Nasional

Ribuan Dana Bansos Gagal Cair akibat Salah Nama, DPR Minta Audit Total

Network — Kaltim Today 07 Juli 2025 08:21
Ribuan Dana Bansos Gagal Cair akibat Salah Nama, DPR Minta Audit Total
Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina. (Beritasatu.com)

Kaltimtoday.co - Ribuan warga penerima bantuan sosial (bansos) tercatat gagal mencairkan haknya selama bertahun-tahun karena kesalahan administrasi data. Temuan ini diungkap Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, yang menyoroti adanya ketidaksesuaian data antara sistem kependudukan, sistem perbankan, dan basis data bantuan sosial nasional. 

Dalam kunjungan kerjanya ke Daerah Pemilihan Jawa Barat VIII (Cirebon dan Indramayu), Selly menemukan langsung kasus-kasus warga yang tidak bisa mencairkan bansos hanya karena perbedaan satu huruf dalam nama. Salah satunya dialami oleh Darsinih, yang gagal lolos verifikasi KYC (Know Your Customer) karena namanya tertulis “Darsini” di sistem perbankan.

“Padahal, NIK, alamat, hingga nama orang tua semuanya sesuai. Hanya beda satu huruf, bantuan tidak bisa dicairkan,” ujar Selly dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (6/7/2025).

Selly mencatat, pada 2023 saja terdapat sekitar 16.000 kasus serupa, yang menunjukkan masih lemahnya integrasi data antarinstansi. Ia menegaskan bahwa tumpang tindih antara data administrasi kependudukan, Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), dan sistem bank telah menyebabkan dana bansos mengendap di rekening selama bertahun-tahun.

Untuk itu, Selly mendorong agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) segera melakukan audit terhadap dana bantuan sosial yang belum tersalurkan.

“Perlu ditelusuri berapa besar dana yang mengendap, dan siapa yang mungkin mendapat keuntungan dari situasi ini. Jangan sampai ada pembiaran,” tegasnya.

Selain itu, Selly juga mengkritisi pernyataan PPATK dan Kementerian Sosial (Kemensos) soal dugaan keterlibatan penerima bansos dalam judi online yang disebut mencapai lebih dari 10 juta orang dengan total transaksi Rp 2 triliun.

Menurutnya, klaim tersebut berisiko membentuk stigma negatif terhadap masyarakat miskin jika tidak disertai data yang transparan.

“Kalau datanya tidak dibuka, ini bisa menjadi framing negatif yang tidak adil bagi warga prasejahtera,” tambah Selly.

Sebagai langkah solutif, Selly meminta agar dilakukan audit menyeluruh terhadap sistem pencairan bantuan, termasuk SPM (Surat Perintah Membayar) dan pola endapan dana bansos. Hal ini dinilai penting untuk mencegah potensi penyimpangan sistemik dan mendorong tata kelola bantuan sosial yang lebih adil dan transparan.

[RWT] 



Berita Lainnya