Nasional

Revisi UU Minerba Berbahaya, Jatam Sebut Banyak Pasal Titipan

Kaltim Today
17 Agustus 2019 14:39
Revisi UU Minerba Berbahaya, Jatam Sebut Banyak Pasal Titipan
Koordinator Jatam Nasional Merah Johansyah bersama Pradarma Rupang memperlihatkan satu per satu pasal berbahaya di RUU Minerba. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Rancangan Undang Undang (RUU) Mineral dan Batubara (Minerba) baru yang saat ini sedang di godok oleh DPR pusat, langsung mendapat tanggapan serius dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

Disinyalir, dalam rancangan UU Minerba yang baru ini terdapat banyak pasal-pasal titipan.

Pasal-pasal yang termuat di dalamnya diduga kuat dapat mempermulus laju, para perusahaan tambang batubara raksasa yang berada di Indonesia, khususnya di Kalimantan Timur (Kaltim).

Didalamnya, pada No 4/2009, ada 29 pasal tambahan dan revisi yang telah diperiksa Jatam secara mendetail.

Contohnya, pada ayat 2 pasal 99 yang berbunyi peruntukkan lahan pasca tambang dapat digunakan untuk bangunan irigasi dan objek wisata.

"Ini sangat berbahaya, karena tidak ada kategori khusus untuk menjadikan sebuah lahan sebagai objek wisata," ucap Dinamisator Jatam Nasional, Merah Johansyah.

Tidak ada kategori khusus ini dimaksudkannya, jika lahan galian pasca tambang untuk menjadi sebuah objek wisata itu tidak ada ketentuan pastinya untuk memenuhi standarisasi.

"Bahkan cuma di pasang plang nama pun sudah bisa dibilang objek wisata," imbuhnya.

Dalam catatannya, Jatam menghitung ada 1.735 lubang tambang yang tersebar di enam wilayah Kaltim. Sementara, dari sisi catatan kelamnya, terhitung sebanyak 35 jiwa merenggang nyawa di lubang eks galian tambang.

Jika pasal ini disahkan, Merah Johansyah  mengkhawatirkan menjadi celah korupsi dan meminimalisir kewajiban perusahaan merehabilitasi lahan lubang eks galian tambang yang menjadi kewajiban mereka.

"Kami menduga jika ini merupakan pasal-pasal titipan para pengusaha agar mereka memiliki celah untuk tidak melakukan reklamasi," tegasnya.

Tidak berhenti sampai disitu, selanjutnya menyoal tentang hilangnya pasal 165 dalam naskah Rancangan Undang-Undang Minerba.Pasal itu berbunyi, setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan dengan

Undang-Undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama

2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp 200 juta.

Disinggungnya, jika hal ini merupakan upaya melindungi koruptor atau aparatur negara yang menyalahgunakan kewenagan soal tambang.

"Kaltim punya masalah akut yang berhubungan dengan korupsi pertambangan," sambungnya.

Diketahui, tata kelola perizinan sumberdaya alam di Kaltim banyak kesemrawutannya. Data yang dimiliki Jatam Kaltim menyebut, gabungan luasan konsesi pertambangan batu bara, perkebunan dan kayu, lebih luas ketimbang daratan Kaltim dan cendrung tumpang tindih.

Luas tanah di Bumi Etam hanya 12,7 juta hektare sementara total luasan 3 konsesi tadi berjumlah 13,83 juta hektare. Kondisi inipun jadi sorotan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi, La Ode Syarief beberapa waktu lalu.

Tak ketinggalan, Merah Johansyah menyoal tentang penambahan pasal 115A yang berbunyi, setiap orang dilarang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, dan IPR yang telah memenuhi syarat.

"Pasal ini membuka peluang kriminalisasi terhadap warga penolak tambang," lanjut Merah.

Saat ini, proses pembahasan revisi UU Minerba dikatakan telah sampai pada tahap penyerahan daftar inventarisasi masalah dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral ke DPR RI, khususnya Komisi VII, 3 Juli lalu. jelang pergantian anggota DPR RI ini lebih berpihak ke perusahaan ketimbang menyelamatkan hak hidup rakyat Kaltim yang sempat dikepung 1,404 izin pertambangan.

Jatam bersama koalisi masyarakat sipil di pusat, sudah bersurat hari ini ke Presiden Jokowi dan Kementerian ESDM menunda pembahasan revisi UU Minerba.

Bahkan, berkaca dari perpanjangan izin usaha pertambangan batu bara perusahaan besar di Indonesia yang disoroti KPK beberapa bulan lalu, Jatam pun minta bantuan KPK mensupervisi proses pembahasan revisi undang-undang ini.

"Kami khawatir ada upaya lobi-lobi jika pengesahannya dirancang dalam waktu yang sesingkat singkatnya," tandas Merah.

[JRO | TOS]


Related Posts


Berita Lainnya