Opini
Menggugat Transisi Energi yang Tidak Inklusif

Oleh: Fardila Astari (Communication Expert Yayasan Mitra Hijau)
TRANSISI ENERGI telah menjadi narasi besar Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Di atas kertas, peralihan dari energi fosil dan batu bara menuju energi terbarukan tampak sebagai langkah progresif menuju masa depan yang lebih hijau. Pemerintah dan perusahaan silih berganti meluncurkan komitmen, target ambisius, hingga investasi skala besar. Namun di balik narasi-narasi keberhasilan itu, ada sisi lain yang kerap terabaikan, yaitu transisi energi yang belum inklusif.
Hasil media monitoring Yayasan Mitra Hijau (YMH) selama dua tahun, pada periode Agustus–Desember 2023 dan Januari–Desember 2024 di wilayah Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan, menunjukkan bahwa narasi transisi energi masih terpusat pada elite. Sekitar 80 persen pemberitaan di media online dan media sosial terkait transisi energi lebih menonjolkan proyek-proyek besar, seperti pembangunan pembangkit energi baru terbarukan (EBT), investasi kendaraan listrik, dan kemitraan internasional. Sementara itu, isu-isu yang menyentuh lapisan masyarakat bawah—seperti dampak sosial, ketimpangan akses, dan partisipasi komunitas—hanya menjadi catatan pinggir yang jarang diangkat secara serius.
Komunikasi yang Masih Satu Arah
Dalam perspektif sosiologi, transisi energi tidak hanya bicara tentang teknologi dan infrastruktur, tetapi juga tentang perubahan sosial besar yang dapat mengubah pola produksi dan konsumsi, serta menentukan siapa yang mendapatkan manfaat dan siapa yang tertinggal. Sayangnya, dalam praktiknya, komunikasi transisi energi di Indonesia masih berlangsung satu arah—dari pengambil kebijakan kepada publik.
Dalam pola komunikasi seperti ini, suara masyarakat akar rumput—khususnya perempuan, anak muda, dan komunitas lokal di sekitar tambang—sering kali tidak mendapatkan ruang narasi yang memadai. Mereka kerap hanya menjadi objek yang diberitakan, bukan subjek yang didengarkan. Di banyak wilayah, terutama Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan, warga yang terdampak tambang menghadapi persoalan kehilangan lahan, kesulitan akses air bersih, dan terbatasnya ruang hidup yang sehat. Namun, keterlibatan mereka dalam diskusi dan perencanaan kebijakan transisi energi masih sangat minim.
Narasi yang Timpang
Media monitoring YMH juga menunjukkan bahwa narasi transisi energi masih banyak dikendalikan oleh aktor-aktor di pusat. Baik dalam pemberitaan media nasional maupun dalam diskursus media sosial, kendali narasi masih terpusat pada Jakarta dan korporasi besar. Suara dari daerah, khususnya Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan, yang merupakan wilayah terdampak langsung, nyaris tidak mendapatkan porsi pemberitaan yang setara.
Selama tahun 2023 dan 2024, YMH berupaya memperluas ruang partisipasi ini dengan menginisiasi berbagai pelatihan dan edukasi bagi jurnalis lokal serta komunitas terdampak. Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas jurnalis daerah agar mampu mengangkat isu-isu transisi energi dari perspektif warga terdampak. Berdasarkan analisis program komunikasi, YMH berhasil mendorong peningkatan signifikan pemberitaan media lokal di Kalimantan Timur, dari hanya 79 berita pada tahun 2023 menjadi 1.167 berita pada tahun 2024.
Tidak hanya di media konvensional, penguatan juga terjadi di media sosial. Pada tahun 2023, percakapan mengenai transisi energi masih relatif terbatas dan terfokus pada promosi proyek-proyek besar. Namun, pada tahun 2024, volume percakapan meningkat secara signifikan, dengan semakin banyaknya keterlibatan warganet dalam mengangkat isu-isu keadilan energi dan suara komunitas terdampak. Sentimen positif terhadap pemberitaan lokal juga mulai tumbuh, sejalan dengan meningkatnya kesadaran publik akan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses transisi energi.
Perbandingan data menunjukkan bahwa pada 2023, dominasi narasi masih sepenuhnya terkonsentrasi pada promosi elite. Namun, pada 2024, berkat inisiatif edukasi yang dilakukan Yayasan Mitra Hijau, mulai terlihat pergeseran pola diskusi di media sosial, dengan komunitas yang semakin aktif menyuarakan kepentingannya sendiri.
Peningkatan ini menjadi capaian awal yang penting dalam mendorong narasi yang lebih seimbang, meskipun pekerjaan membongkar dominasi pusat masih menjadi tantangan jangka panjang. YMH meyakini bahwa transisi energi yang adil hanya bisa terwujud jika dibangun dengan partisipasi dan kepemilikan bersama atas narasi perubahan, baik di media maupun di ruang sosial masyarakat.
Menggugat Ketimpangan Informasi
Di sinilah pentingnya merekonstruksi komunikasi transisi energi dengan prinsip keadilan. Pendekatan komunikasi partisipatif menjadi kebutuhan, bukan lagi pilihan. Seperti yang dikemukakan Paulo Freire (1972) dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed, masyarakat harus ditempatkan sebagai subjek aktif yang didengar, bukan sekadar penerima pesan.
Jurnalisme juga perlu berani menempatkan diri di sisi yang selama ini jarang disorot. Liputan transisi energi tidak cukup hanya membahas investasi dan capaian teknologi. Jurnalis harus turun langsung ke desa-desa, mendengar cerita perempuan yang kesulitan mendapatkan air bersih, dan mengikuti perjuangan komunitas adat yang mempertahankan hutan mereka dari ekspansi industri.
Liputan seperti ini penting agar publik memahami bahwa transisi energi bukan hanya tentang “berpindah” dari fosil dan batu bara ke panel surya, melainkan tentang membangun sistem baru yang memberi ruang bagi kelompok yang selama ini dipinggirkan.
Forum Konsultasi Daerah: Menjembatani Narasi dan Implementasi
Upaya mendorong transisi energi yang lebih adil dan inklusif kini semakin konkret melalui inisiatif pemerintah daerah yang membentuk Forum Konsultasi Daerah untuk Percepatan Transformasi Ekonomi. Forum ini menjadi ruang bersama bagi pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi, jurnalis, masyarakat sipil, dan komunitas lokal untuk duduk dalam satu meja dan membahas transisi energi secara terbuka. Forum ini juga menghubungkan transisi energi dengan agenda transformasi ekonomi daerah agar lebih membumi dan relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Dalam proses ini, YMH memainkan peran penting sebagai penggerak dan fasilitator. YMH tidak hanya mengedukasi jurnalis dan memperkuat kapasitas media lokal, tetapi juga aktif mendorong lahirnya forum-forum konsultasi yang inklusif di berbagai daerah. Melalui pendampingan, pelatihan, dan advokasi, YMH membantu membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi warga, khususnya perempuan, anak muda, dan komunitas terdampak, untuk terlibat dalam penyusunan kebijakan transisi energi. Forum ini menjadi jembatan penting yang menghubungkan narasi menuju aksi konkret, sekaligus menjadi bagian dari strategi YMH dalam memastikan bahwa transisi energi selaras dengan transformasi ekonomi lokal yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Menyusun Narasi yang Setara: Dari Wacana Menuju Gerakan Bersama
Transisi energi bukan sekadar pergantian sumber daya. Lebih dari itu, transisi energi adalah tentang siapa yang terlibat, siapa yang mendapatkan manfaat, dan siapa yang berhak menentukan masa depan bersama. Selama ini, komunikasi transisi energi di Indonesia masih cenderung elitis dan berjalan satu arah, terpusat pada pemerintah dan korporasi besar. Namun, kini mulai terbuka ruang-ruang baru yang memberi peluang agar narasi tersebut menjadi milik bersama, bukan hanya milik mereka yang punya kekuasaan dan modal.
YMH memainkan peran strategis sebagai penggerak dan fasilitator. Selama dua tahun terakhir, YMH tidak hanya membangun kapasitas jurnalis lokal dan memperluas partisipasi media daerah, tetapi juga aktif mendampingi komunitas terdampak untuk terlibat dalam penyusunan kebijakan transisi energi. Melalui pendampingan, pelatihan, dan advokasi, YMH mendorong terbentuknya ruang-ruang diskusi yang lebih inklusif, sehingga masyarakat lokal, perempuan, dan anak muda dapat ikut menentukan arah perubahan.
Capaian ini menjadi langkah awal yang penting untuk membongkar ketimpangan informasi dan memperluas partisipasi publik yang belum selesai. Forum-forum di daerah kini menjadi estafet perjuangan untuk mewujudkan transformasi ekonomi yang benar-benar berkeadilan. Transisi energi yang kita perjuangkan bersama bukan sekadar tentang menciptakan energi yang lebih bersih, tetapi tentang mewujudkan keadilan sosial dan memastikan setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang setara dalam menentukan masa depan bersama. (*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Related Posts
- Perumnas Perkuat Strategi Digital dan Inklusif, Sasar Milenial hingga Pekerja Informal
- Kaltim Jadi Role Model Kepemimpinan Digital Nasional, Ini Strategi Transformasi Pelayanan Publik
- Perumnas Luncurkan Hunian Subsidi Vertikal Alonia, Solusi Layak Tinggal di Tengah Kota
- ATR/BPN Matangkan Rencana Anggaran 2026, Fokus pada Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik
- Waspadai Kanker Ovarium: Penyebab Kematian Ginekologi Tertinggi, Kesadaran Masyarakat Masih Minim