Opini
Daya Rusak Tambang Adalah Penjajahan Gaya Modern

Oleh: Siti Nurul Hajirotul Qudsiyah (Sekretaris KOPRI PKC Kaltim)
KETIKA Multatuli menyebut tanah Indonesia sebagai zamrud di khatulistiwa dan Quraish Shihab menyebutnya sekeping surga yang dibentangkan di bumi, itu bukan sekadar metafora puitis. Itu adalah refleksi dari betapa luar biasanya kekayaan alam negeri ini tanah yang subur, hutan yang lebat, dan sumber daya alam yang melimpah.
Namun, surga itu kini terusik. Bahkan mungkin sedang sekarat.
Tanah-tanah kita bukan lagi dikelola untuk kehidupan, melainkan dieksploitasi tanpa ampun. Tambang-tambang menjamur, izin usaha pertambangan (IUP) dikeluarkan bak kacang goreng, dan hutan-hutan dijadikan korban demi keuntungan segelintir elite.
Inilah bentuk baru penjajahan-penjajahan gaya modern-yang tidak lagi datang dari bangsa asing, melainkan dari anak negeri sendiri yang mengabdi pada kepentingan modal.
Tambang yang Membawa Petaka, Bukan Berkah
Kita tidak perlu jauh-jauh bicara. Lihat saja Kalimantan Timur—daerah dengan cadangan batu bara yang melimpah ruah. Namun, kekayaan ini justru menjadi sumber petaka. Samarinda, Tenggarong, hingga Bontang kini akrab dengan banjir. Bahkan hujan sebentar saja bisa melumpuhkan aktivitas warga. Banjir bukan lagi peristiwa musiman, tapi ancaman rutin yang menakutkan.
Siapa yang salah? Bukan hujannya. Tapi sistem yang membiarkan lubang-lubang tambang menganga, lahan hijau menghilang, dan reklamasi yang hanya sebatas janji.
Puluhan IUP mengepung Kota Samarinda. Bahkan tak sedikit tambang ilegal yang beroperasi tanpa kontrol. Jika dibiarkan, kita sedang menyaksikan kehancuran yang sistematis terhadap ruang hidup rakyat.
Ketika Ilmu Pengetahuan Kehilangan Nurani
Yang lebih menyedihkan, kerusakan ini justru dibungkus rapi dengan bahasa pembangunan, sains, dan teknologi. Seolah-olah tambang adalah jalan kemajuan. Padahal, kemajuan macam apa yang hanya menyisakan banjir, longsor, dan trauma psikologis bagi warga?
Ilmu pengetahuan yang kehilangan nurani hanya akan menjadi alat perusak. Orang pintar tapi salah arah tidak akan pernah mampu memakmurkan bumi. Orang hebat namun bergelimang maksiat tak akan peduli pada keberlangsungan lingkungan.
Hari Anti Tambang: Momentum Bangkit Melawan Ekstraktivisme
Tanggal 29 Mei diperingati sebagai Hari Anti Tambang. Ini bukan perayaan, tapi peringatan. Sebuah momen untuk menatap kembali kenyataan pahit: bahwa industri ekstraktif telah meluluhlantakkan kehidupan rakyat kecil. Mereka terusir dari tanahnya sendiri. Mereka kehilangan sumber air bersih, udara segar, dan ketenangan hidup.
Ekstraktivisme telah menjadi akar dari banyak krisis: ekologis, ekonomi, sosial, bahkan spiritual. Kita butuh kesadaran kolektif untuk melawan model pembangunan yang serakah ini.
Pemerintah tak bisa bekerja sendiri. Masyarakat tak bisa hanya mengeluh. Kita perlu menyatukan langkah—membangun solidaritas lintas sektor, lintas profesi, lintas generasi. Mulai dari gerakan advokasi lingkungan, edukasi masyarakat, hingga penegakan hukum yang tegas terhadap tambang ilegal.
Beberapa langkah konkret yang mendesak dilakukan antara lain:
- Moratorium izin tambang baru di wilayah rentan;
- Reklamasi lubang tambang secara menyeluruh dan transparan;
- Penutupan tambang ilegal dan pemberian sanksi hukum yang adil;
- Penguatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan lingkungan.
Ini bukan sekadar isu lingkungan. Ini soal kemanusiaan. Jika hari ini kita abai, maka esok hari anak cucu kita akan menjadi korban.
Mari jadikan Hari Anti Tambang bukan sekadar tanggal di kalender, tapi titik balik perlawanan terhadap kerusakan ekologis. Kita tidak sedang mencari kambing hitam. Kita sedang mencari titik terang—masa depan yang lebih adil dan lestari untuk semua.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp
Related Posts
- Wagub Seno Aji Sambut Kedatangan Menteri Kebudayaan RI, Soroti Kebutuhan Peneliti untuk Rekam Jejak Peradaban Bumi Etam
- Kaltim Jadi Provinsi di Kalimantan yang Paling Kompetitif Digital, Tempati Peringkat 8 Nasional EV-DCI 2025
- Soroti Aktivitas Anak Jalanan yang Meresahkan, DPRD Samarinda Minta Masyarakat Tidak Beri Uang
- Pungutan Pajak Sarang Burung Walet Tahun 2025 Masih Nol, DPRD Samarinda Desak Bapenda Sidak Lapangan
- Dinkes Kaltim Perkuat Faskes untuk Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak