Nasional

Tren “Aura Farming” Angkat Tradisi Pacu Jalur Riau ke Panggung Dunia

Network — Kaltim Today 07 Juli 2025 11:31
Tren “Aura Farming” Angkat Tradisi Pacu Jalur Riau ke Panggung Dunia
Pacu Jalur Riau. (Dok Wonderful Indonesia/Istimewa)

Kaltimtoday.co - Tradisi Pacu Jalur, perlombaan mendayung perahu panjang khas Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, mendadak mencuri perhatian dunia berkat viralnya video seorang anak yang menari dengan penuh percaya diri di ujung perahu. Mengenakan kacamata hitam dan busana adat Melayu, bocah tersebut memukau warganet dengan gerakan energik yang kini dikenal sebagai tren "Aura Farming" di TikTok.

Fenomena ini tidak hanya menghibur, tapi juga membawa budaya lokal Indonesia ke panggung global. Klub-klub sepak bola elite dunia seperti Paris Saint-Germain (PSG) dan AC Milan bahkan ikut meniru gaya anak tersebut dalam selebrasi mereka. Tak ketinggalan, atlet NFL seperti Travis Kelce juga terlihat ikut meramaikan tren ini, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh budaya yang disampaikan lewat media sosial.

Pacu Jalur bukanlah sekadar olahraga, melainkan warisan budaya yang telah hidup sejak abad ke-17. Tradisi ini bermula dari kebiasaan masyarakat Kuantan Singingi yang menggunakan perahu panjang, atau jalur, sebagai sarana transportasi di Sungai Batang Kuantan. Jalur terbuat dari batang kayu utuh dan mampu menampung hingga 60 orang serta hasil panen seperti pisang dan tebu.

Pada masa kolonial Belanda, Pacu Jalur dijadikan bagian dari perayaan ulang tahun Ratu Wilhelmina. Pasca-kemerdekaan, perlombaan ini tetap dilestarikan dan menjadi bagian dari perayaan hari besar nasional dan keagamaan. Pemerintah Indonesia kemudian mengukuhkannya sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 2015, sekaligus memasukkannya dalam agenda pariwisata nasional melalui Kharisma Event Nusantara (KEN).

Yang membuat Pacu Jalur unik bukan hanya bentuk perahunya yang memanjang hingga 40 meter, tetapi juga struktur tim di dalamnya. Setiap perahu melibatkan lebih dari 50 pendayung, termasuk tukang concang (pemberi aba-aba), tukang pinggang (juru mudi), tukang onjai (pengatur irama), hingga anak coki atau penari di ujung perahu.

Gerakan anak coki inilah yang kini viral sebagai “Aura Farming”. Aksi penuh percaya diri, seolah menjadi pusat perhatian, menjadi daya tarik tersendiri dan berhasil merebut hati publik global. Namun, di balik gerakan itu, ada unsur spiritual yang kuat. Warga percaya bahwa kemenangan juga ditentukan oleh pawang jalur—dukun perahu—yang menjalankan ritual sejak pemilihan kayu hingga hari perlombaan.

Perahu dihias dengan motif kepala hewan seperti buaya atau harimau sebagai simbol kekuatan. Selain aspek budaya, unsur estetika dan nilai spiritual membuat tradisi ini tetap bertahan dan berkembang hingga sekarang.

Festival Pacu Jalur yang digelar setiap Agustus di Tepian Narosa, Taluk Kuantan, menjadi magnet wisatawan lokal dan mancanegara. Pada 2024 lalu, ajang ini diikuti 225 jalur dan didukung Pemerintah Provinsi Riau dengan dana hadiah mencapai Rp 575 juta. Juara pertama bahkan mendapat Rp 70 juta.

Festival ini bukan hanya ajang perlombaan, tapi juga pesta budaya yang menggerakkan roda ekonomi daerah. Mulai dari pedagang kaki lima, pengrajin, hingga pelaku UMKM ikut merasakan dampaknya. Pemerintah daerah menjadikan Pacu Jalur sebagai kebanggaan yang mampu memperkuat identitas sekaligus promosi wisata Riau.

Dentuman tiga kali dari meriam menjadi tanda dimulainya lomba—dimulai dari aba-aba persiapan hingga tanda start yang menggema di sepanjang sungai. Penonton pun tumpah ruah menyaksikan semangat dan kerja sama para pendayung yang berpacu untuk menjadi yang terbaik.

[RWT] 



Berita Lainnya