Kaltim

Pusat Studi Anti Korupsi FH Unmul Minta KPK Usut Dugaan Korupsi Kartu Prakerja

Kaltim Today
08 Mei 2020 10:45
Pusat Studi Anti Korupsi FH Unmul Minta KPK Usut Dugaan Korupsi Kartu Prakerja
Pengamat Hukum Unmul, Herdiansyah Hamzah.

Kaltimtoday.co, Samarinda - Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) menilai program Kartu Prakerja berpotensi korupsi. Salah satu alasannya, penunjukan perusahaan e-commerce sebagai mitra kerja tanpa melalui proses tender.

Bau menyengat praktik korupsi disebut juga tercium dari ketidakwajaran kalkulasi anggaran untuk Kartu Prakerja. Dalam program Kartu Prakerja, pemerintah memberikan biaya sebesar Rp 3,55 juta untuk membayar biaya pelatihan (kursus) dan insentif bagi pesertanya. Pagu untuk membayar pelatihan melalui sistem daring, ditetapkan sebesar Rp 1 juta.

Sementara untuk insentif, terdiri dari dua bagian, yakni insentif pasca penuntasan pelatihan pertama sebesar Rp 600 ribu per bulan selama 4 bulan, dan insentif pasca pengisian survei evaluasi sebesar Rp 50 ribu per survei untuk 3 kali survei. Pelatihan Kartu Prakerja ini menargetkan 5,6 juta peserta. Jika masing-masing peserta diberikan dana sebesar 1 juta untuk pelatihan berbasis daring, maka akan menghabiskan anggaran sebanyak Rp 5,6 trilun.

Anggaran Rp 5,6 triliun untuk pelatihan daring itu disebut sangat tidak wajar. Bahkan, untuk tutorial sejenis sudah tersedia gratis dan bisa didapatkan dengan mudah melalui Youtube maupun Google.

Sekretaris SAKSI FH Unmul Herdiansyah Hamzah menyebutkan, untuk menilai suatu tindakan penggunaan anggaran itu berpotensi korupsi atau tidak, adalah dengan memotret kesesuaian antara besaran dana dengan wujud kegiatannya. Jika kegiatan yang dilakukan tidak sebanding dengan dana yang harus dikeluarkan, maka tentu ada problematik di sana. Hal inilah yang bisa kita tangkap sebagai pertanda kuatnya aroma korupsi dalam program Kartu Prakerja.

Untuk itu, pihaknya menyatakan sikap agar aroma korupsi dalam program Kartu Prakerja dapat diusur. Berikut lima sikap dari SAKSI FH Unmul:

Pertama, meminta kepada pemerintah untuk menjelaskan secara terbuka perihal keterpilihan 8 platform perusahaan digital sebagai mitra program kartu prakerja tanpa proses tender. Publik butuh penjelasan lebih dari sekedar alasan kesiapan sebagaimana yang disampaikan oleh menteri keuangan. Sebab keterpilihan 8 platform perusahaan digital tersebut tanpa alasan yang rationable dan dapat dipertanggungjawabkan, sama saja dengan tindakan penggunaan diskresi yang berlebihan, yang berpotensi korupsi.

Kedua, pemerintah harus menjelaskan rasionalisasi anggaran pelatihan dalam jaringan (daring) yang memakan biaya hingga Rp 1 juta per orang, atau total keseluruhan anggaran sebesar Rp 5,6 triliun hanya untuk pelatihan daring ini. Sebab penggunaan anggaran sebesar Rp 5,6 triliun hanya untuk pelatihan daring, adalah hal yang tidak wajar. Hal ini jelas menjadi pertanda kuatnya aroma korupsi dalam program kartu prakerja ini.

Ketiga, meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendalami dugaan adanya perbuatan melawan hokum yang mengarah kepada tindak pidana korupsi dalam kebijakan program Kartu Prakerja ini.

Keempat, meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai pengawas eksternal, untuk melakukan audit terhadap segala penggunaan anggaran dalam program Kartu Prakerja. Sebab jika hanya mengandalkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), tidak ada jaminan pengawasan dapat berlangsung objektif.

Kelima, meminta kepada seluruh elemen gerakan masyarakat sipil, untuk tetap mengawasi penggunaan anggaran negara yang berpotensi dimanfaat oleh para penumpang gelap (free rider) di masa pandemi Covid-19 ini. Jangan sampai terjadi perampokan uang rakyat atas nama kemanusiaan.

[TOS]


Related Posts


Berita Lainnya