Samarinda

Diolah Secara Khusus, Kripik Seni Memiliki Kualitas Nasional dengan Tiga Varian Rasa yang Tidak Biasa

Kaltim Today
13 September 2019 09:04
Diolah Secara Khusus, Kripik Seni Memiliki Kualitas Nasional dengan Tiga Varian Rasa yang Tidak Biasa
SUDAH DIKEMAS: Sudah dikemas dan tampak menarik. Anis Siti Nurrohkayati menunjuk keripik yang diyakininya dapat bersaing secara nasional maupun global (13/9/2019).

Kaltimtoday.co, Samarinda – Keripik singkong dan pisang merupakan salah satu camilan yang mudah ditemukan. Renyah dan gurih, seolah magnet bagi para peminatnya. Biasanya, berbagai varian rasa dapat dipilih pembeli. Mulai dari rasa asin hingga manis.

Cara mengolahnya pun mudah. Tidak repot namun memerlukan waktu yang cukup lama. Sayangnya, tidak semua keripik yang beredar di pasaran memiliki rasa yang sama. Jika kebanyakan mengolahnya dengan digoreng lebih dulu kemudian ditaburi rasa balado, asin dan manis. Kali ini, pengolahan keripik singkong dan pisang oleh pedagang keripik di Bontang, Kalimantan Timur, dapat dikatakan berbeda.

Dijual menggunakan gerobak sejak 1995, keripik tersebut digemari sebagian warga Bontang. Sebelum masuk penggorengan, singkong dan pisang yang sudah diiris tipis itu kemudian dicampur bumbu rempa-rempah yang sudah diolah. Sehingga, membuat keripik tersebut memiliki rasa yang khas.

Hal ini yang menginisiasi Anis Siti Nurrohkayati untuk memberikan pembinaan. Sebab, meskipun memiliki rasa yang berkualitas. Pasar keripik tersebut hanya berada di Bontang. Padahal, seharusnya keripik tersebut bisa bersaing secara nasional. Tidak itu saja, penghasilan yang diraih pun tidak begitu besar. Sedangkan, potensi penjualan sehari mencapai Rp 700 ribu lebih per harinya.

Dosen teknik mesin di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) itu memaparkan, semua bermula ketika Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Mohamad Nasir menyebut setiap dosen wajib melaksanakan tiga kegiatan yang berkaitan dengan pengajaran, penelitian, dan pengabdian.

Dia dan timnya pun mencoba mengajukan profosal. Syukurnya proposal tersebut diterima untuk kegiatan “pengabdian masyarakat”. Yang di mana, Kemenristekdikti membiayai program penambahan ilmu kepada masyarakat.

“Kemudian saya ambil pedagang keripik di Bontang. Keripik tersebut hanya dijual menggunakan gerobak di tepi jalan,” katanya.

Hal tersebut menarik perhatian tim-nya dan akan mengupayakan agar keripik tersebut bisa bersaing di era modern. Di mana, sekarang sudah banyak keripik dikemas sebaik-baiknya agar lebih menarik perhatian.

“Kami membantu menyediakan logo dan mengemas agar dapat dijual di supermarket atau secara online. Jadi, pemasarannya lebih luas. Kan sudah diminati banyak orang di Bontang,” sebut dia.

Pihaknya juga memberikan pengajaran agar mampu bersaing secara online. Selain membuat situs-situs di media sosial (medsos) yang kini banyak dimanfaatkan untuk berdagang. Pihaknya juga mencoba memasarkan secara langsung dengan mengikuti bazar-bazar atau menjajakan keripik di sekitar fasilitias olahraga seperti GOR.

“Sekarang pasarnya masih di Bontang. Tapi, kami harap bisa lebih luas. Apalagi, Saya pernah menanyakan kepada seorang pelanggan karena membeli hingga 2 kilogram. Ternyata mereka kerap mengirim keripik untuk anaknya yang tinggal di Sulawesi,” terang Anis.

Tak mengherankan, rata-rata warga Bontang pasti mengetahui jika ditanya mengenai keripik tersebut. Keripik dengan merk “Kripik Seni” itu juga memiliki varian rasa. Yakni, keripik singkong asin dan manis serta keriping pisang manis.

“Rasanya dijamin berbeda dengan keripik lainnya. Saya harap bisa lebih luas lagi pasarnya,” harap dia.

Namun, kementerian akan mengevaluasi dampak setelah diberi binaan. Bagaimana pemasaran dan keuntungannya ke depan. Jika terjadi peningkatan yang signifikan dalam penjualan. Pihaknya bisa saja mengajukan kembali kepada kemeterian untuk pengadaan teknologi yang memudahkan pengolahannya.

Setidaknya, tambah dia, ada alat bantu untuk peningkatan produktivitas. Jika secara manual bisa mengolah 50 kilogram singkong per hari. Dengan teknologi tersebut pengolahan bisa lebih banyak.

“Sekarang kan semuanya masih dikerjakan secara manual. Saya harap kementerian lebih mengapresiasi kinerja dosen-dosen kreatif,” pungkasnya.

[YSS | RWT | ADV]


Related Posts


Berita Lainnya