Daerah
Pasca Kebakaran di Milono, Korban Terancam Tak Bisa Bangun Hunian Kembali
![Pasca Kebakaran di Milono, Korban Terancam Tak Bisa Bangun Hunian Kembali](https://kaltimtoday.co/wp-content/uploads/2025/02/pasca-kebakaran-di-milono-tanjung-redeb-istimewa-67a9e3f1a3b15.jpeg)
Kaltimtoday.co, Berau - Pembangunan rumah atau hunian warga korban kebakaran di wilayah pinggir sungai Jalan Milono, Tanjung Redeb, Kabupaten Berau masih dilematis. Kepastian untuk tetap bermukim atau pindah ke tempat lain pun belum menemukan jawaban yang pasti.
Asisten I Setkab Berau, Hendratno menjelaskan, para korban kebakaran di wilayah pinggir sungai Jalan Milono hanya dapat membangun rumahnya di lokasi yang sama apabila pembangunannya memenuhi lima (5) aspek aturan yang telah berlaku.
Adapun lima aspek tersebut yakni, aturan pertanahan terkait hak milik, aturan sempadan jalan, sempadan sungai, ruang terbuka hijau, dan aturan tentang permukiman warga. Semua aspek ini harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum sebuah hunian dibangun.
"Jadi, itu bukan tentang larangannya tapi tentang aturan. Berarti kalau ada yang membangun penuhi itu dulu," ujarnya, Senin (10/2/2025).
"Ini kita bicara bukan tentang korban tapi tentang pembangunan. Diperbolehkan membangun jika memenuhi aturan lima aspek itu. Kalau dia bisa memenuhi itu, silakan," sambungnya.
Meskipun ada peluang bagi masyarakat untuk dapat bertahan serta memiliki rumah di lokasi yang sama, Hendratno pun memberikan gambaran bahwa wilayah sungai mesti terbebas dari polusi atau pencemaran. Karena itu, opsi untuk relokasi bisa saja terjadi.
"Kalau kita biarkan terus seperti itu kan kadang akan menimbulkan bahaya sungai, polusi. Kita mencegah itu," tegasnya.
Sebelumnya, Kepala ATR/ BPN Berau John Palapa membenarkan bahwasanya wilayah Jalan Milono merupakan kawasan sempadan sungai. Itu berarti kawasan tersebut mesti terbebas dari permukiman warga jika merujuk pada Perda RTRWK pasal 57 ayat 5.
"Menurut tata ruang (Jalur Milono, Red) sempadan sungai. Sempadan sungai masuk dalam Perda RTRW. Dalam Perda sudah diatur semua," ucapnya.
Berdasarkan Perda RTRWK itu, lanjutnya, beberapa kegiatan yang diperbolehkan berlangsung di wilayah sempadan sungai antara lain pengendalian terhadap kegiatan yang telah ada di sepanjang sungai agar tidak berkembang lebih jauh.
Selanjutnya, larangan pembuangan limbah ke sungai, pemanfaatan ruang untuk sarana dan prasarana pendukung transportasi, budidaya perikanan air tawar/payau, pertanian, pariwisata, dengan pengamanan sempadan sungai dari abrasi.
Selain itu, wilayah sempadan sungai memperbolehkan adanya aktivitas membuka ruang terbuka hijau, pendirian sarana dan prasarana pendukung pengelolaan tubuh air, serta sarana dan prasarana pendukung konservasi tubuh air.
Tak hanya itu, dapat dilakukan juga kegiatan pelestarian waduk beserta seluruh daerah tangkapan air di atasnya, pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan penutupan tanah untuk melindungi pencemaran dan erosi terhadap air.
"Mendudukan perkara ini simple sebenarnya. Kaitannya dengan P4T. P4T itu adalah pemilikan, penguasaan, pemanfaatan, dan penggunaan tanah," jelasnya.
Dia mengakui bahwa masyarakat memang boleh memiliki sertifikat lahan. Namun, tidak semua lahan dapat dimanfaatkan. Contohnya adalah sempadan bangunan.
"Kita punya tanah di pinggir jalan, sertifikat sampai ujung. Tetapi ada ketentuan Garis Badan Bangunan (GSB). Artinya bahwa di dalam area GSB, tidak boleh ada bangunan," terangnya.
"Berarti kalau kita memiliki sertifikat, secara kepemilikan, tanah itu milik kita. Tetapi pada saat kita mau memanfaatkan, ada ketentuan lain yang namanya GSB," sambungnya.
Merujuk pada contoh di atas, menurut John, Jalur Milono merupakan wilayah pinggir sungai. Dengan demikian menurut Perda RTRW yang berlaku, wilayah itu merupakan garis badan sungai atau jalur hijau.
"Dia mungkin memiliki sertifikat di situ. Tetapi pada saat dia mau membangun atau memanfaatkan, berlaku ketentuan peraturan daerah, tata ruang," tegasnya.
Oleh sebab itu, ketika ditanya mengenai potensi pembangunan kembali rumah warga yang telah kehilangan rumahnya pasca bencana, John tak dapat memberikan jawaban yang tegas. Berikutnya, tak dapat memastikan apakah semua warga yang bermukim di wilayah itu akan direlokasi di masa mendatang.
"Untuk kebijakan relokasi bisa dikonfirmasi ke pemerintah daerah," tandasnya.
[MGN | RWT]
Related Posts
- Satpol PP Kaltim Tingkatkan Standar Perlindungan Kebakaran Lewat RISPK 2024
- Kebakaran Rumah di Batu Putih, Satu Lansia Tewas
- Tiga Ruang Kelas SMPN 5 Tanjung Redeb Terbakar
- BPBD PPU Ajukan Kebutuhan Dua Unit Tangki Air untuk Kekeringan dan Pemadaman Kebakaran
- Gedung DPRD Kukar Alami Kebakaran, Api Berhasil Dipadamkan dalam 30 Menit