Nasional

Komunitas Pers Minta Pemerintah Cabut Pemblokiran Internet di Papua

Kaltim Today
31 Agustus 2019 06:11
Komunitas Pers Minta Pemerintah Cabut Pemblokiran Internet di Papua
Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla memimpin Rapat Terbatas Mengenai Penanganan Situasi Terkini di Papua. Rapat digelar di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (30/8) pukul 19.15 WIB. (Setpres)

Kaltimtoday.co, Jakarta - Sejumlah organisasi jurnalis memenuhi undangan Kedeputian V Kantor Staf Presiden untuk membahas strategi penanganan komunikasi publik di Papua. Pertemuan dilakukan di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Negara Jakarta, Jumat (30/8). Adapun organisasi wartawan yang hadir antara lain Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Dewan Pers.

Ketua AJI Abdul Manan mengusulkan pencabutan pemblokiran internet karena kebijakan tersebut membuat jurnalis mengalami kesulitan melakukan verifikasi informasi terkait aksi-aksi dan kekerasan di Papua dan Papua Barat.

"Kita belum tahu persis manfaat pemblokiran bagi penanggulangan hoaks yang dijadikan alasan pemerintah. Tapi kami menilai kerugian yang diakibatkan pemblokiran itu lebih banyak. Karena membatasi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar," jelas Abdul Manan kepada VOA, Jumat (30/8).

Abdul Manan menambahkan pemblokiran data seluler juga merugikan pemerintah. Sebab, kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah tidak dapat tersalurkan dengan baik ke masyarakat Papua. Semisal soal penindakan terhadap orang-orang yang diduga melakukan tindakan rasisme di Surabaya, Jawa Timur. Padahal tindakan rasisme itulah yang menjadi pemicu rentetan aksi di wilayah Papua dan Papua Barat.

"Pemerintah jangan sibuk mengatasi asap tapi kurang serius atasi apinya. Apinya itu kan soal rasisme oleh aparat keamanan seperti dalam kasus di Surabaya. Dengan memproses hukum secara serius pelakunya," tambahnya.

Sementara Sekjen IJTI Indria Purnama Hadi mengatakan, lembaganya mengusulkan agar pemerintah menunjuk orang atau lembaga yang dapat memberikan semua informasi tentang peristiwa Papua kepada jurnalis. Hal tersebut untuk mencegah timbulnya informasi yang simpang siur di masyarakat dan mencegah kericuhan di Papua meluas di tengah pemblokiran internet.

"Papua ini kalau kita ibaratkan misalkan kalau gempa bumi bencana alam, ini adalah bencana sosial sehingga harus ditangani khusus. Jadi, kita usulkan dibuat semacam gugus tugas yang menangani itu, sehingga jurnalis ketika menghubungi orang atau lembaga yang ditunjuk mendapatkan konfirmasi dari semua peristiwa di Papua," jelas Indria.

Indria menjelaskan orang atau lembaga yang ditunjuk pemerintah nantinya harus memiliki akses ke semua pihak seperti Polri dan TNI. Sehingga juru bicara Papua ini memiliki informasi yang valid dari berbagai pihak.

Secara lembaga, IJTI belum mengusulkan orang yang pantas menjadi juru bicara tersebut. Namun, Indria menilai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo merupakan sosok yang tepat untuk menjadi juru bicara soal Papua. Alasannya Doni Monardo pernah menjabat Panglima Komando Daerah Militer Pattimura yang pernah menangani konflik di Ambon.

Sejauh ini belum ada tanggapan dari Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani terkait pertemuan dengan komunitas pers ini. Namun, menurut Abdul Manan, Dani menyimpulkan dua poin, yaitu pencabutan pemblokiran data seluler dan perlunya juru bicara Papua dalam pertemuan tersebut. Menurutnya, dua usulan ini akan segera ditindaklanjuti oleh kementerian terkait.

Hasil konfirmasi yang dilakukan VOA ke jurnalis di Manokwari Papua menyebutkan akses data seluler dan internet di sana belum pulih. Para jurnalis menggunakan SMS atau pesan pendek untuk mengirim berita ke redaksi masing-masing.

"Wi-Fi hanya satu titik saja yang bisa. Di hotel Swissbel karena mereka pakai satelit," jelas jurnalis yang tidak mau disebut namanya.

Minta Aparat Bertindak Tegas

Usai dua hari melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Tengah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung memimpin Rapat Terbatas Mengenai Penanganan Situasi Terkini di Papua. Rapat digelar di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (30/8/2019) pukul 19.15 WIB.

Dalam pengantarnya Presiden Jokowi kembali menegaskan, untuk menjaga keamanan, untuk menjaga ketertiban dirinya harus memerintahkan kepada aparat keamanan untuk bertindak tegas kepada siapapun yang melanggar hukum, merusak fasilitas umum, merusak fasilitas publik.

“Juga tidak ada toleransi kepada perusuh dan pelaku tindakan-tindakan anarkis,” tegas Presiden Jokowi seperi dilansir dari situs resmi Istana.

Presiden kembali mengulang perintahnya kepada aparat keamanan agar bertindak secara tegas kepada siapapun yang melakukan tindakan rasialis dalam bentuk apapun.

“Saya sudah mendapatkan laporan tindakan hukum sudah dilakukan, baik proses hukum kepada oknum sipil maupun oknum militer yang melakukan tindakan itu, sudah dikerjakan tanpa kecuali,” ungkap Presden.

Presiden juga memerintahkan agar situasi kemanan, ketertiban di Papua dan Papua Barat juga dijaga dan segera secepat-cepatnya dipulihkan.

“Semua warga negara tanpa kecuali, semuanya harus dilindungi dan dijaga harkat dan martabatnya,” tegas Presiden.

Kerusakan fasilitas umum, lanjut Presiden, juga segera diperbaiki sehingga aktivitas ekonomi, aktivitas pendidikan, pelayanan kepada publik, aktivitas pemerintahan bisa dikembalikan normal kembali.

“Saya percaya bahwa warga di Papua, warga di Papua adalah warga yang cinta damai, cinta kepada bangsa dan negara,” kata Presiden Jokowi.

Tampak hadir dalam rapat terbatas itu antara lain Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Polhukam Wiranto, Mensesneg Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menlu Retno Marsudi, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Kepala BIN Budi Gunawan.

[TOS | VOA INDONESIA]


Related Posts


Berita Lainnya