Opini

Ada Apa dengan Balikpapan?

Kaltim Today
29 Juni 2020 12:29
Ada Apa dengan Balikpapan?

Oleh: Djumriah Lina Johan, (Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam)

Perkembangan kasus positif Corona di Balikpapan kini semakin meluas. Sebab, bukan lagi hanya pada sektor tambang dan migas. Dalam tiga hari ke belakang misalnya, kasus pasien terkonfirmasi positif covid-19 justru telah melebar di kantor sektor lainnya. Terlebih Gugus Tugas Percepatan Covid-19 Balikpapan juga mencatat satu karyawati perbankan terkonfirmasi positif pada Rabu, (24/6/2020). (Tribunkaltim.co)

Seorang pasien Covid-19 berusia 54 tahun, dinyatakan meninggal dunia. Kabar ini turut disampaikan Direktur RSUD Kanujoso Djatiwibowo, Eddy Iskandar. Dari data yang dihimpun, pasien meninggal diketahui merupakan seorang pedagang pasar. Ia masuk dalam ruang perawatan pada tanggal 22 Juni dan diterapkan sebagai pasien Covid-19 dengan kode BPN135. (Tribunkaltim.co, Kamis, 25/6/2020)

Mirisnya, penanganan wabah di Balikpapan semakin terlihat jelas. Ketidaktransparanan data pasien dan adanya upaya menutupi jumlah kasus sebenarnya menimbulkan polemik yang akan berujung pada kebinasaan. Dua fakta di atas sebenarnya mampu untuk menguak tabir kesalahan fatal pemerintah dalam mengambil kebijakan new normal life.

Paling tidak ada empat hal yang patut dikritisi jika Balikpapan tak ingin seperti Surabaya:

Pertama, cabut kebijakan new normal life. Ketergesaan Pemkot Balikpapan mengikuti arahan pusat demi perputaran roda ekonomi jelas menimbulkan polemik meningkatnya angka persebaran Covid-19. Demi ekonomi, masyarakat dikorbankan. Padahal, bergeraknya sektor ekonomi juga tak berimbas pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari warga Kota Minyak. Justru yang diuntungkan dengan adanya kebijakan tersebut adalah korporasi. Baik dari sektor migas maupun sektor lainnya. Jika memang Pemkot tulus memperhatikan nasib penduduk Kota Beriman, maka mencabut kebijakan new normal life adalah pilihan satu-satunya.

Kedua, rendahnya taraf berpikir masyarakat Balikpapan. Sungguh miris, mendapati rendahnya kepedulian warga akan kesehatan diri sendiri, orang lain, maupun kepedulian pada kebijakan yang diambil pemerintah. Di tengah mewabahnya virus, masih banyak anggota masyarakat yang tidak menggunakan masker berkeliaran di jalan. Mereka pun terkesan tak peduli jika angka persebaran meningkat tajam. Benak mereka hanya dipenuhi nilai materi.

Pemkot pun lalai. Tak memberikan edukasi maksimal kepada masyarakat. Hanya menyiapkan tempat cuci tangan, memasang rambu-rambu wajib menggunakan masker, dan menjaga jarak 1 meter. Namun, apa ada upaya kontrol dan pengawasan? Apa ada sanksi jika melanggar? Tak ada! Maka, wajar jika warga lagi-lagi masa bodoh.

Seharusnya dengan adanya kasus pasien positif dari pedagang pasar, Pemkot Balikpapan segera menutup pasar tersebut. Sebagaimana di daerah lain di Indonesia. Namun, apa kebijakan yang diambil Pemkot? Melakukan transaksi pembayaran di pasar menggunakan plastik atau kresek belanja! Entah dimana akal sehat penguasa beserta warga yang mengetahui arahan tersebut namun hanya berdiam diri.

Sudah jelas jika ada pasien positif dari pedagang pasar berarti muncul klaster pasar. Berbicara pasar berarti berbicara kerumunan orang. Berjubelnya manusia dari kalangan tengkulak, penjual, pembeli, jasa pengantaran, DKPP, dan lain-lain. Apalagi ditambah fakta karyawati bank yang positif covid-19 yang aktivitasnya selalu berpapasan dengan pelanggan. Kebijakan penutupan kota (lockdown total) seharusnya digalakkan.

Ketiga, mirisnya nasib tenaga kesehatan di kota ini. Selama pandemi berlangsung, mereka harus berjibaku dengan virus yang berpotensi mematikan. Mereka kehilangan waktu bersama keluarga. Tak bisa leluasa memeluk anak, istri, dan orang tua. Insentif yang dijanjikan nyaris tak ada gaungnya. THR lalu tidak keluar 100%.

Dan kini, akibat kebijakan sembrono kehidupan normal baru yang mengakibatkan Balikpapan kemungkinan terancam zona hitam. Mereka akan semakin tak memiliki kesempatan untuk bernapas. Lantas maukah kita menjadi pengganti mereka di garda terdepan menolong para pasien berjuang melawan virus ketika para nakes berguguran? Tentu kita tidak mau. Selain juga kita tidak mampu.

Dengan demikian, berhentilah bersikap zalim wahai penguasa! Pikirkan nasib rakyat, tenaga kesehatan, dan ingatlah hari perhitungan kelak. Bahwa Allah tak akan pernah membiarkan kezaliman yang ditimpakan secara sengaja kepada umatNya berjalan begitu saja tanpa pembalasan.

Keempat, inilah akibat negara yang mengadopsi sistem kufur. Sistem rusak bernama kapitalisme sekuler. Sistem yang hanya mementingan keuntungan materi. Sistem yang cuma melindungi kepentingan konglomerat dan korporat. Sedang umat dibiarkan hidup dalam kebodohan, dijerat dengan kezaliman, dan didorong menghadapi kematian.

Kerusakan, kezaliman, dan kematian yang menimpa umat akibat wabah dan penerapan sistem fasad. Menghantarkan pada kebutuhan solusi alternatif yang mampu menjadi penawar sekaligus obat yang menyembuhkan. Itulah Islam. Agama sekaligus peraturan hidup yang mampu menjawab tantangan zaman bahkan di tengah wabah sekalipun. Sebab, Islam bersumber langsung dari Sang Khaliq, Allah SWT.

Di dalam Islam, pemerintah berfungsi sebagai ra’in atau pemelihara segala urusan rakyat. Ia diangkat sebagai pemimpin untuk mengurusi dan melayani kebutuhan masyarakat. Allah pun telah memerintahkan kepada penguasa untuk menjaga nyawa umat. Sebagaimana dalam firmanNya, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS. Al-Ma’idah [5]: 32).

Sehingga wajib bagi pemimpin, apalagi di kala wabah melanda. Untuk menetapkan lockdown total. Memerintahkan dan mengerahkan semua kekuatan dan kekuasaan untuk menjalankan tes kepada seluruh masyarakat guna menjaga nyawa mereka dari ancaman virus Corona. Siapa saja yang tidak taat dan melanggar ketetapannya, akan dijatuhi sanksi yang setimpal. Hal ini tidak lain demi memutus penyebaran wabah Covid-19.

Sungguh, hanya dengan Islam umat akan dijamin selamat dunia akhirat. Sebab, itu adalah janji Allah yang termaktub di dalam Al-Qur’an. Tanpa Islam, umat akan terus ditimpa musibah dan diuji dengan penguasa yang zalim. Sehingga penerapan Islam secara kafah adalah solusi tuntas yang akan menyelamatkan negeri ini, khususnya Kota Balikpapan.

Allah SWT berfirman, “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (TQS. Al-Maidah: 49).

Wallahu a’lam bish-shawab.(*)

*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co


Related Posts


Berita Lainnya