Opini

Pancasila, Antara Idealitas dan Realitas

Kaltim Today
05 September 2020 20:19
Pancasila, Antara Idealitas dan Realitas

Oleh: Muhammad Kholid Syaifullah (Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan)

Pancasila yang sejak awal oleh para pendiri bangsa kita didesain dan dirumuskan sebagai sebuah dasar filsafat, ideologi negara, pandangan hidup, serta kepribadian bangsa Indonesia yang digali dari bumi Indonesia diambil dari relung jiwa bangsa Indonesia, itu yang kemudian membuat Pancasila hingga hari ini tak lekang dimakan waktu tak hilang tergerus zaman bahkan semakin relevan dengan kondisi kekinian, menunjukkan Pancasila merupakan Ideologi yang tahan banting dalam ranah konsepsinya.

Dalam dimensi idealitas, sebuah Ideologi harus mengandung nilai luhur dan cita-cita masyarakatnya, sehingga masyarakat mengetahui tujuan mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, cita-cita luhur bangsa Indonesia itu telah termuat di dalam Pembukaan UUD 1945. Di dalam Pembukaan UUD 1945 juga terdapat nilai-nilai Pancasila, sehingga Pancasila dalam dimensi idealitasnya telah menjadi harapan dan optimisme bangsa Indonesia untuk terus berjuang menjadi negara yang berdaya dan berdaulat demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Secara konsepsi, idealnya Pancasila mengarahkan kita kepada 3 relasi, yaitu relasi hubungan kepada sang pencipta, kepada sesama manusia, dan kepada alam semesta, dimana relasi kasih penghambaan kepada sang pencipta yang membangun semangat ketuhanan yang lapang dan toleran sehingga bangsa Indonesia tak bisa dihilangkan dari bangsa yang berketuhanan terdapat pada sila pertama.

kemudian relasi kasih dan cinta terhadap sesama dengan semangat menghargai dalam perbedaan yang membentuk relasi kemanusian yang adil, beradab, dan bermartabat dalam hubungan sesama manusia sehingga terjadilah kehidupan yang harmonis di dalamnya yang terdapat dalam sila kedua.

Selanjutnya relasi kepada alam semesta yaitu bumi Indonesia, dengan semangat persatuan di dalam perbedaan dalam membangun pergaulan hidup kebangsaan dan relasi dengan ruang hidup (tanah air) sehingga secara idealnya tugas menjaga alam yang indah dan kekayaan yang melimpah adalah tugas kita bersama sebagai manusia Indonesia terdapat dalam sila ketiga.

Kristalisasi dari semangat ketiga sila itu harus termanifestasi dalam semangat musyawarah dalam kehidupan demokrasi yang penuh kasih serta damai dan saling menghargai yang terdapat dalam sila keempat, dan terakhir sila kelima menjadi penutup sebagai bentuk relasi hubungan untuk menciptakan keadilan dengan semangat persamaan, tanpa ada diskriminasi terhadap suku, agama, ras, etnis budaya tertentu, ataupun diskriminasi terhadap kelas sosial tertentu, sehingga menghadirkan keadilan, yang seadil-adilnya bagi seluruh elemen bangsa Indonesia.

Dalam konteks realitasnya pancasila perlu untuk dibudayakan dan dilaksanakan oleh seluruh elemen bangsa Indonesia sebagai kewajiban kita yang merupakan anggota keluarga besar bangsa Indonesia, sebagaimana pernyataan tokoh bangsa Indonesia yaitu Soepomo yang mengatakan:

"Dalam sistem kekeluargaan sikap warga negara bukan sikap yang selalu bertanya:" apakah hak-hak saya? ", akan tetapi sikap yang menanyakan:" apakah kewajiban saya sebagai anggota keluarga besar, ialau negara Indonesia ini? ",.. Inilah pikiran yang harus senantiasa diinsyafkan oleh kita semua.

Pandangan Soepomo dalam sidang BPUPK pada tahun 1945 ini mendahului apa yang kemudian disampaikan oleh John F Kennedy kepada rakyat Amerika Serikat pada tahun 1961 :

"Jangan tanyakan apa yang dapat diberikan oleh negara bagi dirimu, tanyalah apa yang dapat diberikan oleh dirimu kepada negara".

Hal ini menunjukkan bahwa, setiap manusia Indonesia mempunyai kewajiban untuk membudayakan nilai-nilai idealitas Pancasila kepada realitas kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia, karena dalam ranah realitasnya kita melihat antara konsepsi dengan aktualisasinya terjadi jurang yang begitu lebar antara idealitas dan realitasnya.

Meskipun begitu hal ini tidak kemudian harus membuat kita menjadi khawatir pesimis, banyak hal yang dapat kita lakukan, khususnya bagi mahasiswa yang merupakan insan akademis, dalam setiap sistem pengkaderan perlu untuk membangun semangat persatuan dan kesatuan diantara keberagaman yang ada, rajin untuk mendiskusikan dan memahami nilai-nilai pancasila dengan sebaik mungkin.

Apalagi saat ini adalah proses dimana mahasiswa baru sedang memasuki dunia baru bagi mereka dalam mengenal dunia kampus dan perkuliahan sehingga bimbingan, arahan dari senior mereka menjadi salah satu doktrin yang akan menjadi pembentuk karakter dan sikap mereka selama berkuliah, hal ini yang kemudian harus disadari bahwa senior memiliki beban moral untuk memberikan arahan dan bimbingan yang akan membawa mereka menjadi mahasiswa toleran dan menjiwai Pancasila.

Karena kembali lagi bahwa ini adalah tugas kita bersama, sebagaimana disampaikan oleh N Driyakarya seorang ahli filsafat Indonesia pada tahun 1966 di dalam sebuah simposium ia menyampaikan:

"Satu hal harus kita kemukakan, kita jangan lupa bawah Pancasila adalah soal perjuangan. Pancasila tidak kita warisi dari nenek moyang kita menurut hukum mendel. Pancasila adalah soal keyakinan dan pendirian asasi, Pancasila tidak akan bisa tertanam dalam jiwa kita jika kita sendiri masing-masing tidak berjuang. Baik untuk masyarakat dan negara maupun untuk setiap individu, usaha penanaman Pancasila harus berjalan terus - menerus, tak ada hentinya. Tak seorang pun akan menjadi Pancasilais kalau dia tidak membuat dirinya Pancasilais. Negara kita tidak akan menjadi negara Pancasila jika kita tidak membuatnya terus-menerus.(*)

*) Opini penulis ini menggelar tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co


Related Posts


Berita Lainnya