Nasional

Bahas AI dan Bahasa Lokal, Hari Kedua CTRL+J APAC 2025 Soroti Keadilan Data

Kaltim Today
25 Juli 2025 08:26
Bahas AI dan Bahasa Lokal, Hari Kedua CTRL+J APAC 2025 Soroti Keadilan Data
Salah satu sesi diskusi dalam konferensi CTRL+J APAC 2025 yang mengangkat isu dominasi platform digital dan dampaknya terhadap ekosistem media di negara-negara Global South.

JAKARTA, Kaltimtoday.co - Hari kedua konferensi CTRL+J Asia Pacific 2025 menghadirkan beragam diskusi penting seputar tantangan jurnalisme di era kecerdasan buatan (AI). Acara yang digelar di Hotel Le Meridien Jakarta ini mempertemukan jurnalis, peneliti, dan pelaku industri media dari berbagai negara Asia–Pasifik untuk membahas standar jurnalisme yang berkualitas dan inklusif.

Dalam panel diskusi “Preparing the Future: The State of Play in APAC,” jurnalis multimedia asal Filipina, Jacque Manabat, mengungkapkan bahwa dirinya tetap menerapkan disiplin jurnalistik dalam menyampaikan informasi melalui media sosial seperti TikTok.

“Kami masih menggunakan metode jurnalistik, hanya saja dengan bentuk penceritaan yang berbeda,” ucap Jacque.

Sementara itu, peneliti dari Kyoto University Jepang, Irendra Radjawali, menyoroti bias data dalam pengembangan AI. “Data yang dimasukkan ke dalam AI sangat bias karena sebagian besar dibuat oleh programmer Barat. Jadi, AI tidak secerdas dan selengkap yang kita asumsikan,” ujarnya.

Isu keberagaman suara dan hambatan bahasa dalam teknologi juga menjadi sorotan. Program Director for Training and Network Meedan, Shalini Joshi, menyebutkan bahwa alat pemeriksa fakta berbasis AI kini tersedia dalam 31 bahasa di Asia. Di sisi lain, Senior Director AI Product dari AI IG, Dr. Leslie Teo, mengenalkan model bahasa SEA-Lion yang mendukung bahasa lokal seperti Jawa dan Ambon. Peneliti AI Center ITB, Ayu Purwarianti, juga memaparkan inisiatif Nusa Dialogue untuk mendokumentasikan bahasa daerah dari penutur aslinya.

Pada diskusi strategi kompensasi media, Wakil Ketua Public Interest Publishers Alliance Australia, Nelson Yap, mengungkapkan bahwa pemerintah Australia telah mengalokasikan dana hibah senilai AUD 99 juta untuk media selama tiga tahun. Ia juga menjelaskan bagaimana inisiatif “news bargaining code” memaksa platform digital besar seperti Google dan Meta untuk bernegosiasi dengan penerbit berita.

Sergio Spagnuolo, Direktur Eksekutif Nucleo Journalismo Brasil, memaparkan hasil riset yang menunjukkan rendahnya tingkat perlindungan situs media dari scraping AI di Indonesia dan Brasil, yaitu hanya 5–6 persen. Ia menyebutkan pihaknya akan merilis alat bantu agar penerbit bisa mengontrol akses terhadap konten mereka melalui file robot.txt.

Matt Prewitt dari RadicalxChange Foundation menambahkan bahwa jurnalis harus memperkuat posisi tawar terhadap perusahaan teknologi. “Jika akses terhadap konten tidak dikontrol, media akan kehilangan dukungan pasar,” katanya.

Konferensi ini merupakan hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan International Fund for Public Interest Media (IFPIM). Agenda akan berlanjut hingga Kamis (24/7/2025).

[TOS]



Berita Lainnya