Headline

Baru Masuk Musim Kemarau, Sudah Belasan Hektare Lahan di Samarinda Terbakar

Kaltim Today
26 Februari 2020 19:06
Baru Masuk Musim Kemarau, Sudah Belasan Hektare Lahan di Samarinda Terbakar
eristiwa kebakaran lahan kembali menghantui Kota Tepian ditengah gempuran cuaca terik yang kembali terjadi. (Zulkifli/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Memasuki awal Februari seharusnya sejumlah wilayah di Kaltim termasuk Samarinda, masih memasuki intensitas curah hujan cukup tinggi.

Namun beberapa pekan terakhir, langit mendung nyaris tak nampak menaungi Kota Tepian. Panas terik dengan suhu mencapai 31 derajat celcius justru kerap terjadi. Walhasil, sejumlah persoalan klasik kembali melanda, seperti peristiwa kebakaran lahan.

Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Samarinda Sutrisno menjelaskan, Februari ini curah hujan memang diprediksi akan cenderung berkurang atau menurun. Bahkan hingga April mendatang, perkiraan cuaca diprediksi akan terus memasuki iklim panas.

"Februari ini memang mirip-mirip dengan kemarau, tapi bukan kemarau," jelasnya.

Untuk prediksi yang lebih pasti, peningkatan suhu panas seperti saat ini akan melonjak pasti pada Maret hingga April. Sedangkan pada Mei dan Juni kembali diprediksikan, Samarinda akan memasuki lagi prakiraan puncak curah hujan.

Dirinya juga menyebut hujan dalam Februari ini adalah hujan yang hanya terjadi dengan intensitas lokal dan terjadi di daerah Kaltim bagian tengah. Cuaca ekstrem diperkirakannya juga hanya angin yang berpengaruh pada ketinggian gelombang di sekitar selat Makassar yang berdampak pada daerah pesisir pantai di Kaltim.

"Mungkin seperti daerah Mahulu. Kalau ada hujan cuma intensitas lokal. Kalau cuaca ekstrem angin berpengaruh pada ketinggian gelombang nantinya di daerah pesisir bisa 1,5 hingga 2,5 meter ketinggian gelombang," bebernya.

Hal senada juga diutarakan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Samarinda Nursan. Dia menyebut, suhu panas yang cukup menyengat di Samarinda saat ini membuat jajarannya harus bersiaga penuh di setiap posko, untuk antisipasi peristiwa kebakaran lahan.

Dalam catatannya, dari satu bulan ini, di enam kecamatan saja sudah terjadi belasan hektar kebakaran lahan. Cuaca yang panas seperti ini memang sangat mendukung terjadinya kebakaran lahan. Pasalnya, dengan terik matahari yang begitu menyengat, membuat lahan-lahan menjadi kering serta mulai berkurangnya intensitas hujan membuat faktor alam yang mempengaruhi terjadinya kebakaran lahan.

Nursan tak menampik, jika akhir-akhir ini kebakaran lahan bahkan bisa terjadi hingga berkali-kali dalam sehari. Beruntungnya, setiap kali ada kebakaran, jajarannya selalu mendapatkan bantuan dari unsur relawan, dan pihak terkait lainnya. Untuk penanganan kebakaran lahan sendiri bukan berarti aman-aman saja, karena kendala tetap saja ada di lapangan. Mulai dari terbatasnya akses ke lokasi hingga pasokan air di sekitar.

"Unit tangki kadang harus bolak-balik. Nah, saat bolak balik lahan yang semula bisa dikuasai, dapat membesar kembali," tambahnya.

Lebih lanjut Nursan menyebut, proses pemadaman juga terkadang terkendala sulitnya jangkauan peralatan serta medan yang harus dilalui, apalagi ketika semak belukar dan lahan gambut yang terbakar upaya pemadaman akan cukup memakan waktu. Terlebih ketika petugas menemui medan yang sulit, dengan minimnya peralatan tak bisa menjangkau dan hanya mengawasi dari jauh, ketika api mendekat ke permukiman barulah petugas bergerak melakukan penyemprotan.

Tak jarang pula petugas dibantu relawan terpaksa berjibaku dengan api menggunakan alat seadanya. Seperti dengan memukul-mukulkan ranting kering ke titik api. Hal ini dilakukan jika titik air terbatas bahkan tidak ada. Selain itu, kendala pun jua Nursan rasakan pada minimnya jumlah personel yang  mampu dikerahkan.

"Mau tidak mau staf di kantor juga kita kerahkan, karena anggota memang terbatas," tutupnya.

[JRO | TOS]


Related Posts


Berita Lainnya