasi melalui perlakuan maupun perkataan. Perlakuan yang kerap terjadi dalam ranah olahraga adalah perlakuan rasisme terhadap mereka para atlet muslimah. Larangan bertanding bahkan sampai didiskualifikasi dari kompetisi hanya karena mereka menggunakan jilbab.
Seperti kasus salah satu atlet pelari muslimah bernama Noor Alexandria Abukaram. Noor didiskualifikasi dari kejuaraan lari lintas negara padahal dia sudah keluar sebagai juara. Penyelenggara berdalih pakaian yang digunakan oleh Noor melanggar regulasi yang sudah ditetapkan. Padahal dikompetisi sebelum–sebelumnya, Noor berkompetisi tanpa ada masalah. Penyelenggara juga menyatakan bahwa, Noor harus mengurus surat izin terlebih dahulu agar bisa mengenakan jilbab saat bertanding.
Kasus lainnya terjadi pada atlet basket muslimah asal USA bernama Bilqis Abdul-Qaadir. Bilqis harus kehilangan kontrak professional pertamanya dari salah satu klub basket Eropa. Hal ini dikarenakan Federasi Basket Dunia (FIBA) melarang penggunaan jilbab tanpa alasan yang jelas. Pada 2014 Tim basket Qatar menarik diri setelah tidak diperbolehkan bertanding menggunakan jilbab pada ajang Asian Games. Namun selain jilbab, pengunaan yarmulkes (topi orang yahudi) dan sorban juga dilarang oleh FIBA.
Melihat perlakuan rasisme yang terjadi di atas, menurut saya telah merusak nilai-nilai sprotivitas dalam olahraga. Olahraga diciptakan untuk semua orang tanpa terkecuali. Peristiwa diskriminasi yang berbau rasisme ini menjadi penghambat atlet muslimah yang ingin berprestasi. Para atlet muslimah yang sudah berlatih sedemikian rupa harus rela mengubur impian mereka untuk menjadi juara dan berprestasi hanya karena perlakuan rasis dari federasi atau penyelenggara yang tidak berdasar.
Secara tidak langsung, peraturan atau regulasi mendiskriminasi seseorang atas kepercayaan yang dia anut. Mencederai kebebasan berekspresi yang otomatis juga melanggar HAM. Seperti dalam agama islam menutup aurat adalah wajib bagi perempuan tanpa terkecuali. Regulasi dalam olahraga seolah–olah mengekang para muslimah serta tidak memberi tempat bagi mereka untuk berpartisipasi dalam suatu kejuaraan atau kompetisi.
Seharusnya federasi maupun penyelenggara tidak membeda–bedakan perlakuan mereka terhadap para atlet muslimah berjilbab. Tidak mempersulit para atlet muslimah yang ingin berkompetisi dengan peraturan–peraturan yang bersifat diskriminatif. Pelarangan atau regulasi harus dibuat secara bijak dengan mengkaji lebih dalam mengenai pengunaan jilbab dalam cabang olahraga tertentu. Apakah pengunaan jilbab mengganggu jalannya pertandingan atau tidak.
Akibat adanya perilaku diskriminatif seperti ini, menunjukan sulitnya untuk melihat netralitas dari federasi atau penyelenggara dengan mengeyampingkan perbedaan-perbedaan. Olahraga sendiri hadir sebagai ajang untuk mempersatukan melalui kompetisi-kompetisinya. Dengan adanya kasus-kasus diskriminasi ini yang mencederai dunia olahraga harus segera ditanggulangi. Sejatinya setiap orang memiliki hak yang sama tanpa terkecuali.
Hak Asasi Manusia dan Rasisme
Hak bereskpresi termasuk dalam Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dijunjung tinggi oleh semua manusia. Memanusiakan manusia menjadi diksi yang tepat dalam rangka untuk mewujudkan hak asasi manusia yang ideal. Manusia harus dipandang sama tanpa membeda–bedakan. Olahraga adalah sarana paling tepat menurut saya untuk menampilkan manusia secara setara. Olahraga diciptakan untuk semua orang tanpa terkecuali. Bahkan sudah banyak kejuaraan bagi penyandang disabilitas.
Nilai–nilai sportivitas harus terus dijaga dalam olahraga, jangan biarkan tindakan rasisme, baik perlakuan maupun perkataan merusak apa yang sudah dibangun. Kita semua harus bersatu menyamakan visi dan misi dalam memerangi tindakan rasisme. Rasisme adalah pernyakit yang harus dihilangkan dalam kehidupan bermanusia. Jangan beri ruang bebas kepada rasisme untuk berkembang, semua manusia punya hak yang sama untuk dipandang baik dan diperlakukan secara sama.(*)
*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co