Advertorial

DPRD Samarinda Minta Prosedur Penyelesaian Tak Kesampingkan Penanganan Kesehatan Korban Kekerasan Anak

Kaltim Today
02 Juli 2025 18:24
DPRD Samarinda Minta Prosedur Penyelesaian Tak Kesampingkan Penanganan Kesehatan Korban Kekerasan Anak
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Novan Syahronny Pasie. (Nindi/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Kasus dugaan kekerasan dan penelantaran terhadap NR (4), seorang balita dengan disabilitas neurodevelopmental berupa ADHD dan epilepsi yang sempat diasuh di Yayasan FJDK Samarinda, hingga kini masih belum menemui kejelasan hukum. 

Peristiwa ini mencuat ke publik setelah Reni Lestari, orangtua asuh yang menerima kuasa pengasuhan dari ibu kandung NR sejak 21 Maret 2025, mengungkap kondisi memprihatinkan yang dialami sang anak. 

Saat itu, NR ditemukan dalam keadaan mengenaskan: tubuhnya dipenuhi luka, mengalami kejang berulang, terdapat benjolan mencolok di dahi, dan secara umum menunjukkan tanda-tanda kurang perawatan. Temuan ini pun memicu keprihatinan publik dan desakan terhadap pihak berwenang agar segera mengusut tuntas dugaan pelanggaran hak anak tersebut.

Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Novan Syahronny Pasie menyebutkan bahwa persoalan yang terjadi penting untuk melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam proses penyelesaian. 

“Harus melibatkan semua stakeholder, baik di tingkat pemerintah kota maupun provinsi, sangat penting. Kita tidak ingin kejadian seperti ini terulang kembali,” kata Novan saat dijumpai pada Rabu (2/7/2025).

Novan mengungkapkan bahwa dirinya sempat menerima laporan mengenai keraguan sejumlah rumah sakit, baik negeri maupun swasta, dalam memberikan penanganan medis kepada korban karena proses hukum yang masih berlangsung. 

Ia menilai, salah satu hambatan utama dalam penanganan kasus ini adalah lambannya prosedur dan mekanisme yang berlaku. Kendati demikian, ia menegaskan bahwa persoalan teknis terkait prosedur tersebut menjadi tanggung jawab organisasi perangkat daerah (OPD) maupun instansi terkait lainnya.

“Yang terpenting hari ini adalah bagaimana mengembalikan kesehatan NR. Pihak medis sempat ragu karena masih proses hukum, tetapi saya tegaskan, jika sudah dinyatakan clear, maka pengobatan bisa dilanjutkan tanpa khawatir menghilangkan bukti,” lanjut Novan.

Novan menjelaskan bahwa pihak kepolisian telah menetapkan rekam medis tertanggal 13 Mei 2025 sebagai dasar dalam proses hukum, bukan hasil pemeriksaan yang lebih baru. 

Tak kalah penting, ia juga mengingatkan agar kasus ini tidak disikapi berdasarkan sentimen pribadi terhadap individu maupun lembaga tertentu, melainkan dilihat dari perspektif yang mengutamakan kepentingan dan perlindungan terbaik bagi anak.

“Kita bicara ini bukan sekadar aturan, tapi juga dari hati nurani sebagai orang tua. Saya sendiri ingin tahu kenapa anak ini bisa berada dalam kondisi seperti itu di panti. Itu sebabnya kita harus bertanya pada rumah sakit dan dokter,” tekannya.

Novan mengungkapkan bahwa saat ini Yayasan FJDK tercatat mengasuh total 22 anak, berdasarkan data internal yayasan. Ia tidak secara langsung menyalahkan pihak manapun, namun menilai bahwa kasus yang menimpa NR mencerminkan lemahnya perhatian negara terhadap persoalan sosial, khususnya perlindungan anak.

“Jujur saja, kita malu sebagai pemerintah. Kita sibuk membangun fisik, tapi lalai pada hal-hal yang menyangkut perlindungan anak. Ini seharusnya jadi tanggung jawab kita semua,” ujarnya ironi.

DPRD Samarinda, tegas Novan, tidak akan mencampuri proses hukum karena hal tersebut menjadi kewenangan aparat penegak hukum. Namun demikian, DPRD tetap memegang tanggung jawab moral dan politik untuk mendorong perbaikan sistem agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

“Silakan kalau ada pihak keluarga yang ingin menempuh jalur hukum. Tapi hari ini, mari kita fokus memastikan kondisi NR membaik dan kasus ini ditangani dengan benar,” tandasnya.

[NKH | ADV DPRD SAMARINDA]



Berita Lainnya