Advertorial
Tari Hudoq Warnai Pembukaan EBIFF 2025, Simbol Kearifan Budaya Dayak yang Penuh Makna

Kaltimtoday.co, Samarinda - Gelaran East Borneo International Folklore Festival (EBIFF) 2025 resmi dibuka dengan penampilan memukau Tari Hudoq, seni tradisional khas suku Dayak Kalimantan Timur. Bertempat di halaman Kantor Gubernur Kaltim, pertunjukan ini sukses mencuri perhatian masyarakat dan delegasi internasional yang hadir.
Tari Hudoq bukan sekadar hiburan, melainkan representasi hubungan sakral antara manusia, alam, dan leluhur. Para penari, mengenakan topeng kayu dan kostum rumbai daun pisang, tampil layaknya makhluk gaib yang menari di antara dimensi spiritual dan dunia nyata.
Tari ini berasal dari Dayak Bahau serta sub-etnis seperti Modang, Busang, Penihing, dan Ao’heng. Dalam bahasa lokal, “Hudoq” berarti menjelma, mengacu pada perubahan wujud roh menjadi penari. Tarian ini umumnya digelar dalam rangka ritual pembukaan lahan dan syukuran panen, sebagai bentuk permohonan kesuburan serta perlindungan dari gangguan hama.
Topeng-topeng yang dikenakan menggambarkan berbagai tokoh mitologi, mulai dari tikus, monyet, babi, gagak—simbol hama—hingga burung elang dan manusia sebagai penjaga dan leluhur. Sementara kostumnya, disebut Hudoq Chum Tai, terbuat dari daun pisang, kelapa, atau pinang yang melambangkan kesejukan, kesuburan, dan keberkahan.
Gerakan dalam Tari Hudoq memiliki pola khas yang kuat: hentakan kaki berenergi, ayunan tangan ritmis, serta diiringi alat musik tradisional seperti gong, suling, dan kempli. Lagu-lagu yang dibawakan menceritakan mitos leluhur dan kisah hubungan manusia dengan alam raya.
Biasanya tarian ini dipentaskan secara berkelompok dan dapat berlangsung berjam-jam, berpindah dari satu desa ke desa lain terutama pada bulan September hingga Oktober, usai proses tanam padi.
Tokoh budaya Dayak Wehea, Siang Geah, menyebut bahwa Hudoq bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan ritual spiritual untuk mengundang berkah dan menolak energi negatif.
“Tari Hudoq adalah doa. Kami percaya tarian ini membawa keseimbangan antara manusia, alam, dan roh leluhur,” jelasnya.
Dalam tradisinya, Tari Hudoq terdiri dari beberapa prosesi, seperti Hudoq Kawit (sebelum masa tanam), Laliq Ataa’q (syukuran panen), hingga Nevukoq (penutupan ritual). Ada pula ritual Nekeang atau Nluei Hudoq, di mana sesaji berupa tepung ketan, kelapa, dan gula diberikan sebagai bentuk penghormatan kepada roh leluhur sebelum memasuki dialog spiritual.
Tampilnya Tari Hudoq dalam EBIFF 2025 menegaskan komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam melestarikan budaya lokal dan memperkenalkannya ke panggung internasional. Festival ini menjadi sarana penting untuk memperkuat identitas budaya, menarik minat wisatawan, serta mendorong ekonomi kreatif daerah.
Tradisi Tari Hudoq diyakini berasal dari kisah mistis Halaeng Heboung dan makhluk gaib Selo Sen Yaeng di hulu sungai Apo Kayan. Cerita ini menjadi dasar filosofi tari yang menghubungkan manusia dengan kekuatan kosmis dan leluhur.
[RWT | ADV DISKOMINFO KALTIM]
Related Posts
- Macron Umumkan Prancis akan Akui Palestina sebagai Negara, Israel dan AS Bereaksi Keras
- Hasto Kristiyanto Divonis 3,5 Tahun Penjara dalam Kasus Suap PAW Harun Masiku
- Terima Kunjungan DJPb, Rudy Mas’ud Keluhkan Dana Bagi Hasil Kaltim Tak Seimbang dengan Kontribusi SDA Nasional
- EBIFF 2025 Dimulai, 400 Peserta Meriahkan Kirab Budaya Internasional di Kaltim
- Festival EBIFF 2025 Angkat Diplomasi Budaya Indonesia ke Tingkat Internasional