Nasional

Banyak Masalah dan Ketimpangan Tak Kunjung Teratasi, Pemerintah Didesak Evaluasi Total Sistem PPDB

Kaltim Today
11 Juli 2023 10:58
Banyak Masalah dan Ketimpangan Tak Kunjung Teratasi, Pemerintah Didesak Evaluasi Total Sistem PPDB
PPDB dinilai masih banyak masalah. Pemerintah khususnya Kemendikbudristekdikti diminta untuk melakukan evaluasi total terhadap PPDB. (Yasmin/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kemdikbudristek RI melakukan peninjauan ulang dan evaluasi total menyeluruh terhadap kebijakan dan pelaksanaan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang sudah dilaksanakan sejak 2017.

"Evaluasi secara total dan komprehensif serta tinjau ulang kembali sistem PPDB sangat penting dilakukan Kemdikbudristek, karena P2G menilai tujuan utama PPDB mulai melenceng dari relnya. Persoalan klasik yang terjadi tiap tahun," ungkap Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G.

P2G mencatat 5 bentuk persoalan utama, selalu terjadi selama pelaksanaan PPDB yang sudah berusia tujuh tahun ini adalah:

Pertama, Migrasi domisili melalui Kartu Keluarga calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua. Ini umumnya terjadi di wilayah yang punya sekolah "unggulan". Modusnya dengan memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar. Kasus serupa pernah terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, dan terbaru di kota Bogor.

Modus pindah KK ini harusnya bisa diketahui dan diantisipasi sejak awal oleh RT/RW dan Disdukcapil. Solusi verifikasi faktual sudah tepat dilakukan. Yang dilakukan walikota Bogor Bima Arya, bereaksi di ujung proses PPDB ini agaknya telat dan menunjukkan Pemda tidak punya sistem deteksi sejak awal. Apalagi kota Bogor sudah ikut PPDB sejak 2017, jadi bukan hal baru mestinya.

Tapi harus diingat adalah, hak warga negara juga untuk berpindah tempat. Adalah hak masyarakat juga menilai sekolah tertentu lebih baik ketimbang sekolah lainnya.

Dalam Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pasal 17 ayat 2 berbunyi: "Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB."

Artinya perpindahan alamat KK diperkenankan secara hukum maksimal 1 tahun sebelum pendaftaran PPDB. Yang ilegal jika perpindahan kurang dari 1 tahun.

"Di sisi lain, fakta menunjukkan kualitas sekolah di Indonesia belum merata. Menyebabkan orang tua masih berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah yang dianggap lebih unggul," lanjut Satriwan.

Perlu diingat, tujuan awal sistem PPDB untuk pemerataan kualitas pendidikan. Meningkatkan kualitas seluruh sekolah (negeri) agar sama-sama berkualitas: guru, sarana prasarana, kurikulum, dan standar lainnya.

Namun Satriwan menilai,  tujuan utama PPDB hingga sekarang belum terwujud. Tingkat kesenjangan kualitas antarsekolah negeri masih terjadi bahkan makin tinggi.

Kedua, sekolah kelebihan calon peserta didik baru karena terbatasnya daya tampung, khususnya di wilayah perkotaan. Jumlah sekolah negeri dan daya tampung sekolah umumnya lebih sedikit ketimbang jumlah calon siswa. Sehingga jumlah kursi dan ruang kelas tidak dapat menampung semua calon peserta didik. Alhasil calon siswa terlempar meskipun di satu zona. Faktor utamanya sebaran sekolah negeri tak merata.

Contoh di DKI Jakarta, jumlah calon peserta didik baru (CPDB) 2023 jenjang SMP/MTs adalah 149.530 siswa, tetapi total daya tampung hanya 71.489 siswa atau sekitar 47,81 persen saja.

Untuk jenjang SMA/MA/SMK, CPDB adalah 139.841 siswa, sedangkan total daya tampung hanya 28.937 atau  hanya 20,69 persen saja.

Untuk daya tampung jenjang SMK justru lebih sedikit lagi hanya 19.387 siswa atau hanya 13,87 persen saja.

Data menunjukkan kondisi sekolah negeri di Jakarta, makin tinggi jenjang sekolah, makin sedikit ketersediaan bangkunya.

"Implikasinya adalah dipastikan tidak semua calon siswa dapat diterima di sekolah negeri, swasta menjadi pilihan terakhir" lanjut Satriwan.

Solusi permasalahan daya tampung dapat dengan membangun Unit Sekolah Baru (USB) atau tambahan ruang kelas tapi dengan mempertimbangkan secara sekolah swasta agar mereka tetap punya siswa.

"Pemprov DKI Jakarta yang APBD nya besar saja tidak mampu menambah USB dan ruang kelas baru. Faktor biaya besar dan keterbatasan lahan baru untuk USB penyebabnya," lanjut Satriwan.

Makanya DKI Jakarta menyiasati dengan solusi "PPDB Bersama". Anak-anak yang tarlempar tak diterima di sekolah negeri, kemudian sekolah di swasta yang dibiayai penuh oleh Pemprov. Sayangnya PPDB Bersama ini tak begitu diminati oleh sekolah swasta terbaik di Jakarta.

Ketiga, Sekolah kekurangan siswa. Persoalan yang cukup sering terjadi adalah sekolah sepi peminat. Karena faktor jumlah calon siswa yang sedikit, jumlah sekolah negeri yang banyak dan berdekatan lokasinya satu sama lain, serta lokasi sekolah jauh di pelosok pedalaman atau perbatasan yang aksesnya sulit. Faktor utamanya sebaran sekolah negeri tak merata.

Kasus ini misalnya terjadi di Magelang, Temanggung, Solo, Sleman, Klaten, Batang, dan Pangkal Pinang. Di Batang, ada 21 SMP negeri kekurangan siswa pada PPDB 2022. Lalu Jepara, Yogyakarta, dan Semarang. Di Jepara, dalam PPDB 2023 hingga akhir Juni tercatat 12 SMP negeri masih kekurangan siswa.

"Di Yogyakarta ada 3 SMA negeri yang masih kekurangan siswa. Di kabupaten Semarang dalam PPDB 2023 ini sebanyak 99 SD negeri tak dapat siswa baru sehingga guru harus mencari murid dari rumah ke rumah," ungkap Feriansyah, Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G.

Menurut Feriansyah, persoalan sekolah kekurangan siswa ini dapat berdampak serius kepada jam mengajar guru. Bagi guru yang sudah mendapat Tunjangan Profesi Guru bisa terancam tidak menerima lagi tunjangannya, karena kekurangan jam mengajar 24 jam/seminggu yang disyaratkan oleh peraturan.

"Solusi sekolah kekurangan murid adalah pemda hendaknya melakukan merger, menggabungan sekolah negeri dan memperbaiki akses infrastruktur dan transportasi menuju sekolah," jelas mahasiswa program doktor UGM ini.

Solusi di atas juga berbiaya tinggi dan melibatkan kementerian lain. Pekerjaan yang membutuhkan sinergisitas kementerian dan pemda.

Keempat, Masalah dalam PPDB yang juga sering muncul adalah praktik jual beli kursi, pungli, dan siswa "titipan" dari pejabat atau tokoh di wilayah tersebut.

P2G mencatat kasus demikian terjadi di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung, dan Depok.

Modusnya adalah menitipkan siswa atas nama pejabat tertentu ke sekolah. Panitia PPDB sekolah yaitu kepala sekolah dan guru tidak punya power menolak sehingga praktik ini diam-diam terus terjadi. Pernah ramai aksi titipan oknum anggota DPRD kota Bandung dalam PPDB 2022.

Ada juga yang "sama-sama main mata dan saling kunci". Oknum ormas memaksa akan membocorkan ke media (publik) nama-nama siswa dan pejabat yang melakukan titipan. Tapi sementara itu, pihak oknum ormas ternyata juga punya calon siswa yang ingin dimasukkan ke sekolah yang sama. Usut punya usut, oknum ormas menjual jasa dengan tarif tertentu kepada calon orang tua siswa.

Di Bengkulu dalam PPDB 2023, ada indikasi patut diduga oknum guru melakukan jual beli bangku kepada calon orang tua siswa agar diterima PPDB. Persoalan dugaan pungli dalam PPDB Bengkulu sejak 2017 terjadi.

"Jadi selama PPDB tak hanya jalur zonasi, prestasi, afirmasi yang ada, tetapi juga ada jalur intervensi, intimidasi, dan surat sakti," cetus Feriyansyah.

P2G mendesak agar pelaksanaan PPDB berkeadilan, akuntabel, transparan, dan bertanggungjawab. Orang tua dan guru jangan takut sampaikan dugaan pungli atau siswa titipan pada Dinas Pendidikan, Satgas Saber Pungli, Ombudsman, atau Kemdikbudristek bahkan ke media massa.

Pihak Inspektorat Daerah, Dinas Pendidikan, dan Ombudsman hendaknya agresif melakukan monitoring, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan PPDB dan indikasi kecurangannya. Terpenting adalah tindak lanjutnya.

P2G meminta jika terjadi dugaan pungli yang dilakukan guru, kepala sekolah, atau masyarakat hendaknya diberikan sanksi tegas bahkan dapat diselesaikan melalui jalur hukum pidana sebagai pembelajaran agar guru bekerja dengan bersih dan jujur.

Kelima, anak yang berasal dari keluarga tidak mampu (jalur afirmasi) dan anak dalam satu zonasi tidak dapat tertampung di sekolah negeri.

"Bagi P2G, sistem PPDB oleh pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri," tegas Feriyansyah.

Sejatinya sistem PPDB berpihak pada anak miskin dan anak dapat bersekolah di dekat rumahnya. Lebih ringan untuk biaya ongkos termasuk faktor keamanan anak.

Sepanjang anak miskin dan anak dekat sekolah tak dapat ditampung di sekolah  negeri maka sistem PPDB gagal dalam mencapai tujuan utamanya. Dan pemerintah dinilai gagal dalam membangun sistem pendidikan yang berkeadilan dan berkualitas. Kedepannya pemerataan sarana dan sarana pendidikan (penambahan ruang kelas atau sekolah baru) akan berbanding lurus dengan perekrutan guru oleh pemerintah daerah, sehingga fenomena masalah dalam PPDB dapat ditinjau dari kinerja dan political will pemerintah dalam membangun pendidikan yang berkeadilan ke depannya.

[TOS]



Berita Lainnya